Perkuburan Baqi, yang masyhur dikenal dengan istilah Jannat al-Baqī’ (kebun atau taman Surga) dan juga Baqī’ al-Gharqad (taman pepohonan kecil) adalah tempat pemakaman bagi keluarga, istri, anak, sahabat Nabi Muhammad Shalawllahu ‘alaihi Wassallam (saw) dan masyarakat Madinah juga jemaah Haji dan Umrah yang meninggal di Kota Suci tersebut.

Al-Baqī’, sebagai sebuah tempat perkuburan, mempunyai keutamaan dan keagungan tersendiri dibanding tempat-tempat perkuburan yang lain. Hal ini bukan hanya dilandaskan pada siapa yang dikuburkan di sana, melainkan juga siapa yang menziarahi perkuburan tersebut pada masa lalunya. Setidaknya beberapa hadits berikut bisa menjadi landasannya:

“Kesejahteraan atas kamu tempat tinggal orang-orang yang beriman, dan telah datang pada kamu barang apa yang telah dijanjikan untukmu, kamu ditangguhkan hingga hari esok dan dengan izin Allah kami akan mengikuti kamu, wahai Allah, ampunilah penghuni-penghuni Baqi’ Al-Gharqod”. (H.R. Muslim).

Rasulullah  bersabda: “Aku adalah orang pertama yang akan dikeluarkan dari bumi pada hari kiamat, dan aku adalah orang pertama yang akan dibangkitkan. Aku, Abu Bakar ra. dan Umar ra. keluar menuju pemakaman Baqi`, kemudian mereka semua dibangkitkan, lalu penduduk Mekah. Kemudian semuanya berkumpul memenuhi antara Dua Tanah Haram, Madinah dan Mekah).”

Abdullah bin Umar menceritakan, bahwa Rasulullah telah bersabda, “Barang siapa yang mati di Kota Madinah hendaklah dia mati, sesungguhnya aku memberikan syafa`at bagi yang mati di dalamnya.” Ada lagi sabda Rasulullah yang mengatakan: “Barang siapa yang mati di salah satu dua kota suci (mekah dan Madinah) maka kelak dia akan dibangkitkan dalam keadaan aman pada hari Kiamat.”

Dari cerita ‘Aisyah, bahwa Rasulullah keluar di  malam hari untuk  mengunjungi perkuburan Baqi’ dan memohon ampunan serta istigfar untuk mereka yang dikuburkan di komplek tersebut. (H.R. Muslim).

Adapun yang dikuburkan di sana antara lain:

  1. Para putri Nabi Saw.: Sayyidina Ibrahim bin Muhammad, Sayyidah Ummi Kultsum radhiyallahu anha (Ra), Sayyidah Ruqoyyah ra., Sayyidah Zainab ra.
  2. Para ahlul bait Nabi: Sayyidah Fathimah ra., Abbas bin Abdul Muthallib ra., Sayyidina Hasan bin Ali ra., Kepala Sayyidina Husein bin Ali ra. (menurut sebagian pendapat), Zainal Abidin bin Husein bin Ali ra., Muhammad Albaqir bin Zainal Abidin ra., Ja’far Shodiq bin Muhammad Albaqir ra., Sayyidina Ali karomallahu wajhah (menurut imam Samhudi).
  3. Para Istri Nabi: Sayyidah Aisyah bin Abu Bakar ra., Sayyidah Saudah binti Zum’ah ra., Sayyidah Hafshoh binti Umar bin Khattab ra., Sayyidah Zainab binti Khuzaimah ra., Sayyidah Umi Salamah binti Abi Umayyah ra., Sayyidah Juwairiyah binti Harits ra., Sayyidah Umi Habibah/Ramlah binti Abi Shofyan ra., Sayyidah Shofiyah binti Huyay bin Akhthob ra., Sayyidah Zainab binti Jahsy ra.
  4. Keluarga Hasyim ra : Uqail bin Abi thalib ra., Abdullah bin Ja’far Atthayar ra., Abi Shofyan bin Harits bin Abd. Muthallib ra.
  5. Imam Malik Bin Anas Imam Nafi’ bin Abi Nu’aim ra.
  6. Utsman Bin Madh’un ra., Abdurrahman bin Auf ra., Sa’d bin Abi Waqos ra., As’ad bin Zurarah ra., Khunais bin Hudzafah ra., Fathimah binti Asad (ibunda sayyidina Ali).

