Jakarta – Hari kiamat digambarkan sebagai peristiwa kehancuran alam semesta yang begitu dahsyat. Hanya orang-orang tertentu yang akan merasakan huru-hara tersebut.
Janji datangnya kiamat telah disebutkan dalam Al-Qur’an surah Al Hajj ayat 7. Allah SWT berfirman,
وَّاَنَّ السَّاعَةَ اٰتِيَةٌ لَّا رَيْبَ فِيْهَاۙ وَاَنَّ اللّٰهَ يَبْعَثُ مَنْ فِى الْقُبُوْرِ
Artinya: “Sesungguhnya kiamat itu pasti datang, tidak ada keraguan padanya dan sesungguhnya Allah akan membangkitkan siapa pun yang di dalam kubur.”
Tidak ada yang tahu kapan hari kiamat akan terjadi, kecuali Allah SWT. Meski demikian, menurut hadits yang berasal dari Abu Syuraihah Hudzaifah bin Usaid, kiamat akan terjadi setelah munculnya 10 tanda-tanda besar. Rasulullah SAW bersabda,
“Kiamat tidak akan terjadi sebelum kalian melihat sepuluh tanda-tandanya: (1) terbitnya matahari dari barat, (2) asap, (3) binatang melata, (4) munculnya Ya’juj dan Ma’juj, (5) keluarnya Dajjal, (6) munculnya Isa bin Maryam, (7) tiga gerhana; gerhana di barat (8) gerhana di timur, (9) gerhana di Jazirah Arab, (10) api yang keluar dari dasar Aden yang menggiring manusia atau mengumpulkan manusia dan bersama mereka di mana saja berada.” (HR Muslim, Ahmad, dan lainnya. Ibnu Katsir mengatakan hadits ini shahih)
Disebutkan dalam Kitab An-Nihayah fi al-Fitan wa al-Malahim karya Imam Ibnu Katsir dan diterjemahkan oleh Ali Nurdin, orang yang kelak menjumpai dahsyatnya hari kiamat adalah seburuk-buruknya manusia. Hal ini bersandar pada riwayat yang berasal dari Abdullah, bahwa Rasulullah SAW bersabda,
“Kiamat itu tidak akan terjadi, kecuali pada seburuk-buruknya manusia.” (HR Ahmad dan dinilai shahih. Imam Muslim juga meriwayatkan dalam Shahih-nya)
Dalam redaksi lain dikatakan, “Seburuk-buruk manusia adalah orang-orang yang menjumpai kiamat dalam keadaan hidup.”
Imam Ibnu Katsir juga menyebut bahwa kiamat hanya terjadi pada orang yang tidak mengingkari kemungkaran dan tidak menyeru pada yang makruf. Pernyataan ini memiliki dua maksud.
Pertama, kata Imam Ibnu Katsir, orang yang tidak mengingkari kemungkaran adalah mereka yang tidak mencegah orang lain ketika melihatnya melakukan kemungkaran dan lainnya. Hal ini diekspresikan dalam sabda Nabi SAW, “Hingga tidak diucapkan Allah, Allah.”
Kedua, maksudnya adalah hingga Allah SWT tidak disebutkan di bumi dan nama-Nya tidak dikenal di sana. Hal ini terjadi ketika zaman sudah rusak, banyak kekafiran, kefasikan, dan kemaksiatan. Sebagaimana sabda Nabi SAW,
“Kiamat tidak akan terjadi sampai bumi tidak diucapkan: La Ilaaha illallaah (tiada tuhan selain Allah).” (HR Ahmad)
Menurut Syaikh Hanafi Al-Mahlawi dalam Kitab Ayyamullah dan diterjemahkan oleh Yasir Maqosid, orang yang dimaksud dalam hal ini adalah orang-orang yang selama di dunia tidak disiksa tetapi ditangguhkan hingga hari dahsyat ini terjadi.
Dikatakan, merekalah orang-orang yang akan digiring bersama para setan, karena sahabat-sahabat utama mereka selama di dunia adalah setan. Mereka itu orang yang tidak menyembah Allah SWT.
“Mereka adalah orang-orang munafik yang telah berkomplot dalam urusan bermaksiat kepada Allah. Bahkan, sebagian di antara mereka menjadikan sesembahan-sesembahan selain Allah,” ujar Syaikh Hanafi Al-Mahlawi.
Sementara itu, menurut hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amru, orang yang akan menjumpai dahsyatnya hari kiamat tersebut adalah manusia yang berperilaku jelek dan bodoh. Rasulullah SAW bersabda,
“…kemudian Allah SWT mengirimkan angin dingin dari arah Syam mencabut roh setiap orang yang berada di muka bumi yang memiliki iman walau sebiji sawi, sehingga sekalipun di antara kalian ada yang masuk ke dalam perut gunung, angin itu akan mengikutinya dan mengambil rohnya. Tinggallah di muka bumi manusia yang berperilaku jelek, bodoh seperti burung dan akalnya seperti binatang buas yang tidak mengenal kebaikan dan tidak mengingkari kemungkaran.” (HR Muslim)
Wallahu a’lam.
Sumber : detik.com
Recent Comments