Islam sangat menganjurkan umatnya untuk memiliki keturunan dan dididik dengan baik sehingga mengisi alam semesta ini dengan manusia yang shalih dan beriman. Sejak dari memilih calon istri, Rasulullah SAW mengisyaratkan untuk mendapatkan istri yang punya potensi untuk memiliki anak. Namun perintah memilih wanita yang subur sebanding dengan perintah untuk memilih wanita yang shalihah. Dalam pandangan Islam, anak merupakan karunia dan rezeki sekaligus yang harus disyukuri dan disiapkan dengan sebaik-baiknya.

Namun masih ada kewajiban lainnya terhadap anak antara lain mendidiknya dan membekalinya dengan beragam ilmu. Allah SWT berfirman dalam surah an-Nisa ayat 9: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”

Selain menganjurkan memperbanyak anak, Islam juga memerintahkan untuk memperhatikan kualitas pendidikan anak itu sendiri. Diantara metode untuk mengoptimalkan pendidikan anak adalah dengan mengatur jarak kelahiran anak. Hal ini penting mengingat bila setiap tahun melahirkan anak, akan membuat sang ibu tidak punya kesempatan untuk memberikan perhatian kepada anaknya. Bahkan bukan perhatian yang berkurang, nutrisi dalam bentuk ASI yang sangat dibutuhkan pun akan berkurang.

Padahal secara alamiyah, seorang bayi idealnya menyusu kepada ibunya selama dua tahun.

Inilah alasan yang paling bisa diterima oleh syariat berkaitan dengan pencegahan sementara atas kehamilan. Sedangkan pencegahan kehamilan karena alasan karena takut sulit mendapatkan rezeki akibat persaingan hidup yang semakin ketat, tidak bisa diterima oleh Islam. Ketakutan itu sama sekali tidak berdasar dan hanya hembusan dari syetan.

Karena jauh sebelum bumi ini dihuni oleh manusia, Allah sudah menyiapkan semua sarana penunjang kehidupan. Hewan dan tumbuhan sudah disiapkan untuk menjadi sumber rezeki bagi manusia. Sehingga membunuh anak karena alasan takut lapar dan tidak mendapat rezeki adalah perkara yang diharamkan oleh Islam. Allah SWT berfirman dalam surah Al-Isra ayat 31: “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.”

Dalam kaidah usul fiqih di sebutkan: Keadaan darurat membolehkan suatu yang terlarang dan Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membahayakan orang lain. Secara umum pencegahan kehamilan itu hukumnya dibolehkan, asal memenuhi dua persyaratan utama: Pertama, Motif yang melatarbelakanginya bukan karena takut tidak mendapat rezeki. Yang dibenarkan adalah yang diperlukan untuk kehamilan jarak jauh itu sendiri atau karena pertimbangan medis berdasarkan penelitian ahli medis yang disertai dengan anak-anak.

Kedua , Metode pencegah kehamilan dan alat-alat yang islami yang berhubungan dengan syariat Islam. Ada cara dicontohkan secara langsung oleh Rasulullah SAW dan para sahabat lalu ada juga yang memang bertanggung jawab untuk dunia medis dengan syarat-syarat dan norma-norma dan ketentuan umum umum ketentuan Islam. Kemudian ada beberapa contoh metode dan alat kontrasepsi.

Pertama, (Pantang berkala), Menentukan masa subur istri ada tiga patokan yang diperhitungkan: pertama, ovulasi atau terlepasnya sel telur dari indung telur, biasanya terjadi di antara hari ketiga dan hari ke-17 pasca haid; kedua, sperma bisa hidup dan membuahi dalam 48 jam setelah ejakulasi; ketiga, ovum dapat hidup 24 jam setelah ovulasi. Jadi, jika konsepsi ingin dicegah, koitus harus dihindari sekurang-kurangnya selama 3 hari (72 jam), yaitu 48 jam sebelum ovulasi dan 24 jam setelah ovulasi terjadi.

Dalam praktek, sukar untuk menetukan saat ovulasi dengan tepat. Hanya sedikit wanita yang mempunyai daur haid teratur; lagi pula dapat terjadi variasi, lebih-lebih sesudah persalinan. Metode ini dalam beberapa kasus memiliki efek psikologis yaitu bahwa pantang yang terlampau lama dapat menimbulkan frustasi. Selain itu kegagalan metode ini sangat besar kemungkinannya karena sulit untuk menerapkannya. Untuk hukumnya, metode ini jelas dibolehkan dalam Islam asal niatnya benar. Misalnya untuk mengatur jarak kelahiran dan menjaga kondisi ibu.

