Nabi Muhammad adalah pionir sejarah terbasar sepanjang zaman. Sebagai seorang tokoh di zamannya, beliau mampu melakukan perubahan besar-besaran pada satu komposisi masyarakat yang cukup majemuk hampir pada semua aspek kehidupan.

Bangsa Quraisy yang pada saat itu tergolong sebagai kelompok masyarakat yang berpegang teguh pada adat istiadat, ritual keagamaan dan pola hidup warisan nenek moyang pada akhirnya mampu takluk dan tunduk pada ajaran dan gaya hidup ‘baru’ yang dibawa oleh Muhammad.

Bahkan, dengan pendekatan yang genius Muhammad mampu membawa masyarakat Quraisy yang pada saat itu hidup dibawah garis kecerdasan hidup standar (baca: jahiliah) serta minim etika menjadi satu komunits masyarakat yang beradab, berpendidikan dan menjadi model kehidupan ideal masyarakat di luar Arab lainnya.

Karena kehebatannya inilah, banyak diantara pengikut Muhammad yang kemudian mengkultuskan dan menilai beliau secara berlebihan. Bahkan tak jarang diantara mereka yang menganggap Muhammad sebagai sosok yang bersih dari dosa. Sementara sebagian yang lain, menilai Muhammad sebagai manusia biasa yang mendapatkan wahyu Tuhan.

Tulisan ini menyajikan sebuah kisah yang membantah kedua pemahaman tersebut dan menegaskan bahwa walaupun pada dasarnya Muhammad adalah seorang laki-laki Quraisy biasa pada saat itu, namun beliau mendapatkan keistemewaan menjadi nabi yang kemudian disertai dengan perlindungan dari perbuatan dosa dan maksiat (maksum).

Namun, tentu saja tugas kenabian tersebut tidak lantas cukup menjadi alasan untuk mengkultuskan nabi, pun untuk memvonis beliau tak lebih dari manusia biasa layaknya manusia kebanyakan.

Dikisahkan, Muhammad muda yang masih belum diangkat menjadi nabi pada awalnya adalah seorang pedagang yang ikut dalam kafilah dagang pamannya Abu Thalib. Namun, karena beberapa alasan yang diberikan oleh Buhaira sang rahib Yahudi yang melarang Abu Thalib membawa Muhammad dalam perjalanan dagangnya.

Akhirnya beliau berhenti berdagang dan mencoba bekerja sebagai penggembala kambing. Pekerjaan ini adalah pekerjaan yang biasa dijalani oleh mayoritas pemuda Makkah pada saat itu untuk memperoleh rezeki.

Dalam sebuah hadis riwayat Bukhari, Nabi menceritakan kondisi dirinya: “Saya mengembala kambing milik para penduduk Makkah dengan bayaran beberapa qirath”. (catatan: Qirath adalah ukuran berat emas yang digunakan oleh penduduk Makkah. Satu Qirath setara dengan 0,215 gram).

Istimewanya, selama beliau menjalani pekerjaan tersebut Allah Swt. selalu menjaga Muhammad dari berbagai permainan dan hiburan yang pada saat itu banyak digemari oleh para pemuda Makkah.

Dalam hadis riwayat Ibn Atsir diceritakan, beliau tidak pernah merasa tertarik untuk ikut serta menikmati hiburan orang-orang jahiliah kecuali hanya dua kali saja. Itupun keduanya selalu dihindarkan oleh Allah hingga pada akhirnya Nabi tak pernah tertarik lagi untuk berbaur dalam kehidupan mereka hingga kemudian Nabi mendapat tugas kenabian.

Dikisahkan, pada suatu malam Muhammad muda bercakap-cakap dengan kawannya menggembala kambing.

“Bagaimana pendapatmu jika aku telah selesai dengan tugasku menjaga kambing-kambing ini hingga tiba waktu malam, lalu aku ikut bergadang menikmati pesta seperti para pemuda lainnya?”.

“Nah, Ayo kita lakukan bersama-sama!”.

Ketika malam tiba dan kedua pemuda itu selesai dengan tugas mereka menggembala kambing, mereka berjalan beriringan menuju pinggiran kota Makkah. Setibanya mereka di sebuah rumah yang berada dipinggiran kota Makkah, mereka mendengar suara musik yang semarak. Lalu Muhammad pun bertanya pada kawannya:

“Loh, apa ini?”

“Inilah pesta malam itu!”. Ungkap kawan Muhammad.

Selanjutnya, Muhammad pun duduk dan mencoba mendengarkan suara musik yang riuh rendah itu. Namun, apa yang terjadi kemudian sungguh aneh dan diluar nalar. Muhammad merasa Allah menutup telinganya dan beliaupun tertidur dengan nyenyak seketika itu pula.

Beliau pun akhirnya terbangun kembali ketika panas matahari pagi sudah mulai menyengat kulitnya. Lalu, beliau pun kembali menemui kawannya dan bertanya:

“Apa yang terjadi padaku semalam?” beliau bertany dengan heran. Setelah kawannya menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, nabi Muhammad pun menjawab lagi:

“Kalau begitu, di malam lain kita coba lagi!”. Namun, sia-sia usaha Muhamad sang calon rasul ini. Malam kedua beliau mencoba menghadiri hiburan malam bangsa Quraisy, kejadian serupa pun terjadi. Beliau lagi-lagi tertidur dan hal itu membuatnya tak ingin mengulangi lagi.

Kejadian ini pun memberikan pelajaran berharga bagi kita. Bahwa betapapun kita mencintai Muhammad sebagai nabi dan rasul yang membawa risalah tauhid yang menyelamatkan kita, namun tindak pengultusan beliau tetap tidak dapat dibenarkan.

Namun, sebaliknya terlalu ekstrem menganggap beliau tak lebih dari manusia layaknya kita juga tak dapat dibenarkan. Baiknya, penghormatan dan pemulyaan kita terhadap sosok beliau kita lakukan secara proporsional. Menarik kita kaji kembali sabda beliau dalam hadis:

لَا تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتْ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ فَقُولُوا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ

“janganlah kalian berlebihan dalam memujiku sebagaimana orang-orang Nasrani berlebihan memuji Isa putra Maryam. Karena sesungguhnya aku adalah hamba Allah dan Rasul Allah”.

Demikian, marilah kita ungkapkan cinta kita yang tiada batas kepada baginda nabi trecinta. Dengan cara mengikuti alur sunnahnya, meniru perilaku dan tingkah lakunya, serta tentu saja memperbanyak salawat kepadanya.

Dan tak lupa, mari bersama hindari sikap meremehkan nabi dengan ungkapan bahwa beliau tak lebih dari manusia saja. Wallahu A’lam. (wf)

Disarikan dari kitab fiqh al-sirah al-nabawiyah karya Said Ramad

Sumber : qureta.com

Translate »