Bulan Oktober 2020 pada kalender hijriyah memasuki bulan Rabi’ul Awal atau lebih familiar dengan istilah bulan Maulud. Sesuai namanya, bulan Maulud merupakan bulan kelahiran. Yakni, Bulan kelahiran Nabi Muhammad (semoga segala pujian dan keselamatan terhaturkan kepadanya).

Terdapat perbedaan pendapat mengenai tanggal kelahiran Nabi Muhammad. Pendapat yang paling masyhur adalah tanggal 12 Rabi’ul Awal yang bertepatan dengan tanggal 29 Oktober 2020 saat ini.

Memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad sejak dulu telah menuai perbedaan pendapat. Baru-baru ini, di media sosial beredar tentang pelarangan merayakan Maulid Nabi. Diiringi argumentasi bahwa Khulafa’ Rasyidin (Sahabat Abu Bakar, Umar, Ustman dan Ali) tidak merayakan Maulid.

Imam empat ahli hukum islam (Maliki, Hanafi, Syafi’i dan Hambali) juga tidak merayakan Maulid. Bahkan, Imam ahli hadits (Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi dan Nasa’i) pun tidak merayakan Maulid.

Lalu, disertai sebuah pertanyaan dan pernyataan “Apakah kamu (yang merayakan Maulid Nabi) lebih baik dari mereka?”

Penolakan merayakan Maulid Nabi muncul sebab dianggap tidak ada teks keagamaan yang menyinggung secara pasti tentang diperbolehkannya merayakan Maulid Nabi. Oleh sebab itu, acara Maulid Nabi merupakan perbuatan bid’ah.

Penolakan Maulid Nabi juga diasumsikan oleh faktor budaya. Budaya yang dikhawatirkan jika diikuti akan menyeret pengikutnya menjelma menjadi kaum tersebut. Memperingati Maulid disamakan dengan mengucapkan ulang tahun yang lahir dari budaya Nasrani dan Yahudi. Umat Islam tidak patut melakukan itu berdasarkan sebuah hadits Nabi, Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk bagian dari kaum tersebut.

Alasan lain, dikarenakan orang yang pertama kali merayakan Maulid Nabi adalah Ubaid bin Maimun al-Qoddah pemimpin Bani Fathimiyah yang seorang Yahudi dan mempunyai hubungan erat dengan kelompok Syi’ah.

Benarkah Demikian?

Memang benar, para Sahabat Nabi tidak merayakan Maulid (hari kelahiran Nabi). Sebab, para Sahabat adalah pelaku sejarah kehidupan Nabi. Para Sahabat ikut andil dalam perjuangan bersama Nabi. Dan telah tumbuh rasa cinta yang sangat kuat secara lahir dan batin dalam diri para Sahabat.

Bahkan, Acara Maulid sendiri yang berisi sholawat dan pitutur kisah Nabi Muhammad bersumber dari para Sahabat. Mereka tentu telah mendarah daging tentang sosok Nabi Muhammad.

Lantas bagaimana dengan Imam Madzhab dan Imam Hadits yang juga tidak merayakan Maulid Nabi?.

Generasi para Imam Mazhab dan Imam Hadits adalah generasi keemasan Islam. Imam Mazhab lahir pada periode tahun 700-an Masehi. Periode Imam Hadits pada tahun 800-an Masehi. Acara perayaan Maulid seperti yang kita kenal sekarang baru muncul sekitar tahun 1100-200-an Masehi. Jelas, para Sahabat dan Imam hidup lebih dulu dan termasuk generasi Sahabat, Tabi’in dan at-Tabi’it-Tabi’in generasi yang secara waktu masih dekat pada zaman Nabi Muhammad.

Pernyataan bahwa Maulid yang pertama kali merayakan adalah Ubaid bin Maimun dari Bani Fathimiyah menjadi alasan penolakan maulid Nabi. Disebutkan bahwa Ubaid seorang Yahudi. Pendapat lain, Ubaid adalah seorang Syi’ah. Oleh sebab itu, Maulid dinilai bukan Budaya Islam.

Namun, Muslim yang merayakan Maulid Nabi percaya bahwa yang pertama kali menginisiasi perayaan Maulid Nabi adalah Raja Irbil, Baghdad (Irak). Terinspirasi oleh Shalahuddin al-Ayyubi yang sekaligus ipar Raja tersebut. Pada kurun waktu tahun 1100-an hingga 1200-an Masehi.

Saat itu, Acara Maulid Nabi bertujuan untuk membakar semangat kaum muslimin. Sekaligus menumbuhkan rasa cinta kepada Nabi Muhammad dan syari’atnya. Pada saat yang bersamaan, Perang Salib sedang berkecamuk.

Menyamakan kata dan makna antara Maulid dan ulang tahun berisiko pada makna yang menyertai keduanya. Sekilas, memang sama antara kata Maulid dan ulang tahun. Namun, Maulid Nabi adalah momentum bersejarah umat islam sedangkan ulang tahun umum dialami setiap orang.

Kerancuan ini yang menyeret Acara Maulid Nabi dianggap sebagai warisan budaya Yahudi dan Nasrani yang tidak patut umat Islam ikuti.

Maulid Nabi adalah sebuah acara yang berisikan Puji-pujian kepada Allah, Pembacaan Shalawat, dan hikmah kisah Nabi Muhammad. Menariknya, Sholawat merupakan perbuatan yang pasti diterima Allah. Bahkan, dalam keadaan pamer sekalipun.

Keutamaan Shalawat inilah yang menjadi jati diri dalam acara Maulid. Sehingga, perayaan Maulid bukan hanya pada waktu bulan Maulid saja. Bahkan, praktek keagamaan masyarakat indonesia merayakannya sepanjang tahun.

Keistimewaan Sholawat kepada Nabi sangat jelas tertera dalam surah al-Ahzab ayat 56, Allah, seluruh malaikat, dan orang-orang mukmin bersholawat kepada Nabi Muhammad.

Jika menolak merayakan Maulid disebabkan tidak ada dalil, itu benar. Tetapi, dalil tentang Shalawat Nabi banyak sekali tidak terelakkan. Maulid sendiri berisikan Sholawat kepada Nabi Muhammad.

Jika menolak merayakan Maulid disebabkan itu adalah acara orang Yahudi, itu tidak benar. Tidak mungkin orang Yahudi membuat sebuah acara berisikan sholawat kepada Nabi Muhammad. Mereka saja membenci Nabi Muhammad kok.

Mengapa Maulid Nabi tetap dirayakan meski setiap tahun muncul penolakannya?

Sebab, rasa cinta umat kepada Nabi Muhammad. Selalu ingin membaca kisah-kisahnya, selalu ingin bersholawat kepadanya. Bayangkan, Abu Lahab saja dapat diskon keringanan siksa neraka pada hari senin. Sebab pada hari itu Abu Lahab turut bahagia dengan lahirnya Nabi Muhammad.

Setidaknya, nikmat syafa’at seperti Abu Lahab yang penulis ingin dapatkan.

Sumber : qureta.com

Translate »