Untuk sahabat nabi sendiri, menurut Qadhi ‘Iyad dari Imam Malik berkata, “Ada sekitar 10.000 sahabat meninggal dunia di kota Madinah dan dimakamkan di pemakaman Baqi”.

Menurut riwayat yang mashur sahabat nabi dari kalangan Anshar yang pertama kali dikubur di Baqi adalah As’ad bin Zararah Al-Ansari ra. yang meninggal setelah sembilan bulan Rasulullah hijrah. Sedang dari kalangan sahabat Muhajirin adalah Utsman bin Maz’um ra. yang meninggal setelah perang Badar pada tahun ke-2 Hijriyah.

Ada juga yang berpendapat bahwa sahabat pertama yang dimakamkan di al-Baqi adalah Utsman bin Maz’um, yang wafat 3 (tiga) Sya’ban tahun 3 (tiga) hijriyah. Rasulullah memerintahkan menanam pepohonan di sekitar pusaranya. Rasul juga meletakkan dua buah batu di antara makam sahabatnya itu.

Satu tahun kemudian putra Rasulullah Ibrahim wafat saat masih bayi (umur 18 bulan). Dengan derai air mata Rasulullah memakamkan putranya tercinta itu di al-Baqi. Sejak itulah penduduk Madina ikut juga memakamkan sanak saudaranya di al-Baqi. Apalagi setelah mendengar sabda Rasulullah, ”Salam sejahtera untukmu wahai orang yang beriman. Jika Allah berkenan, kami akan menyusulmu. Ya Allah, ampunilah ahli kubur al-Baqi.”

Kuburan Khalifah Usman bin Affan semula berada di luar al-Baqi, namun belakangan karena perluasan makam maka ia termasuk di al-Baqi. Imam Malik bin Anas juga dimakamkan di al-Baqi. Tak pelak lagi al-Baqi adalah tempat amat bersejarah bagi Kaum Muslimin di seluruh jagat raya.

Tragedi al-Baqi

Masih terngiang dan tergambar jelas dalam ingatan kita, bahwa dalam suasana Idul Fitri, Rabu, 8 Syawal 1345 Hijriah bertepatan dengan 21 April 1925 terjadi tragedi yang sangat disayangkan dan tak dikehendaki oleh semua muslim non Wahabi, yakni sebuah aksi penghancuran –meratakan dengan tanah pemakaman Jannatul al-Baqi di Madinah atas perintah Raja Ibnu Saud.

Setelah itu pada tahun yang sama Raja Ibnu Saud yang Wahabi  (Aliran keagamaan yang didirikan oleh Muhamad bin Abdul Wahab) itu menghancurkan makam orang-orang yang disayangi Rasulullah Saw (ibunda, istri, kakek dan keluarganya) di Jannat al-Ma’la (Mekah).

Peluluhlantakan situs bersejarah dan mulia oleh Wahabi itu terus berlanjut hingga sekarang. Menurut beberapa ulama apa yang terjadi di tanah Arabia itu adalah bentuk nyata konspirasi Yahudi melawan Islam, di bawah kedok Tauhid. Sebenarnya, tujuan utamanya adalah secara sistematis ingin menghapus pusaka dan warisan Islam yang masih tersisa agar Kaum Muslim terputus dari sejarah Islam.

Berabad-abad lamanya al-Baqi tetap keramat dengan berbagai perbaikan bangunan yang diperlukan. Semula perkuburan Baqi ini banyak yang berkubah dan bernisan dengan nama dan tanggal kematian sang mayat –sebagai identitas dan juga penghormatan terhadap mayat. Apalagi yang diperkuburan itu orang-orang yang sangat disayangi (keluarga, anak dan sahabat) nabi sendiri. Selain itu juga makam-makam orang soleh yang luhur.

Selain perkuburan ini dikenal dengan kubah-kubahnya yang tinggi, menurut salah satu riwayat dibangun oleh sahabat nabi, Mu’ awiyah bin Abu Sufyan, juga dikenal banyak pepohonan kecil yang ditanam di antara batu-batu nisan tersebut. Hal ini dimaksudkan, selain sebagai tanda penghormatan dan tanda pengenal sang pemlik kubur, juga sebagai pelindung para peziarah agar nyaman dan sejuk –terhindar dari sengatan panasnya matahari dan angin padang pasir.

