Kesederhanaan bukanlah sekadar jargon dan seruan tanpa praktikal. Itu sebabnya, sesudah Khalifah menerapkan hidup yang sederhana pada diri dan keluarganya, ia menekankan hal itu kepada bawahannya, termasuk para gubernur di daerah-daerah. Tidak heran, Umar terus bertanya kepada rakyat tentang pendapat mereka yang berkaitan dengan gubernur.

Suatu ketika, ada utusan masyarakat dari daerah Homs yang menemui Khalifah. la pun bertanya kepada mereka tentang gubernur Homs yang bernama Abdullah bin Qarth. Mereka menjawab, “Beliau adalah sebaik-baik gubernur seandainya ia tidak membangun rumah yang megah untuk dirinya sendiri.”

Umar bertanya heran, “Rumah yang megah? Dan dia meninggikan dirinya atas umat? Wah-wah, hai Ibnu Qarth.”

Maka, dikirimlah seorang utusan dan dipesankan kepadanya, “Mulailah dengan rumah itu, bakar pintunya dan bawa ia ke sini.”

Ketika gubernur Homs itu sudah tiba di Madinah, Umar tidak menerimannya selama tiga hari. Barulah pada hari keempat Khalifah menyuruhnya menghadap ke tempat yang telah ditentukan, yaitu Harrah, tempat menggembala ternak.

Bagi Umar, kemuliaan seorang pemimpin bukan terletak pada pakaian atau kenderaannya yang mewah, dan semua itu ia tunjukkan kepada para sahabatnya. Suatu ketika, Khalifah Umar berkunjung ke rumah Abu Ubaidah. Jalan yang harus dilalui adalah aliran sungai yang berair deras. Umar turun dari untanya lalu terjun menyeberangi sungai itu. Salah seorang anggota rombongan mempertanyakan apa yang dilakukannya itu, “Apa ini, wahai Umar?. Sesungguhnya, kita memasuki negeri yang penduduknya sangat menjaga gengsi. Demi Allah, wahai Umar, andaikan penduduk negeri ini melihat apa yang engkau lakukan, mereka tidak akan menghormatimu.”

Mendengar hal itu, dengan tegas Khalifah Umar membantah pernyataan sahabatnya itu, “Celaka kamu, dahulu kita adalah bangsa yang paling hina, kemudian kita beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Bila kita membanggakan sesuatu selain keimanan ini, niscaya kita akan dibiarkan Allah dengan sesuatu itu. Dan tentu kita akan menjadi bangsa yang paling hina di antara penduduk bumi.”

Umar kemudian melanjutkan perjalanan menuju rumah Abu Ubaidah dalam keadaan pakaian basah. Setibanya disana, ia dapati Abu Ubaidah duduk di atas tikar yang lusuh dan makanan yang sederhana dengan daging dendeng dan garam. la lalu berkata, “Kami semua berwajah dunia, kecuali engkau wahai Abu Ubaidah.”

Pada kesempatan lain, seorang utusan Raja Romawi datang hendak menemui Khalifah Umar. Kepada beberapa orang sahabat yang sedang berkumpul ia bertanya, “Dimana Amir kalian?.”

Para sahabat kemudian menunjuk ke arah sebuah pohon yang dibawahnya Khalifah Umar sedang tidur dengan berbantal batu bata. Maka, utusan itu berkata, “Engkau telah berbuat adil. Karena itu, engkau aman dan boleh tidur tenang, wahai Umar.”

Kesederhanaan yang ditunjukkan oleh seorang pemimpin akan sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat dan bangsa yang dipimpinnya. Itulah yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab dan para pemimpin lainnya yang memimpin dengan gemilang.

Dari kisah di atas, pelajaran yang dapat kita ambil adalah:

1. Mengukur kesejahteraan masyarakat bukanlah dari kemewahan yang ditampilkan, tapi justeru kesederhanaan itulah yang membuat masyarakat menjadi sejahtera.

2. Pemimpin yang tidak sederhana sangat sulit mewujudkan kesejahteraan meskipun negerinya memiliki kekayaan yang banyak.

Oleh: Drs. H. Ahmad Yani

Translate »