Oleh : Samsul Nizar

Guru Besar & Ketua STAIN Bengkalis

Sungguh benar firman Allah : “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): ‘Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Ali-Imran 3: Ayat 191).

Di antara sekian banyak ciptaan-Nya namun jarang difikirkan adalah “bayang-bayang”. Secara ilmiah, bayang-bayang terjadi apabila cahaya terhalang sesuatu benda. Cahaya merambat dalam garis lurus. Bila cahaya terhalang sesuatu benda maka akan timbulah bayangan dari benda penghalang tersebut. Sungguh sederhana, namun banyak pelajaran dari “bayang-bayang” untuk dipetik dalam kehidupan.

Ibnu Qayyim al-Jauziyah mengibaratkan dunia seperti bayangan manusia. Beliau berkata, “Dunia ini ibarat bayang-bayang, ketika engkau kejar, maka  engkau tak akan dapat menangkapnya. Tapi, ketika engkau balikkan badanmu darinya, maka bayang-bayang tak punya pilihan lain kecuali mengikutimu.”

Kata bijak tersebut mempunyai makna sangat dalam. Bayang-bayang bagai kehidupan dunia. Dikejar tak mampu dikejar, bila ditangkap juga tak akan mampu diraih. Kehidupan dunia sebenarnya tak dapat kejar dan dikuasai dengan nafsu, apalagi untuk memperkaya diri dengan bayang-bayang duniawi. Makin manusia bernafsu untuk mengejar dunia, maka akan makin terasa ketakmampuan dan begitu lemah dirinya. Namun, ketika manusia berbalik arah membelakangi bayang-bayang (dunia) untuk mengejar cinta-Nya, maka dunia akan mengejar diri yang sedang mencari ridha-Nya.  Beda pengejaran bayang-bayang duniawi. Semakin dikejar, ia semakin menjauh. Sebab, ia hanya bisa sekedar dilihat tapi tak mampu dipegang (kuasai). Sedangkan mengejar cinta-Nya akan terasa. Semakin cinta-Nya dikejar, semakin Allah mendekat. Ketika manusia mampu menjadi khalifah fi al-ardh dengan pesan rahmatan lil ‘aalamiin, maka manusia akan berhasil menjadikan dunia sebagai media, bukan tujuan hidup. Tatkala hal ini mampu dilakukan, maka manusia akan tercukupi atas semua kebutuhan dunia yang dimilikinya.

Ada beberapa hal yang perlu dilakukan agar manusia tak diperbudak bayang-bayang, yaitu : Pertama, isi tujuan hidup sebagai “penghambaan pada-Nya”. Jadikan bayang-bayang dunia sebagai media, bukan tujuan. Bila dunia menjadi media, maka pilihannya adalah alat yang mampu menyampaikan diri pada Ilahi. Namun, bila dunia dijadikan tujuan, maka dunia akan membodohi setiap yang akan mengejarnya.

Kedua, isi meraih dunia dengan cara yang diajarkan oleh Rasulullah, maka manusia akan terbebas dari perbudakan dunia.

Rasulullah secara jelas memberi tauladan bagaimana dunia dikelola dengan kebijakan, bukan dikuasai dengan keangkuhan dan keserakahan. Dunia dikelola dengan amanah, bukan dikuasai dengan khianat. Ketiga, raih kehidupan dunia dengan istiqamah (tetap menjunjung tinggi ajaran agama) dan qana’ah (selalu merasa cukup atas apa yang diberikan-Nya). Hidup dengan penuh kesyukuran, bukan penuh kekufuran dengan menghalalkan semua cara.

Tampilan hanya mampu menipu bayang-bayang. Hiruk pikuk bayang-bayang sesuai dengan bentuk tampilan. Namun, semuanya hanya sebatas bayang-bayang. Ianya akan tergerus bagai sifat bayang-bayang. Tatkala sinar cahaya tak lagi menerangi diri, maka kehidupan bagaikan malam gulita. Gemerlap diri tak lagi berarti. Bayang-bayang akan hilang tak lagi bisa dicari. Sinar cahaya bagai jabatan yang disandang. Semua orang menumpang cahaya. Pilihan untuk menumpang karena sinar cahaya yang menyilaukan mata.

Namun, tatkala cahaya sirna, semua manusia akan berubah kiblat mendekati sosok lain yang memiliki cahaya. Sosok yang dulu bercahaya yang memantulkan bayang-bayang pun akan ditinggalkan, seiring hilangnya cahaya pada dirinya. Namun, bila manusia amanah dalam menerima cahaya, tatkala malam tiba, akan banyak kunang-kunang datang menerangi dirinya agar tetap memiliki bayang-bayang. Kunang-kunang bagaikan cinta-Nya Allah. Tatkala hamba memiliki cahaya dengan bayang-bayangnya, ia selalu ingat dengan Allah berikut aturan-Nya, maka ketika cahaya sirna, Allah tetap akan menerangi dengan cahaya-Nya agar hamba tetap mendapatkan bayang-bayang.

Sungguh begitu nyata dalam kehidupan. Namun, acapkali manusia lupa pada kebenaran dan tergiur oleh indah-indahnya bayang-bayang.

Dunia memang harus diraih. Bagai setiap diri tak bisa lepas dari bayang-bayang. Selama masih ada cahaya, bayang-bayang tak akan bisa disingkirkan. Namun, bijak tatkala cahaya menimbulkan bayang-bayang agar tak terlena indahnya bayangan. Dunia diraih dengan menjunjung tinggi norma Ilahi, melahirkan sosok manusia yang selamat menjalani amanah duniawi. Namun, bila norma Ilahi tak lagi diperduli, maka janji Allah adalah pasti dan tak perlu diragukan lagi.

Tampilan perilaku manusia yang terlalu mengejar bayang-bayang dan melupakan ajaran agama, berulang kali Allah sitir dalam al-Quran. Paling tidak, melalui QS. Ar-Rahman secara jelas Allah berpesan “Nikmat Allah yang mana lagi akan engkau dustakan”. Tak ada yang memperdulikan. Semua tertuju mengejar bayang-bayang dengan menghalalkan segala cara dan sejuta alasan. Semua pilihan ada pada diri setiap insan. Melalui akal, hati, panca indera, ayat tertulis bahkan hamparan ayat Allah yang begitu nyata. Sudah seharusnya manusia bijak dan bukan diperbudak. Apakah menjadikan bayang-bayang sebagai imam, atau biar bayang-bayang yang mengikuti diri yang menimbulkan bayang-bayang.

Wa Allahua’lam bi al-Shawwab

Translate »