Naskah kuno, atau yang familiar dengan sebutan manuskrip merupakan catatan masa lampau yang berisi berbagai informasi yang terjadi pada masa tersebut. Melalui manuskrip, manusia di masa kini dapat mengetahui budaya dan informasi yang terjadi di masa lalu.

Informasi yang terdapat dalam sebuah manuskrip tidak semata-mata berfungsi sebagai peninggalan sejarah, melainkan dapat menjadi acuan kehidupan di masa kini, terutama sebagai pembelajaran dan sumber ilmu pengetahuan.

Hal tersebut misalnya termaktub dalam sebuah manuskrip yang diberi judul “Adab Ibadah”. Manuskrip tersebut ditulis dalam bahasa Melayu dengan aksara Jawi. Manuskrip ini dapat ditemukan di Baubau, Sulawesi Tenggara, dan dapat diakses secara digital di berbagai platform.

Menurut informasi yang ditemukan dalam laman Dreamsea, naskah “Adab Ibadah” ini ditulis pada kisaran tahun 1800—1900 dan merupakan koleksi pribadi La Ode Zaenu.

Walaupun sudah tidak memiliki sampul luar, keadaan naskah masih sangat baik sehingga masih terbaca. Teks dalam naskah ditulis dalam kertas eropa dengan watermark, namun tidak memiliki iluminasi dan ilustrasi di dalamnya.

Naskah ini berisi beberapa bab tentang adab dalam kegiatan manusia sehari-hari. Namun, yang menjadi fokus dalam tulisan ini adalah adab yang dilakukan di waktu matahari terbit hingga terbenam.

Fasal yang membicarakan tentang adab tersebut termuat dalam 11 halaman. Sayangnya, dalam naskah tidak tertera identitas halaman secara jelas, sehingga tidak diketahui letak halaman yang pasti dari bab tersebut.

Tertulis dalam naskah bahwa ada beberapa hal yang sebaiknya dilakukan oleh manusia di waktu mulai terbitnya matahari, sampai terbenam matahari.

Hal utama yang dikerjakan pada saat terbit matahari adalah sembahyang (sholat) dua rakaat, yang kemudian disebut dengan sembahyang Isyraq. Seseorang yang melaksanakan sembahyang ini dijanjikan akan mendapatkan pahala yang setara dengan pahala haji dan umrah secara sempurna.

Kemudian, ketika memasuki seperempat hari, atau dalam Islam disebut dengan waktu duha, disarankan untuk melakukan ibadah sholat Duha. Sholat Duha terdiri dari dua sampai delapan rakaat, dengan membaca surat Fatihah dan Ad-Dhuha di rakaat pertama.

Selain itu, disarankan pula untuk melakukan dzikir dan solawat atas Nabi Muhammad Saw. sebagai penyempurna ibadah.

Beberapa penjelasan mengenai sholat Isyraq dan Duha juga diperkuat dengan hadis Nabi Muhammad Saw. disertai dengan terjemah dalam bahasa melayu.

Kemudian, setelah melakukan shalat Isyraq, dzikir, dan sholat Duha, kegiatan yang selanjutnya disarankan meliputi empat kegiatan. Pertama, menuntut ilmu yang bermanfaat. Dalam hal ini dapat diartikan sebagai kegiatan belajar atau mencari ilmu yang dapat mendatangkan manfaat.

Kemudian dijelaskan pula mengenai kriteria ilmu yang bermanfaat menurut imam Al-Ghazali.

Yaitu ilmu yang menambah rasa takut kepada Allah, yang menyelamatkan hati dengan aib dalam diri, yang menambah pengetahuan dan ibadah kepada Allah, yang selalu mengingatkan pada akhirat, serta yang membebaskan dari tipu muslihat setan.

Selain itu, masih menurut Al-Ghazali, adab bagi seorang yang berilmu ialah dengan mengamalkan dan mengajarkannya kepada orang lain. Yang demikian itu adalah setinggi-tingginya martabat manusia.

Dalam bab ini, dijelaskan betapa pentingnya menuntut ilmu. Bahkan dalam sebuah hadis dijelaskan bahwa menuntut ilmu yang bermanfaat itu lebih baik atau lebih afdal dari segala amalan sunah, seperti sholat dan puasa sunah, haji, bahkan perang karena Allah.

