SUARA sirine itu perlahan mulai terdengar. Semakin ke sini lengkingan itu makin nyaring. Di hujung jalan, beberapa petugas berpakaian APD (Alat Pelindung Diri, PPE) tampak sudah bersiap sejak tadi. Ada lima mobil ambulans yang berjalan beriringan masuk ke lokasi Pemakaman COVID-19, yang terletak di bilangan kilometer 15 Balikpapan, Kalimantan Timur.

“Itu bukan cuma lima saja, Pak. Hari ini terjadual ada 25 jenazah yang akan dikubur. Mungkin juga lebih nanti,” ucap seorang petugas. Sepertinya ia terbiasa membaca perasaan pengunjung yang hadir di pemakaman. Tanpa ditanya, ia langsung berkongsi penerangan.

Izin Allah semata, siang itu (12/7/2021) kami dibenarkan mengikuti rombongan menghadiri pengkebumian seorang jemaah sebuah pesantren. Rupanya, di tempat itu sudah penuh dengan galian kubur. Ada yang sudah terisi ada juga yang tampak sedang digali oleh jentera berat excavator. Seperti sudah pasti, kematian itu memang dekat.

Selesai iringan mobil tiba di lokasi, segera rombongan meminta waktu untuk sholat jenazah. Bezanya, jenazah yang sudah berbungkus peti itu tetap berada di dalam mobil. Sedang jemaah berdiri di jalan aspal menghadap ke mobil. Allahu Akbar, sang imam memulai sholat jenazah.

Setelah sholat, rombongan segera bergerak menuju liang lahat. Kebanyakan mereka tak bersuara. Diam. Sehening suasana yang ada. Sesekali pihak keluarga bercakap dengan petugas. Selebihnya, terlihat hanya mulut yang terkumat-kamit menghafalkan doa-doa terbaik untuk keluarga tercinta.

Entah perlu berapa liang lahat lagi untuk menyudahi masa pandemik COVID-19 ini. Terlihat sejumlah angka-angka sengaja dipahat pada batu nisan. Sang jenazah yang diantaranya juga diberi kod. Angkanya 828. Ertinya, mayat ke-828 yang dimakamkan dengan protokol penanganan COVID. Itu baharu di Balikpapan. Bagaimana di daerah lain?

Siang itu, sebanyak lima jenazah dimasukkan ke rumahnya masing-masing. Rumah kecil nan sederhana. Hanya berupa lubang sempit. Ukurannya cuma sekitar 1×2 meter. Tak ada perabot apapun. Bahkan tak ada lagi keluarga, anak, isteri, saudara yang menemani. Bahkan dia ditimbun dengan tanah.

Tinggallah dia seorang diri. Sepi. Gelap dan sunyi. Sebagaimana kita juga nanti. Tak ada yang boleh lari. Rumah itu sudah ada. Tinggal tunggu masa. Bila giliran mati.

Sumber:Masykur, https://www.hidayatullah.com/

Translate »