Jakarta -Mujaddid disebut muncul pada tiap awal kurun waktu atau abad tertentu dalam kalender Hijriah. Keberadaan mujaddid ini bahkan pernah disinggung Rasulullah SAW dalam haditsnya.
Hadits tersebut bersumber dari Abu Hurairah RA. Isinya menyebutkan tentang kemunculan mujaddid untuk umat Islam pada tiap seratus tahun sekali atau satu abad.
إنَّ اللهَ يَبْعَثُ لِهذهِ الأُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لَهَا دِيْنَهَا
Artinya: “Sesungguhnya Allah mengutus kepada umat Islam, setiap seratus tahun, seorang yang memperbarui untuk mereka (interpretasi) ajaran agama mereka.” (HR Abu Daud)
Secara etimologi, mujaddid adalah orang yang membawa pembaruan atau pembaru. Dalam konteks ajaran Islam, mujaddid adalah orang yang memperbaiki kerusakan dalam urusan atau praktik (aplikasi ajaran) agama Islam yang dilakukan oleh umat Islam.
“Mujaddid tidak membawa agama baru, tetapi hanya membawa metode baru dan memperbaiki yang menyimpang dari ajaran Al-Qur’an dan hadits serta memperbaiki kerusakan yang sudah terjadi,” jelas H. Ahmad Faisal Marzuki, B.Sc., M.Sc. dalam buku Mendirikan Salat Menegakkan Peradaban.
H. Ahmad Faisal Marzuki berpendapat, mujaddid bisa datang dari kalangan ulama, khalifah atau pemimpin pemerintahan, hingga cendekiawan muslim atau ulil albab. Pada dasarnya mereka adalah orang yang berpengaruh besar dalam penegakkan agama Islam di zamannya.
Imam Ibnu Hajar al Asqalani, Adz Dzahabi, Ibnu Katsir, Al Munawi, An Nawawi, Ibnu Atsir Al Jazri, dan As Saharanfuri menambahkan, lafal مَنْ (orang-orang) dalam hadits Rasulullah SAW tentang mujaddid menjadi kata yang bersifat umum baik mencakup perseorangan atau kelompok.
Dengan kata lain, seorang mujaddid yang dijanjikan dalam hadits bisa saja hanya seorang pribadi dan bisa berupa sebuah kelompok. Bahkan, ada kemungkinan mujaddid yang dimaksud hidup secara terpencar-pencar, bukan dalam satu kelompok yang menyatu.
Quraish Shihab dalam buku 1001 Soal Keislaman yang patut Anda Ketahui berpendapat, tugas mujaddid sebagai pembaru dibutuhkan mengingat perjalanan sejarah boleh jadi melupakan atau menyalahpahami ajaran agama. Selain itu, masyarakat menuntut adanya interpretasi baru yang tidak menyimpang dari prinsip dan teks-teks keagamaan.
“Sebagian dari apa yang kita namai ajaran agama adalah hasil interpretasi ulama yang tentunya dipengaruhi oleh kondisi sosial masyarakatnya, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), serta budaya lokal,” terang dia.
Untuk itulah, mujaddid berperan untuk mereaktualisasi ajaran. Meski demikian, tidak mudah untuk menetapkan siapa orangnya pada tiap abadnya. Sebab, ada pula kemungkinan mujaddid tidak hanya satu orang melainkan ada beberapa orang dalam satu abad.
Hal itu pula yang disebut Quraish Shihab versi nama-nama mujaddid dari tiap abadnya dapat berbeda-beda. Salah satunya yang disebut Ibnu Katsir dalam Kitab Dala’il an Nubuwwah, mujaddid pada abad pertama Hijriah mencakup empat belas nama tokoh. Tidak hanya satu tokoh tiap abadnya.
Pendapat lain dari Imam As Suyuthi menyebutkan nama-nama mujaddid yang berbeda pula dalam potongan syair gubahannya. Lalu, versi lainnya dapat ditemukan dari Nawab Shidiq Hasan Khan yang menulis Kitab Hujaj al Kiramah.
Nawab Shidiq Hasan Khan merinci mujaddid setiap tahunnya termasuk nama-nama yang tidak asing di kalangan muslim.
Mereka adalah Imam Asy Syafi’i dan Imam Ahmad yang disebut mujaddid abad ke-2, mujaddid abad ke-5 yakni Imam Al Ghazali, mujaddid abad ke-7 adalah Ibnu Taimiyah, Imam As Suyuthi termasuk dalam mujaddid abad ke-10, dan Imam Mahdi sebagai mujaddid terakhir yang akan memperbarui agama Islam.
Sumber: detik.com
Recent Comments