Salah satu dari sekian banyak sikap yang harus dimiliki seorang pemimpin adalah cepat mengambil keputusan penting dengan pertimbangan yang matang dan menghilangkan unsur keraguan di dalamnya. Abu Bakar Ash Shiddik merupakan seorang khalifah yang memiliki sifat ini.
Sebelum wafat, Rasulullah saw telah menyiapkan pasukan perang untuk dikirim ke Syam (Syria). Pasukan itu memang sudah diberangkatkan sehingga pada saat beliau wafat, pasukan itu sudah meninggalkan Madinah sejauh tiga mil. Karena Rasul wafat dan di Madinah terjadi perbedaan pendapat yang tajam tentang pengiriman pasukan dalam situasi yang genting, maka pasukan itu ditangguhkan dahulu keberangkatannya dan mereka tetap berada di situ.
Umar bin Khattab berpendapat bahwa pengiriman pasukan yang dipimpin oleh Usamah bin Zaid itu anat berbahaya saat Madinah sendiri terancam oleh adanya gerakan yang dilakukan oleh orang-orang yang muriya atau keluar dari Islam, Usamah sendiri, yang menjadi panglima, sependapat dengan pendapat Umar tersebut.
Akan tetapi, Khalifah Abu Bakar berpendapat lain. Baginya, bila beliau telah memerintahkan pasukan yang dipimpin oleh Usamah untuk berangkat, hal itu tetap harus dilaksanakan, apapun situasi dan kondisinya, termasuk keadaan yang menimpa ibu kota Madinah. Dengan tegas beliau mengatakan, “Demi Allah, walau aku akan disambar oleh serigala-serigala, aku akan melaksanakannya, sebagaimana diperintahkan Rasulullah, dan aku sekali-kali tidak akan melanggar putusan yang telah ditetapkannya.”
Meskipun Abu Bakar telah memutuskan demikian, sebagian sahabat masih juga mempersoalkan. Umar bin Khattab bahkan meminta agar panglimanya diganti, karena Usamah masih terlalu muda, apalagi di antara anggota pasukan terdapat sahabat-sahabat yang lebih senior.
Abu Bakar, sebagai sahabat yang sangat berpegang teguh kepada logika iman, menjawab: “Yang mengangkat sebagai pemimpin adalah Rasulullah saw, para sahabat yang lain menerimannya saat Rasulullah masih hidup.
Maka, patutkah memberhentikan seorang diangkat oleh Rasulullah saw?.” pemimpin yang
Oleh karena itu, Abu Bakar beserta para sahabat segera mendatangi pasukan yang dipimpin Usamah. Kepada mereka, Abu Bakar menginstruksikan untuk berangkat sebagaimana rencana semula. Umar bin Khattab, yang semula tidak setuju, akhirnya juga turut melepas keberangkatan pasukan Muslim itu.
Ketika pasukan yang dipimpin Usamah itu tiba di Syam, mereka yang bermaksud murtad itu menjadi terheran-heran, mereka mengatakan: “Demi Allah, bila kota Madinah dilanda kekacauan dan kelemahan seperti yang kita dengar, tentu mereka tidak akan mampu mengirim pasukan pada saat-saat seperti ini untuk memerangi orang-orang Romawi.” Inilah tindakan berani yang dilakukan oleh Khalifah Abu Bakar yang memberikan pengaruh positif bagi kaum Muslimin.
Ungkapan seperti ini membuat kelompok-kelompok yang hendak murtad dan bermaksud melakukan kejahatan harus berpikir ulang. Oleh karena itu, sahabat Ibnu Mas’ud mengatakan, “Sungguh, sepeninggal Rasulullah saw kita berada dalam situasi yang mengarah pada kemusnahan, seandainya Allah tidak mengkaruniakan Abu Bakar.”
Dari kisah di atas, pelajaran yang dapat kita ambil adalah:
1. Dalam kehidupan keluarga, masyarakat dan bangsa banyak sekali tarikan-tarikan pendapat yang masing-masing punya argumentasi dan kepentingan-kepentingan.
2. Banyaknya pendapat dan kepentingan tidak boleh membuat pemimpin bingung mengambil keputusan yang akan diambil. Berani mengambil keputusan yang matang dan bertindak yang terarah memberi motivasi positif bagi rakyat yang dipimpinnya, bahkan perhitungan orang- orang yang tidak menyukainya.
Oleh: Drs. H. Ahmad Yani
Recent Comments