Kedua, (Menggunakan Kondom), Menggunakan kondom dapat mengeluarkan masuknya sperma ke dalam vagina. Pada dasarnya ada 2 jenis kondom, kondom kulit dan kondom karet. Kondom tidak termasuk membunuh sperma tetapi sekedar menghalangi agar tidak masuk dan bertemu dengan ovum sehingga tidak terjadi pembuahan. Mencegah terjadinya kehamilan dengan cara seperti ini di perbolehkan asal dengan alasan yang baik dan benar.

Ketiga, Tubektomi / Vasektomi: Tubektomi pada wanita atau vasektomi pada pria ialah setiap tindakan (pengikatan atau pemotongan) pada kedua saluran telur wanita atau saluran vas deferens pria yang mengakibatkan pasangan bersangkutan tidak akan mendapat keturunan lagi. Kontrasepsi itu hanya dipakai untuk jangka panjang, walaupun kadang-kadang masih dapat dipulihkan kembali.

Untuk hukumnya, para ulama mengusulkan mengharamkannya karena selama ini yang terjadi adalah kemandulan, meskipun ada keterangan medis bahwa penggunanya masih bisa dipulihkan. Jika ada informasi yang jelas bahwa para penggunanya memang tidak bisa lagi memiliki keturunan selamanya. Pada titik inilah para ulama mengharamkannya. Pencegahan kehamilan seperti ini diharamkan dalam Islam, kecuali jika ada sebab / alasan yang sesuai dengan syariat.

Syeikh Shaleh Al-Fauzan berkata: “Aku tidak menyangka ada seorang ulama ahli fikih yang mengeluarkan (membolehkan) mengonsumsi obat-obatan pencegah kehamilan, kecuali jika ada sebab yang dibenarkan dalam syariat. Apabila alasannya adalah jika tidak ada wanita yang tidak mampu untuk hamil karena penyakit dan dikhawatir jika dia hamil akan menyerang keturunan.

Maka dalam kondisi seperti ini dia bisa mengonsumsi obat-obatan pencegah kehamilan, karena dia tidak mampu mengeluarkan kehamilan, karena kehamilan tersebut dikhawatir akan membahayakan kehidupan. Cara pencegah kehamilan yang pernah dilakukan di zaman Rasulullah SAW adalah ‘azl. Metode Azl adalah menumpahkan sperma di luar vagina istri. Kebolehannya hal ini disandarkan pada hadis Rasulullah saw: “Jabir bin Abdillah mengatakan: Kami dahulu pernah melakukan azl di masa Rasulullah saw. Dan Alquran turun kompilasi itu.” (HR Bukhari No. 5208)

Dalam riwayat lain: “Kami dahulu melakukan azl di masa Rasulullah saw dan sampai ke telinga beliau, namun beliau tidak melarangnya.” (HR Muslim No.1440). Azl dapat dilakukan oleh seorang suami dengan berbagai tujuan, seperti agar tidak terjadi kelahiran anak-anak yang lucu untuk acara yang emosional dan hamil, agar tidak memberatkan istri atau orang lain.

Jadi intinya dalam islam azl (menumpahkan sperma di luar vagina istri) yang merupakan salah satu cara untuk mencegah kehamilan. Tapi itu semua tergantung dari Qadar Allah. Jika Allah menghendaki hamil dan memiliki anak maka kita harus mensyukurinya karena anak merupakan rezeki dari Allah yang tidak ternilai harganya.

Jangan pernah takut banyak anak, takut tidak bisa memberi makan, takut tidak bisa adil kepada anak-anaknya dan takut sebagainya. Akan tetapi kita harus yakin bahwa, ketika kita memperbanyak anak dan berti kita sama saja seperti memperbanyak umat pengikut Nabi Muhammad Saw., dan oleh sebab itu yakin lah bahwa rezki kita sudah Allah atur dan bagi kepada kita dengan batas kemampuan kita menerima dan mempergunakannya.

Sumber : qureta.com

Translate »