Namun itu semua berakhir di abad ke-19 kala Wahabi muncul menguasai wilayah Hizaj, khususnya Arab Saudi. Mereka menajiskan pusara mulia dan menunjukkan sikap kurangajar pada para keluarga, sahabat nabi dan ulama-ulama yang dimakamkan di sana. Muslim yang tidak sependapat dicap sebagai kafir dan dikejar-kejar untuk dibunuh.

Ahlul Bid’ah Wahabi percaya menziarahi makam dan pusara Nabi, para sahabat, para wali dan para syuhada adalah pemujaan terhadap berhala dan pekerjaan yang tidak Islami. Mereka yang melakukannya pantas dibunuh dan harta bendanya dirampas.

Sejak 1205 Hijriah hingga 1217 Hijriah Kaum Wahabi mencoba menguasai Semenanjung Arabia namun gagal. Akhirnya 1217 Hijriah mereka berhasil menguasai Thaif dengan menumpahkan darah muslim yang tak berdosa. Mereka memasuki Mekah tahun 1218 Hijriah dan menghancurkan semua bangunan dan kubah suci, termasuk kubah yang menaungi sumur Zamzam.

Tahun 1221, Kaum Wahabi masuk kota Madinah, lalu melibas pusara al-Baqi dan semua mesjid yang mereka lewati. Al-Baqi pun diratakan dengan tanah tanpa menyisakan apa pun, termasuk nisan atau pusara. Belum puas dengan tindakan barbarnya Kaum Wahabi memerintahkan tiga orang kulit hitam yang sedang berziarah ke pusara Nabi untuk menunjukkan tempat persembunyian harta benda.

Raja Ibnu Saud merampas harta benda itu untuk dirinya sendiri. Kaum Wahabi juga mencoba menghancurkan pusara Rasulullah tersebut, namun entah dengan alasan apa usaha gila itu dihentikan.

Perbaikan Situs Pusara Al-Baqi

Muslim seluruh dunia mengutuk tindakan Saudi dan mendesak khalifah kerajaan Otoman menyelamatkan situs-situs bersejarah dari kehancuran. Di bawah pimpinan Muhammad Ali Basha mereka menyerang Hijaz, dengan bantuan suku-suku setempat, akhirnya mereka mengusir kaum Wahabi (raja Saudiyah). Lalu ia mengatur hukum dan pemerintahan di Hijaz, khususnya Mekah dan Madinah. Sekaligus mengusir keluarga al-Saud.

Muslim di seluruh dunia bergembira. Bahkan di Mesir perayaan digelar selama 5 hari. Tak diragukan lagi kegembiraan karena mereka bisa pergi haji dan pusara mulia pun diperbaiki lagi.

Tahun 1818 Masehi Khalifah Ottoman Abdul Majid dan penggantinya Abdul Hamid dan Mohammad, merekonstruksi semua tempat suci, memperbaiki semua warisan Islam yang penting. Dari 1848 hingga 1860, biaya perbaikan telah mencapai 700 ribu Poundsterling. Sebagian besar dana diperoleh dari uang yang terkumpul di makam Rasulullah.

Kerajaan Ottoman telah mempercantik Madinah dan Mekah dengan memperbaiki semua bangunan keagamaan dengan arsitektur bercita rasa seni tinggi. Richard Burton, yang berkunjung ke makam Rasulullah tahun 1853 dengan menyamar sebagai muslim asal Afghanistan dengan nama Abdullah mengatakan Madinah dipenuhi 55 mesjid dan kuburan suci.

Orang Inggris lain yang datang ke Madinah tahun 1877-1878 melukiskan keindahan yang setara dengan Istambul. Ia menulis tentang dinding putih, menara berhias emas dan rumput yang hijau.

Tragedi Terulang Lagi

Tahun 1924 Wahabi masuk ke Hijaz untuk kedua kalinya, pun dibarengi dengan pembantaian dan perampasan yang lebih dahsyat. Sampai-sampai orang-orang yang ada di jalan pun  dibantai. Perempuan dan anak-anak tak terkecuali menjadi korban. Rumah-rumah diratakan dengan tanah.

Awn bin Hashim menulis: “Lembah-lembah dipenuhi kerangka manusia, darah kering berceceran di mana-mana. Sulit untuk menemukan pohon yang tidak ada satu atau dua mayat tergeletak di dekat akarnya”.

Kota suci Madinah akhirnya menyerah setelah digempur habis Kaum Wahabi. Semua warisan Islam dimusnahkan. Pusara Sang Syahid Hamzah bin Abdul Muthalib (paman Nabi) beserta syahid perang Uhud lainnya dihancurkan. Masjid Nabi dilempari. Hanya pusara Nabi Saw yang tersisa.