Kemudian, jika tidak dapat menuntut ilmu sebagaimana dijelaskan dalam perkara yang pertama, maka seorang hamba dapat melakukan perkara yang kedua.  Yaitu melakukan ibadah sunah, seperti berdzikir, membaca Al-Qur’an, dan bersholawat. Amalan tersebut harus dilakukan dengan ikhlas karena Allah.

Golongan manusia yang melakukan berbagai amal sunah tersebut tergolong manusia yang mendapat kemenangan di dunia dan akhirat.

Perkara yang ketiga adalah melakukan kegiatan yang menyenangkan hati sesama muslim. Kegiatan ini memungkinkan seseorang untuk membuat orang lain bahagia,  seperti dengan memberi makan fakir miskin, menjenguk orang sakit, juga menolong orang yang sedang dalam kesusahan.

Berbagai amalan terhadap sesama muslim disebut lebih baik dari ibadah sunah, bahkan dijanjikan kelak akan mendapatkan surga.

Perkara yang keempat untuk mengisi waktu duha sampai terbenam matahari adalah berusaha meraih hajat/keinginan/kebutuhan diri. Dimana seseorang hanya memenuhi kebutuhannya, tanpa mencapai ibadah sunah, tidak pula melakukan kemaksiatan.

Kegiatan tersebut merupakan tingkatan paling dasar dan orang yang melakukannya termasuk ke dalam golongan Ashab Al-Yamin.

Perkara ini merupakan sekurang-kurangnya perbuatan yang dapat dilakukan. Jika turun satu langkah saja, yaitu dengan melakukan kemaksiatan, maka ia sedang sedang dipermainkan oleh setan.

Contoh perilaku yang demikian yaitu menyakiti hati sesama muslim, serta melakukan amal yang mencoreng dan menggugurkan Islam. Hal ini sudah sepatutnya dihindari oleh manusia, terutama umat Islam.

Demikianlah empat perkara yang disarankan untuk dilakukan dari waktu duha sampai terbenam matahari.

Empat perkara tersebut meliputi menuntut ilmu yang bermanfaat, melakukan amal sunah, menyenangkan hati sesama muslim, serta memenuhi kebutuhan pribadi. Adapun yang dilakukan sebelum itu adalah mengerjakan sholat Isyraq dan sholat Dhuha.

Di akhir bab, terdapat penjelasan mengenai tiga golongan manusia menurut amal yang diperbuatnya. Golongan pertama adalah golongan manusia seperti malaikat, yaitu yang berbuat kebajikan dan kasih sayang.

Golongan kedua adalah seperti binatang, yaitu tiada berperilaku kebajikan, dan tidak pula berbuat kemaksiatan.

Sementara golongan ketiga adalah golongan yang paling rendah, di mana ia diibaratkan seperti ular dan binatang buas. Golongan ini selalu berbuat maksiat dan tidak ada kebajikan darinya.

Jika seseorang tidak dapat berperilaku seperti malaikat, maka setidaknya ia dapat berperilaku seperti binatang yang masih bisa diambil kebajikannya. Jangan sekali-kali menyerupai binatang buas dan ular. Begitu pesan yang disampaikan di akhir bab tersebut.

Penjelasan mengenai adab di atas merupakan sebagian kecil dari penjelasan adab ibadah yang terdapat dalam manuskrip “Adab Beribadah”.

Setelah diamati, penggalan bab yang dijelaskan hampir serupa dengan penjelasan yang ada dalam kitab Bidayatul Hidayah karya Imam Al-Ghazali. Karena itu, tidak heran jika kemudian dalam teks nama Al-Ghazali beberapa kali disebutkan.

Kitab Bidayatul Hidayah merupakan kitab yang berisi tentang panduan atau adab-adab kegiatan sehari-hari menurut Islam, meliputi adab beribadah, adab dalam kegiatan sehari-hari, adab bergaul, sampai cara untuk menghindari maksiat.

Walaupun tidak diketahui pasti siapa yang menulis teks tersebut, kemungkinan besar penulis naskah itu menjadikan kitab Bidayatul Hidayah sebagai acuan penulisannya, dengan perubahan ke dalam bahasa Melayu. Bahkan kemungkinan naskah tersebut merupakan alih bahasa dari kitab Bidayatul Hidayah.

Adanya manuskrip dengan berbagai informasi dalam bidang pendidikan, menegaskan bahwa sebuah ilmu dapat diabadikan dengan tulisan. Tulisan di masa lalu dapat dijadikan bahan pembelajaran di masa kini, juga menjadi rujukan keilmuan di masa depan.

Sumber : qureta.com

 

Translate »