Kesederhanaan dalam hidup merupakan salah satu perkara yang amat ditekankan oleh Rasulullah saw kepada umatnya, baik mereka yang kaya maupun yang miskin. Kesederhanaan inilah yang membuat seseorang merasa apa yang diperolehnya sebenarnya berlebih sehingga ia bisa berinfak atau bersedekah.
Sejak Rasulullah saw masih hidup, sahabat Abu Bakar telah menunjukkan kesederhanaan hidup meskipun hartanya banyak dan ia pun bisa berinfak melebihi dari kewajiban yang dituntut kepadanya. Sampai suatu ketika Rasulullah merasa perlu bertanya, “Untuk kamu dan keluarga apa yang akan engkau berikan?”
Abu Bakar menjawab, “Untuk kami, cukup Allah dan Rasul-Nya.”
Kesederhanaan hidup tetap dan terus dipertahankannya meskipun ia telah menjadi khalifah, sehingga tidak banyak harta rakyat yang digunakannya untuk membiayai gaya hidupnya sebagai seorang pemimpin. Karenanya, ia menolak menuntut gaji dan tunjangan jabatan yang melebihi keperluannya atau melebihi yang diperoleh keluarga Muslim yang jumlah jiwanya sama banyak dengan jiwa keluarga Abu Bakar.
la selalu bermuhasabah (introspeksi diri) dengan berkata pada dirinya sendiri, “Mengapa aku akan mengambil lebih banyak dari yang layak diterima? Apakah aku lebih baik dari orang lain hingga memberikan tambahan khusus bagi diriku sendiri?.”
Abu Bakar menjawab sendiri pertanyaannya itu: “Tidak, aku tidak lebih baik dari siapa pun juga, karenanya aku harus hidup setaraf dengan warga biasa.”
Salah satu kesan yang bisa kita dapatkan dari pribadi khalifah Abu Bakar adalah ia tidak mau enak sendirian hanya karena ia menduduki jabatan yang membuat orang lain mengistimewakannya. Pada masa kepemimpinannya, Khalifah Abu Bakar juga berperang melawan dua Negara adikuasa ketika itu, yaitu Romawi dan Persia. Setelah berhasil ditaklukkan dengan sedikit korban dari kedua belah pihak, maka kehidupan yang adil dan sejahtera diwujudkan. Setelah itu, pasukan ditarik kembali, namun penduduknya menghadiahkan makanan yang istimewa kepada Khalifah sebagai panglima perang yang bijaksana. la bertanya kepada yang memberi makanan, “Apakah kalian memberikan makanan yang sama kepada seluruh pasukanku?.”
Mereka menjawab: “Tidak.”
Maka, Khalifah berkata: “Mereka menyertaiku dalam kesusahan, tapi mengapa hanya aku sendiri yang merasakan kesenangan?.”
Dari kisah di atas, pelajaran yang dapat kita ambil adalah:
1. Pemimpin tidaklah harus meminta diistimewakan, bahkan dia menolak ketika ada orang yang terlalu mengistimewakannya.
2. Kesederhanaan seorang pemimpin berdampak besar bagi keadilan dan kesejahteraan masyarakat.
Oleh: Drs. H. Ahmad Yani
Recent Comments