Jakarta – Wajib hukumnya bagi muslim untuk bertobat atau menebus dosa dari perbuatan ghibah. Meski demikian, ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai bagaimana menebus dosa dari perbuatan yang terlarang tersebut.

Ghibah adalah salah satu perilaku yang dilarang keras dalam ajaran agama Islam. Bahkan, perumpamaan perilaku ghibah seperti memakan daging saudaranya yang sudah mati terdapat dalam surah Al Hujurat ayat 12.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak prasangka! Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Janganlah mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Bertakwalah kepada Allah! Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.

Menurut Mahir Ahmad Ash-Syufiy dalam Ensiklopedia Akhirat, ghibah bermakna menggunjing orang lain. Perbuatan ini dilarang bahkan mengundang ancaman berupa siksa kubur bagi pelakunya.

Disebutkan dalam riwayat Imam Ahmad dan Thabrani, hadits riwayat Ya’la bin Siyabah pernah mengisahkan, Rasulullah SAW pernah melintasi sebuah kuburan yang penghuninya sedang disiksa. Kemudian, beliau bersabda, “Sesungguhnya mayit ini banyak memakan daging orang lain (ghibah),”

Dalam riwayat lain dengan redaksi serupa, Rasulullah SAW bersabda, “Orang tersebut menyakiti orang dengan lisan dan terus melakukan ghibah.” (HR Ibnu Hibban)

Cara Menebus Dosa Ghibah

Hukumnya wajib untuk bertobat dari perbuatan dosa ini. Pada umumnya, tobat yang dilakukan sama seperti tobat dari perbuatan dosa yang lain sebagaimana disebutkan Imam Nawawi yakni, menyesal, bertekad tidak mengulangi, dan meninggalkan tanpa mengulangi.

Namun, syarat tersebut bertambah bila dosa yang dilakukan kepada manusia yakni mengembalikan haknya jika memungkinkan. Khususnya bagi perbuatan ghibah, ada perbedaan pendapat di kalangan ulama.

Dikutip dari Syaikh Hasan Ayyub dalam As-Suluk Al-Ijtima’i (Fikih Sosial) sebagian ulama mengatakan, wajib meminta maaf kepada yang dighibah. Pendapat lainnya dari Imam Al Hasan menyebut, cukup memohon ampun kepada Allah SWT untuk dirinya sendiri dan orang yang dighibah.

Sementara pendapat terakhir mewajibkan untuk meminta maaf pada yang dighibahi bila ghibahnya sampai ke telinga yang bersangkutan dan tidak wajib bila sebaliknya. Pendapat ini difatwakan oleh Al Khayyathi dan dikuatkan oleh Ibnu Ash Shabbagh yang diikuti oleh banyak ulama termasuk Imam Nawawi.

“Inilah pendapat yang terpilih (unggul). Ibnu Abdil Barr meriwayatkan pendapat ini dari Ibnu Al Mubarak di mana ia pernah berdebat dengan Sufyan bin Uyainah tentang masalah ini.” jelas Az Zarkasyi, ulama yang mendukung pendapat terakhir.

Berkaitan dengan meminta maaf langsung kepada yang dighibahi ini pun terbagi lagi menjadi dua pendapat. Namun, Imam Nawawi mentarjih pendapat yang menyebutkan bahwa permintaan maaf harus menyebutkan kata-kata ghibah secara rinci kepada yang dighibah.

Sebab, perkara dimaafkan atau tidak menjadi kewenangan dari yang dighibahi. Dengan kata lain, yang dighibahi tidak dibebankan kewajiban untuk memaafkan dan boleh tidak memaafkan bila sangat menyakitkan untuknya.

Meski demikian, keutamaan yang besar tetap terletak pada perbuatan saling memaafkan sebagaimana diajarkan Rasulullah SAW. Mereka yang berbesar hati memaafkan akan menerima ganjarannya di hari kiamat kelak, “Barang siapa memaafkan kesalahan seorang muslim, niscaya Allah akan memaafkan kesalahannya pada hari kiamat nanti.”

Dijelaskan dalam surah Al Hujurat ayat 10 bahwa semua orang-orang mukmin itu saudara layaknya hubungan persaudaraan dalam nasab karena ada kesamaan unsur keimanan di antaranya. Allah SWT berfirman,

اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ فَاَصْلِحُوْا بَيْنَ اَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ ࣖ

Artinya: Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah kedua saudaramu (yang bertikai) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu dirahmati.

Sumber: detik.com

 

Translate »