Inilah jomblo mulia, yang menjadikan hidup bermakna dengan karya. Berkarya bagi agama dan meninggikan kalimat-Nya. Kesibukannya dalam amal saleh dan ketaatan. Perjuangan fi sabilillah. Tak kenal lelah dan payah. Tak ada istirahat, kecuali ketika kaki telah menginjak surga.
Betapa hebat jomblo yang seperti ini. Kebaikannya mengucurkan barakah. Pahala mengalir deras, meski tubuh tidak lagi di dunia. Sebab di dunia mereka telah menanam investasi pahala, sehingga kekayaan pahala tetap mengalir di rekening amalnya meski sudah tidak mengerjakannya.
Inilah manusia yang cerdas, yang memanfaatkan berbagai fotensi yang dimilik untuk mengukir prestasi akhirat. Inilah manusia yang beruntung, yang menjadikan setiap waktu dan kesempatan untuk bersibuk dalam amal saleh dan ketaatan. Sehingga terkadang, saking sibuknya bekerja keras dalam kebajikan, mereka tak sempat berpikiran untuk meminang bidadari dunia.
Kesibukan mereka dalam kebaikan telah menyita begitu banyak waktu, siang dan malam menuntut ilmu dan menyebarkan ilmu, agar memberikan sebesar-besar manfaat bagi umat. Boleh jadi, akibat kesibukannya yamg super sekali atau tidak ada sesuatu yang merangsang nalurinya. Menikah mungkin tak sempat terpikirkan, karena seluruh perhatiannya adalah kebaikan umat dan mencari keridaan-Nya.
Inilah jomblowan yang bidadari surga merindukannya. Meski mereka tak sempat meminang bidadari dunia,tapi bidadari surga telah menunggunya. Inilah jomblo mulia. Karya-karya mereka abadi dan mutiara ilmunya masih sampai kegenerasi kita.
Siapa yang tidak kenal dengan Imam Nawawi. Gelarnya Muhyiddin (yang menghidupkan agama). Beliau telah melahirkan banyak karya yang berharga bagi umat, di antaranya yang fenomenal adalah Riyadhus Shalihin. Kitan kecil hadits Arbain sudah jutaan orang yang membaca dan mempelajarinya. Kitab Al-Adzkat, Syarh Shahi Muslim dan banyak lagi karya-karya lainnya.
Inilah jomblowan mulia yang insyaaAllah khusnul khatimah. Meski tak sempat menikah, investasi kebaikannya bagi umat mungucurkan barakah. Pahala mengalir deras. Menjadi jomblowan di dunia, tetapi bidadari surga merindukanmya.
Seperti Ibnu Taimiyah, mutiara ilmu bagi banyak ulama. Beliau adalah Syaikhul Islam. Muridnya banyak, di antara murid beliau adalah ibnu katsir dan ibnu Qayyim al-Jauziyah. Karyanya melimpah, meski tak sempat menikah, tapi tabungan inbestasi pahalanya bisa jadi lebih cukup untuk meminang bidadari aurga.
Ada pula nama Sayyid Quthb, seorang ulama Mesir. Beliau seorang ulama yang kritis terhadap rezim pemerintah yang zalim, sehingga hidupnya berakhir di tiang gantungan. Diceritakan oleh polisi yang menyaksikan eksekusi hukuman matinya, peristiwa itu sangat menggetarkan iman, sehingga dua orang polisi yang menyaksikannya memilih masuk islam.
Karyanya yang fenomenal dan mengguncang adalah sebuah buku kexil yang berjudul Ma’lim fi Ath Thariq dan tafsir Al-Qur’an dengan kalimat-kalimat indah yang berjudul Fi Zhilalil Qur’an yang beliau tulis semasa di penjara. Kesibukannya dalam kerja dakwah dan jihad, menghidupkan ilmu dalam karya, membuat beliau tidak sempat meminang bidadari dunia.
Inilah sedikit contoh tentang jomblowan mulia, yang membaut hidupnya berharga dengan karya dan kemanfaatan yang besar bagi umat. Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita mengabdikan diri untuk agama ini, mengisi masa jomblo dengan sebesar-besar manfaat bagi islam? Susahkah kita menjadikan masa jomblo menjadi berharga dengan karya dan prestasi akhirat?
Semoga kita bisa mengiti waktu kekosongan kita sebelum waktu terbuka dengan kerja-kerja ketaatan dan bersibuk dalam kebaikan. Semoga masa jomblo dapat kita pergunakan sebagai sebaik-baik kesempatan beramal saleh sebelum menyempurnakan amal saleh sebagai pasangan hidup yang membawa berkah. Semoga kita selalu dibimbing dan diberi pertolongan oleh-Nya.
Ada sebuah kisah seorang remaja yang super sibuk dalam beramal saleh,berkarya untuk kepentingan umat. Malam itu sang ibu sudah menyiapkan makan malam untuknya. “Wahai anakku, makan malam dulu”,sapa ibunya.
“Aku sedang sibuk, Bunda” jawabnya polos. Ia terus sibk dengan tulisannya. Bundanya mendatanginya, membawa makanan untuknya, lalu menyuapinya. Suapan demi suapan terus diberikan. Sang anak masih saja sibuk dengan aktivitasnya sembari menerima suapan dari sang ibu.
Setelah rampung tulisannya, akhirnya fajar tiba. Si anak pun bertanya kepada ibunya, “wahai bunda, mana makan malamki?”
Ibunya menjawab, “aku sudah menyuapinya, anakku,”
Putranya menjawab, “Demi Allah, aku tidak merasakannya!” Siapakah remaja ini? Dia adalah Imam an-Nawawi.
Sumber : qureta.com
Recent Comments