Sebagai khalifah, Umar bin Khattab sangat memperhatikan kehidupan rakyatnya. Bahkan, untuk menge- tahui hal itu, Umar tidak mengandalkan para petugas bawahannya, melainkan terjun langsung melakukan pengawasan, la juga suka melakukan sesuatu yang sangat jarang dilakukan oleh para pemimpin, yakni ronda malam. Meski tidak terkait dengan adanya tindak kejahatan, dari kegiatan ini la hanya ingin tahu langsung keadaan rakyatnya di waktu malam.

Ketika Umar sedang berkeliling kampung pada suatu malam yang semakin larut, tidak hanya mata yang ngantuk, melainkan juga badan dan kaki sudah terasa lelah. Maka, Umar bersama pembantunya, Aslam, bersandar di dinding suatu rumah yang sangat sederhana. Tiba-tiba, terdengar suara percakapan dari dalam rumah itu, “Nak, perasan susu kita hari ini hanya sedikit. Agar kita dapat untung yang sama dengan hari kemarin, sebaiknya kita campur saja susu ini dengan air.”

“Jangan bu, itu namanya perbuatan tidak jujur. Lagi pula, Ibu kan tahu bahwa khalifah Umar telah menegaskan agar para penjual susu murni tidak mencampur susukan ngan air untuk mendapatkan keuntungan yang banyak”

Umar mulai paham setelah mendengar kalimat ini. Rupa-rupanya, ini adalah percakapan seorang Ibu penjual susu murni dengan anak gadisnya. Selanjutnya, Umar mendengar lagi kalimat dari sang Ibu, “Ah! Telah banyak orang yang melanggar peraturan itu. Ibu kira tidak ada salahnya bila kita mencampur susu dengan air. Tujuan kita kan bukan untuk mencari keuntungan besar. Kita hanya ingin agar keuntungan kita hari ini sama dengan hari kemarin. Sebab, jika tidak begitu, perolehan kita tidak cukup untuk biaya makan sehari.”

“Tapi, apakah Ibu tidak takut ketahuan oleh Khalifah Umar?,” tanya sang anak.

“Khalifah Umar tidak akan tahu, Nak! la saat ini tentu sedang enak tidur di rumahnya. Mana ia tahu kesulitan kita,” tegas sang Ibu.

“Bu, Khalifah Umar mungkin saja tidak tahu dengan penderitaan dan apa yang kita lakukan, tapi Tuhannya Khalifah Umar, Tuhan kita juga pasti mengetahuinya,” kata sang anak meyakinkan, “Pokoknya, aku tidak mau mentaati Allah di saat ramai-ramai lalu mendurhakainya dikala sepi,” tegas sang anak.

Umar dan Aslam bagai terpaku pada dinding rumah yang di dalamnya terdapat seorang ibu dengan anak gadisnya yang mempertahankan kejujuran.

“Tandai rumah ini, Aslam,” kata Umar kepada pembantunya itu.

Setelah itu, Umar meninggalkan rumah dan kampung itu. Keesokan harinya, Umar memerintahkan kepada Aslam untuk mendatangi kampung itu dan mencari informasi tentang gadis anak tukang susu itu. Aslam pun datang dan menanyakan kepada masyarakat di sana tentang penilaian mereka terhadap anak tukang susu itu. Ternyata, semuanya berpendapat bahwa dia adalah gadis yang shalehah dan selalu menunjukkan kejujuran, meskipun hidup dalam keadaan miskin.

Oleh karena itu, Umar memanggil anaknya, yang bernama Ashim untuk menawarkan kepadanya guna menikah dengan gadis anak tukang susu itu. Ketika hal itu disampaikan kepadanya, Ashim menjawab, “Ayah tentu tahu aku dan siapa wanita yang cocok untuk menjadi istriku. Karena itu, aku tidak menolak wanita yang ayah tawarkan kepadaku.”

Umar amat senang mendengar jawaban anaknya itu. Alhasil, segeralah Umar mendatangi lagi kampung itu dan mendatangi rumah penjual susu itu. Tentu saja, hal ini membuat ibu dan anak gadisnya itu amat terkejut. Mereka menjadi lebih terkejut lagi karena ternyata Umar bermaksud meminang sang gadis untuk dijodohkan dengan anaknya.

Dari pernikahan ini, lahirnya seorang anak perempuan yang diberi nama dengan Laila, atau lebih dikenal dengan Ummu Ashim. Sesudah dewasa, Ummu Ashim menikah dengan Abdul Aziz bin Marwan. Dari perkawinan ini lahirlah seorang anak laki-laki yang diberi nama dengan Umar, yakni Umar bin Abdul Aziz, yang kemudian menjadi khalifah yang cemerlang sebagaimana Umar bin Khattab.

Masih banyak cerita lain tentang bagaimana Umar bin Khattab sedemikian besar perhatiannya kepada rakyatnya. Pada malam hari Umar seringkali mengunjungi rakyatnya dari rumah ke rumah. Hal itu ternyata dilihat oleh sahabat Thalhah. Keesokan harinya, Thalhah mendatangi rumah seorang nenek yang sudah tidak mampu berjalan, sebuah rumah yang telah didatangi oleh Umar bin Khattab dalam beberapa malam. la bertanya kepada si nenek itu, “Ada urusan apa Khalifah Umar datang kemari semalam?.”

Wanita itu menjawab, “Sudah lama ia berbuat seperti itu. la melayani keperluanku dan menghiburku dikala sedih.”

Mendengar hal itu, Thalhah berkata, “Celaka engkau Thalhah, karena engkau selalu kalah dengan Umar.” Begitu Thalhah menyesali dirinya.

Dari kisah di atas, pelajaran yang dapat kita ambil adalah:

1. Pemimpin yang ideal salah satunya adalah mau mengetahui keadaan rakyat yang dipimpinnya.

2. Banyak persoalan yang dihadapi masyarakat tidak cepat teratasi karena pemimpin tidak peduli dengan keadaan masyarakatnya, bahkan tahu saja tidak terhadap keadaan masyarakatnya.

Oleh: Drs. H. Ahmad Yani

Translate »