Hal ini tak lain dan tak bukan kecuali karena menyelamatkan kaum muslim dari kesyirikan (dosa besar).  Seperti apa yang dikatakan Ibnu Jabhan (Ulama Wahabi), alasan mengapa ia (kaum Wahabi) merasa harus meratakan hubah dan pusara itu termasuk juga makam Nabi Saw adalah karena, ”Kami tahu nisan di makam Rasulullah bertentangan dengan akidah dan mendirikan mesjid di pemakamannya adalah dosa besar.”

Kecaman dan Protes pun Menghujani Raja Saud

Pelbagai protes dan kecaman muslim interrnasionalpun menghujani Raja Saud atas apa-apa yang diperbuatnya (menghancurkan dan meratakan situs-situs budaya Islam). Setelah protes dari Kaum Muslim dunia itu menghujam, Ibnu Saud berjanji akan memperbaiki bangunan bersejarah tersebut. Namun janji itu tidak pernah ditempati.

Ibnu Saud juga berjanji Hijaz akan dikelola pemerintahan multinasional, khsusnya menyangkut Madinah dan Mekah. Namun janji itu tinggalah janji, tanpa ada ada realisasi.

Tahun 1926 protes massal kaum muslim bergerak di seluruh dunia, termasuk di Iran, Irak, Mesir, Indonesia dan Turki. Mereka mengutuk tindakan barbar Saudi Wahabi. Resolusi diluncurkan dan daftar kejahatan wahabi dibuat. Daftar kejahatan Wahabi itu antara lain:

  1. Penghancuran dan penodaan tempat suci, termasuk rumah kelahiran Nabi, pusara Bani Hasyim di Mekah dan Jannat al-Baqi (Madinah), dan penolakan wahabi pada muslim yang melafalkan al-fatihah di makam-makam suci tersebut.
  2. Penghancuran tempat ibadah di antaranya Masjid Hamzah, Masjid Abu Rasheed, dan pusara para Imam dan sahabat.
  3. Memaksa muslim mengikuti ajaran Wahabi dan menghapus aturan atas keyakinan yang diajarkan para Imam mazhab.
  4. Pembantaian para sayid di Thaif, madina, Ahsa dan Qatif.
  5. Meratakan kuburan para Imam di al-Baqi yang sangat di hormati kaum Syiah.

Sedangkan daftar makam dan tempat tinggal yang juga ikut dihancurkan Kaum Wahabi sebagai berikut:

  1. Pemakaman al-Mualla di Mekah termasuk pusara isteri tercinta Nabi, Sayidah Khadijah binti Khuwailid, makam Ibunda Rasul Siti Aminah binti Wahhab, makam paman Rasul Abu Thalib (Ayahnya Ali bin Abu Thalib) dan makam kakek Nabi Abdul Muthalib.
  2. Makam Siti Hawa di Jedah.
  3. Makam ayahanda Rasul Abdullah bin Abdul Muthalib di Madinah.
  4. Rumah duka (baytl al-Ahzan) Sayidah Fatimah di Madinah.
  5. Masjid Salman al-Farisi di Madinah.
  6. Masjid Raj’at ash-Shams di Madinah.
  7. Rumah Nabi di Madinah setelah Hijrah dari Mekah.
  8. Rumah Imam Ja’far al-Shadiq di Madinah.
  9. Komplek (mahhalla) bani Hasyim di Madinah.
  10. Rumah Imam Ali bin Abi Thalib tempat Imam Hasan dan Imam Husein dilahirkan.
  11. Makam Hamzah dan para syuhada Uhud di gunung Uhud.

Demikianlah sedikit pemaparan terkait keberadaan dan nasib situs-situs sejarah Islam pada abad pertama Hijriyah.

Semoga pemaparan ini bisa menjadi pelajaran buat kita semua dan memperlakukan benda-benda sejarah Islam sebagaimana mestinya, supaya kita dan umat yang akan datang tidak terputus akan pengetahuan kesejarahannya. Terlebih bagaimana sikap penghormatan kita kepada makam leluhur dan ilmu juga prestasi di masa hidupnya.

Catatan: Tulisan ini di antaranya merujuk pada karya Von Edison Alouici, History of the Cemetery of Jannat al-Baq.

Sumber : qureta.com

Translate »