REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Alquran mengabadikan ungkapan kasar Bani Israil yang disampaikan kepada nabi mereka, Nabi Musa AS. Ini terekam dalam Surat Al Baqarah ayat 61, sebagai berikut:

وَإِذْ قُلْتُمْ يَٰمُوسَىٰ لَن نَّصْبِرَ عَلَىٰ طَعَامٍ وَٰحِدٍ فَٱدْعُ لَنَا رَبَّكَ يُخْرِجْ لَنَا مِمَّا تُنۢبِتُ ٱلْأَرْضُ مِنۢ بَقْلِهَا وَقِثَّآئِهَا وَفُومِهَا وَعَدَسِهَا وَبَصَلِهَا ۖ قَالَ أَتَسْتَبْدِلُونَ ٱلَّذِى هُوَ أَدْنَىٰ بِٱلَّذِى هُوَ خَيْرٌ ۚ ٱهْبِطُوا۟ مِصْرًا فَإِنَّ لَكُم مَّا سَأَلْتُمْ ۗ وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ ٱلذِّلَّةُ وَٱلْمَسْكَنَةُ وَبَآءُو بِغَضَبٍ مِّنَ ٱللَّهِ ۗ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُوا۟ يَكْفُرُونَ بِـَٔايَٰتِ ٱللَّهِ وَيَقْتُلُونَ ٱلنَّبِيِّۦنَ بِغَيْرِ ٱلْحَقِّ ۗ ذَٰلِكَ بِمَا عَصَوا۟ وَّكَانُوا۟ يَعْتَدُونَ

“Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: “Hai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu, agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang merahnya.” Musa berkata: “Maukah kamu mengambil yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta.” Lalu ditimpahkanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para Nabi yang memang tidak dibenarkan. Demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas.”

Dalam Tafsir Al Mishbah karya Prof Dr Quraish Shihab dijelaskan, ayat tersebut masih merupakan kelanjutan dari peringatan-peringatan Allah terhadap nikmat dan kedurhakaan Bani Israil. Namun, ayat 61 Al Baqarah ini memberi penekanan pada kecaman atas mereka yang meremehkan nikmat-nikmat Allah SWT. Akibatnya, keadaan mereka berubah dari nikmat menjadi niqmat (bencana dan siksa).

Prof Quraish menjelaskan, ucapan “Hai Musa, kami tidak bisa sabar dengan satu macam makanan saja”, sungguh sangat tidak sopan. Bukan hanya karena kata yang mereka gunakan untuk memanggil Nabi mereka, tetapi juga penyampaian itu sendiri.

“Nabi Muhammad SAW tidak pernah mencerca makanan. Kalau tidak sesuai dengan selera beliau, ditinggalkannya tanpa komentar,” demikian penjelasan Prof Quraish.

Bahkan, hal yang lebih buruk ialah redaksi kata yang dipilih dan kandungan makna di dalamnya, yaitu ‘lan naṣbira‘. Kata ‘lan‘ yang memiliki arti ‘tidak akan’ bermakna bahwa sejak saat ini sampai masa datang yang berkelanjutan, Bani Israil tidak sabar dan tidak akan sabar atau mampu menahan diri dari memakan satu macam makanan saja.

“Sewajarnya, kalaupun mereka bosan, janganlah menyampaikan kebosanan itu dalam bentuk kalimat seperti di atas, yakni menggunakan kata yang bermakna berkesinambungan tanpa akhir, dan juga jangan berkata satu macam makanan,” papar Prof Quraish.

Sumber: iqra.republika.co.id

Translate »