Al Ghazali (1058-1111), bagi sebagian orang adalah pemikir terbesar Islam setelah Nabi Muhammad. Sebagaimana orang besar lainnya, Al Ghazali adalah sosok yang penuh kontroversi, dipuji karena mengembangkan Islam, dengan konsep mistis yang mendorong penyebaran Islam ke seluruh dunia, dicaci karena menjauhkan Islam dari fondasi berpikir kritis dan rasional.
Namun, Ibn Khaldun (1332-1406), bagi sebagian orang yang lain justru dianggap pemikir Islam terbesar yang pernah ada, bukan Al Ghazali. Ibn Khaldun, sama seperti Al Ghazali, sama-sama pemikir yang cara bekerjanya sangat sistematis: membaca buku, menulis buku, sepanjang hidupnya terus menerus tanpa henti. Baik Ibnu Khaldun maupun Al Ghazali sama-sama memiliki imajinasi yang sangat luas mengenai sistem kehidupan manusia, baik secara sosial kemasyarakatan maupun secara filosofis.
Jika Ibnu Khaldun hidup di era abad modern, kemudian menganalisa gejala sosial, contohnya bunuh diri dikalangan Protestan dan Katolik sebagaimana yang dilakukan oleh Émile Durkheim (1858–1917), rasanya kesimpulan yang diberikan tidak jauh berbeda. Kalau Auguste Comte (1798-1857), Durkheim, Khaldun dan Ghazali dikumpulkan dalam sebuah ruangan yang sama, dengan kemampuan berpikirnya, diminta untuk menganalisa sebuah gejala sosial, maka hasil riset sosialnya akan serupa, dengan kerangka berpikir apapun yang digunakannya.
Masalah yang dihadapi orang abad pertengahan dengan masalah yang dihadapi orang abad modern tidak jauh berbeda. Bagaimana Ibnu Khaldun berimajinasi mengenai kondisi masyarakat prinsipnya sama dengan bagaimana imajinasinya Durkheim. Perkara alat bantu yang digunakan apakah wawancara, observasi ataupun big data hanya perbedaan alat bantu saja.
Ilmu sosial adalah ilmu common-sense (akal sehat). Setiap orang yang sehat, bisa mengamati gejala sosial, bisa berimajinasi, bisa memberikan interpretasi, dan bisa memberikan solusi yang dirasa paling baik atas sebuah masalah. Namun, hal yang membedakan antara ilmuwan sosial abad pertengahan dengan ilmuwan sosial abad modern adalah sesederhana skala. Permasalahan abad modern, ukurannya lebih besar, dimensinya lebih kompleks, aktor yang terlibat lebih banyak. Dus, meski pemikiran abad pertengahan mampu melihat, mampu memberikan interpretasi, tapi hanya sistem modern-lah yang mampu menyelesaikannya.
Permasalahan abad modern hanya bisa diselesaikan dengan sistem modern. Menyelesaikan kemiskinan, kesenjangan, pengangguran, urbanisasi hanya dan hanya bisa diselesaikan dengan sistem modern, dalam hal ini adalah institusi modern.
Di abad modern, sebuah masalah sosial tidak dapat ditanyakan lagi kepada pemikir seperti Ibnu Khaldun. Di abad modern, sebuah masalah sosial ditanyakan pada selembar paper, ditanyakan lewat bagian administrasi universitas, diambil dari perpustakaan digital.
Di abad modern, sebuah inquiry atas kondisi sosial tidak lagi ditanyakan pada sosok perseorangan atau sebuah kitab klasik, tapi ditanyakan pada sebuah sistem modern lembaga pengetahuan, yang kompleks, beberapa sangat powerful dengan aktivitas ekonomi pendukung dibelakanganya. Untuk sekedar mendapatkan pengetahuan, dibutuhkan biaya, aktivitas ekonomi besar dibelakangnya, industri percetakan, industri penelitian, industri konstruksi gedung perkuliahan dan seterusnya. Untuk bisa menerapkan sebuah analisa sosial, butuh biaya yang amat sangat mahal, semahal pesta demokrasi dan sekompleks sistem politik sebuah bangsa.
Imajinasi seorang Ibnu Khaldun melihat konflik sosial pada zamannya merupakan buah pemikirannya yang harus dikagumi dan dihormati. Karya-karya yang dihasilkan Ibnu Khaldun merupakan karya-karya yang harus dikritisi, karya yang sakral secara budaya, tapi karya yang boleh jadi tidak relevan lagi dari kacamata ilmu pengetahuan. Karya yang mungkin sulit dijadikan kajian analisa selain untuk mendapatkan pandangan masa lalu (sejarah), bukan pandangan masa depan (sosiologi).
Kontribusi terbesar seorang Ibnu Khaldun adalah pendekatan sistematisnya akan sebuah kondisi sosial yang kemudian dijadikan sebagai dasar-dasar ilmu sosiologi modern.
Ibnu Khaldun adalah orang besar yang mengantarkan kita dari abad pertengahan menuju abad modern. Sesuatu yang semoga kita bisa meneladani apa yang telah dilakukannya sepanjang hidupnya.
“History is the past Sociology and Sociology is the present History” G.E. Howard
Sumber : qureta.com
Recent Comments