Husnudzon atau lebih difahami dengan erti berbaik sangka adalah amalan yang sudah mendarah daging dalam diri seorang muslim. Ketika kita mulai berfikir negatif, kita akan segera meminta maaf dan mengingatkan diri sendiri agar selalu husnudzon.
Lawan su’udzon adalah husnudzon. Para ahli psikologi mendefinisikan prasangka (su’udzon) sebagai suatu sikap negatif terhadap kelompok atau anggota kelompok tertentu tanpa dasar alasan yang benar.
Namun, apa sebenarnya makna husnudzon dan sejauh mana kita didorong untuk tetap berbaik sangka?
Husnudzon dikutip dari ungkapan Husn al-Dhan Billah (berpandangan positif pada Allah SWT) merupakan kelanjutan dari pilar dasar yang membentuk iman seorang Muslim. Ketika kita mengalami bencana, kita harus selalu bercermin pada diri sendiri dan percaya bahawa ada hikmah di balik bencana tersebut. Itulah amalan husnudzon yang sangat dituntut dalam Islam.
Menurut Saidina Umar bin Al-Khattab r.a: “Janganlah kamu membuat suatu sangkaan tentang suatu perkataan yang keluar dari sesama mukmin kecuali kebaikan, selama kamu masih punya cara untuk meletakkannya di tempat yang baik.”
Jenis husnudzon
Husnudzon terbahagi menjadi tiga, iaitu husnudzon kepada Allah SWT, husnudzon kepada diri sendiri dan husnudzon kepada orang lain. Husnudzon terhadap Allah SWT berarti bersikap baik kepada Sang Pencipta Yang Maha Esa. Sebagai hamba, kita harus yakin dengan segala ketetapan-Nya.
Padahal, dalam setiap ujian yang diberikan, pasti ada hikmah di baliknya. Ingatlah bahwa Allah SWT tidak akan pernah menguji hambanya melebihi kemampuannya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi SAW bersabda, Allah Ta’ala berfirman,
“Aku sesuai dengan persangkaan hamba pada-Ku,” (Muttafaqun ‘alaih).
Husnudzon terhadap diri sendiri bererti berprasangka baik terhadap diri sendiri. Misalnya, mereka yang merasa husnudzon terhadap diri sendiri akan berusaha sebaik mungkin, tetap positif dan tidak mudah menyalahkan takdir ketika terjadi kecelakaan.
Ketiga, husnudzon terhadap orang lain berwrti tidak mudah berprasangka buruk terhadap orang lain, apalagi jika mereka tidak berbuat jahat kepada kita. Sikap ini dapat mencegah kita dari rasa iri satu sama lain.
Curiga tetap Penting!
Namun, kecurigaan buruk ini tidak bererti kita harus menuduh. Tapi, kita harus mengambil tindakan pencegahan agar tidak ditimpa musibah. Misalnya, jika kita melihat orang yang mencurigakan di halaman, sebaiknya kita curiga dan lebih berhati-hati sebelum nasi menjadi bubur.
Ertinya : Rasulullah SAW bersabda, “Jauhilah dari kalian prasangka buruk, kerana prasangka buruk adalah sedusta-dusta pembicaraan. Janganlah kalian saling memata-matai, saling mencari aib orang lain, saling berlumba-lumba mencari kemewahan dunia, saling dengki, saling memusuhi, dan saling memutuskan. Jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (HR: Bukhari)
Bagaimana dengan berprasangka buruk terhadap mereka yang melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama? Misalnya, kita berprasangka buruk terhadap mereka yang suka mencuri, penjahat atau khuatir keamanan diri kita?
Yang benar adalah, sebagai manusia, kita tidak boleh curiga terhadap sesuatu yang buruk sama sekali. Bahkan, ada kalanya kita dituntut untuk berprasangka buruk, apalagi jika menyangkut keselamatan diri.
Kejahatan perlu dicegah sedini mungkin. Jika memungkinkan, jangkau dan berikan bantuan kepada mereka yang memerlukan jika itu dapat mencegah kejahatan seperti itu terjadi.
Dampak Prasangka Buruk
Terlalu larut berlebih pada prasangka buruk akan membuat kalian larut pada rasa cemas, gelisah dan hidup dalam suasana yang kurang tenang. Kerana selalu memelihara emosi negatif dalam diri, hal ini akan membuat aura diri menjadi negatif dan berdampak kesihatan orang lain.
Misalnya, warga Muslim di Amerika Syarikat (AS) – khususnya yang berkulit hitam– selalu menjadi korban diskriminasi, kekerasan akibat prasangka buruk. Prasangka rasial, menurut istilah psikologi, juga terjadi pada warga keturunan Arab.
William Edward Burghardt Du Bois, pendukung gerakan Afrika Bersatu (Pan-Africa), seorang ahli sosiologi, ahli sejarah, penulis sekaligus editor berkebangsaan Amerika Syaikat pernah meneliti kaum Negro AS dan pengaruh psikologi dan kesihatan mereka akibat tindakan rasisme dari lingkungan sekitarnya.
Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahawa diskriminasi akibat ras, menghasilkan kesihatan yang buruk. Misalnya keradangan dan tidur yang lebih buruk; bayi lahir lebih kecil dan tingkat kematian bayi lebih tinggi; risiko kanser, depresi, dan penggunaan zat (ubat) yang lebih besar.
Anggota kelompok minoriti yang sering mengalami diskriminasi ras dan sikap prasangka buruk (su’udzon) mengakibatkan stres kronik, dan hasil kesihatan lebih buruk bagi orang lain. Misalnya, di tengah peningkatan tajam sentimen anti-Arab setelah serangan 11 September, wanita dengan nama Arab—tetapi bukan wanita nama lain—memiliki peningkatan risiko kelahiran prematur dan bayi berat lahir rendah.
Penelitian juga menemukan, pasien kulit hitam memiliki peningkatan tekanan darah lebih besar daripada pasien kulit putih. Mereka yang mengalami lebih banyak diskriminasi memiliki kenaikan terbesar dari semuanya.
Kerananya Islam menganjurkan berprasangka dengan prasangka baik (husnudzon), bukan berburuk sangka (su’udzon). Al-Quran mengatakan;
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka buruk (kecurigaan), kerana sebahagian dari prasangka buruk itu adalah dosa. Dan janganlah sebahagian kalian mencari-cari keburukan orang dan menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kalian merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS: Al Hujurat :12)
Seboleh mungkin, berbuat baiklah kepada semua orang kerana itu adalah amalan yang terpuji dan bermanfaat bagi semua pihak. Dan selalu berprasangka baik kepada pencipta kita.
Jika kita diberkati dengan rezeki yang melimpah, jangan lupa untuk mensyukuri nikmat-Nya. Jika kita sedang ditimpa musibah, kita sabar. Kita harus husnudzon disertai keikhlasan dan mentaati segala aturan Allah SWT.
Sumber: https://www.hidayatullah.com/
Recent Comments