ADAKALANYA hukum berdusta itu termasuk dosa-dosa besar dan adakalanya dosa-dosa kecil. Bahkan ada pula dusta yang menyebabkan seseorang menjadi kufur.

Kedustaan yang tidak membahayakan kepada muslim lainnya termasuk dosa kecil. Meskipun dosa kecil tetapi tidak boleh kita meremehkannya. Ibarat bukit yang besar ia terbentuk dari butiran- butrian debu yang terkumpul. Imam Ahmad dan Ath-Thabrani meriwayatkan hadis

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam;

“Jauhilah oleh kalian dosa-dosa kecil, karena perumpamaan dosa-dosa kecil itu seperti kaum yang tinggal di perut lembah. Setiap kaum membawa sepotong kayu, hingga mereka boleh memasak roti, sesungguhnya dosa-dosa yang dianggap ringan saat hukumannya ditimpakan kepada pemiliknya akan membinasakannya.

Hadis di atas menunjukkan bahawa apabila sudah menjadi kebiasaan berbuat dosa-dosa kecil akan menjadi jembatan menuju perbuatan dosa-dosa besar. Banyak orang yang berbuat dosa-dosa kecil dan dianggap remeh namun dosa-dosa kecil yang ia perbuat malah membawanya kepada dosa-dosa besar bahkan kepada kekufuran. Maka salah seorang ulama salaf pernah berkata;

“Maksiat itu perantara kepada kekufuran sebagaimana demam itu perantara kepada kematian.”

Adapun dusta yang menyebabkan madharat kepada seorang muslim maka itu termasuk sebuah dosa besar, na’udzu billah! Diantara dosa besar dan dusta yang paling keji adalah dusta atas nama Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam, baik dalam perkara-perkara hukum mahupun perkara- perkara yang tidak terkait hukum seperti nasihat, targhib (motivasi berbuat baik), tarhib (ancaman untuk berbuat dosa) maka ia dihukumi dosa besar berdasar kesepakatan para ulama’.

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda;

“Sesungguhnya berdusta atas namaku tidak sama (dosanya) seperti dusta kepada salah seorang dari kalian. Maka barangsiapa yang berdusta kepadaku, hendaklah ia menempati tempat duduknya di neraka!.” (HR. Bukhari & Muslim)

Dusta, baik diucapkan untuk bergurau atau serius hukumnya sama iaitu haram. Seseorang yang berbicara dusta agar orang lain tertawa juga ditegah oleh Rasulullah. Tentang hal ini

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda;

“Dusta itu tidak diperbolehkan baik dalam keadaan serius mahupun bersenda gurau.” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Kitab Mushonnifnya)

“Celakalah orang yang berbicara kepada suatu kaum lalu ia berdusta agar mereka tertawa, celakalah dia dan celakalah dia.” (HR. Ahmad)

Berdusta dengan maksud untuk ‘mengenakan’ seseorang pun tidak diperbolehkan, lebih-lebih ditujukan kepada sesama muslim. Misalnya seseorang berkata kepada saudaranya bahawa motornya hilang dicuri orang padahal dia yang menyembunyikan, atau mengatakan kepada seseorang ahli keluarganya mengalami kemalangan padahal tidak. Ketika orang yang ‘dikenakan’ tadi panik dan menangis, dia tertawa terbahak-bahak sambil mengatakan, ‘habis kamu, aku kenakan’

Di dalam musnad Ahmad, Abdurrahman bin Abu Laila menceritakan bahawa pada suatu ketika Rasulullah bersama beberapa orang sahabat dalam suatu perjalanan. Lalu tertidurlah salah seorang dari mereka. Kemudian salah seorang sahabat itu mendekati orang yang tidur dan mengambil anak panahnya sehingga membuatnya terjaga dan terkejut. Para sahabat lainnya pun tertawa. Melihat hal itu, Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda;

“Tidak halal bagi seorang muslim untuk menakut-nakuti muslim lainnya.” (HR. Ahmad)

Maka kedustaan dengan segala bentuknya adalah perbuatan dosa baik dilakukan dalam keadaan bersenda gurau mahupun serius. Dan meskipun dusta itu untuk membuat orang-orang seronok dan tertawa juga tetap berdosa. Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam juga bercanda, namun candaan beliau tidak keluar dari ketentuan kebenaran. Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda;

“Sesungguhnya aku juga bercanda, tapi aku tidak berkata kecuali yang benar.” (HR. Thabrani)

Maka hendaknya kita berusaha menjauhi sifat dan perilaku dusta, kerana dusta menunjukkan tabiat buruk seseorang. Betapa banyak perbuatan dusta yang dianggap biasa oleh orang ramai. Semoga kita menjadi orang-orang yang bertaqwa kepada Allah dan menjadi orang-orang yang jujur.*/Imron Mahmud

Sumber: hidayatullah.com

Translate »