Rajin salat, zikir, baca Al Quran atau berpuasa bukan ukuran pada kesolehan. Pada masa Nabi saw para sahabat pernah takjub dengan ibadah (salat, zikir, puasa, bacaan Al Quran) seseorang dikalangan mereka. Ketika ketakjuban mereka diceritakan kepada Nabi saw, tiba-tiba orang yang dimaksudkan itu muncul dan Nabi saw berkata, “Kalian menceritakan orang yang wajahnya dipenuhi bercak-bercak syaitan.” Orang itu membaca Al Quran tidak sampai melewati tenggorokannya (tidak sampai ke hatinya). Ke mana-mana membawa kesombongan dan provokasi kebencian dan permusuhan.

Pernah juga diceritakan kepada Nabi saw., seorang wanita yang rajin salat malam dan berpuasa tetapi lisannya dipenuhi kata-kata kotor, keji, yang menyakiti tetangganya, dan Nabi saw. berkata, “Tidak ada kebaikan sama sekali pada wanita itu. Dia di neraka.”

Kalau begitu, apa ukuran kesolehan?

Orang saleh itu berakhlakkan Al Quran, menjadikan Al Quran sebagai perangai (akhlak) yang Allah swt tunjukkan pada Shurah Nabi saw dan itulah Akhlak Allah swt. Melakukan ibadah apa pun yang tidak menghasilkan akhlak Al Quran pasti bukan ukuran kesolehan. Akhlak Nabi saw. adalah Al Quran, kata Aisyah. Salah satu akhlak Al Quran yang paling penting adalah berhati damai dan menebarkan kedamaian.

Oleh kerana itu, betapa indah dan dalam ketika Imam Ja’far aş-Şādiq r.a., cucu Rasulullah saw., menasihatkan, “Jika Anda ingin mengetahui kedalaman agama seseorang, janganlah lihat dari betapa banyaknya ia salat dan puasa, melainkan lihatlah bagaimana ia memperlakukan orang lain.”

Susunan Ibnu Majid

Translate »