Jakarta – Ada salah satu riwayat hadits Rasulullah SAW menyebutkan perihal hamba sahaya melahirkan tuannya. Keadaan tersebut dijelaskan Rasulullah SAW sebagai salah satu tanda dari datangnya hari kiamat.

Hadits itu bersumber dari Umar bin Khattab RA. Ia bercerita, para sahabat tengah duduk-duduk bersama Rasulullah SAW hingga datang seorang laki-laki yang berpakaian putih, rambut hitam, tidak memiliki bekas sehabis perjalanan, dan tidak ada seorang pun yang mengenalnya.

Dikutip dari Riyadhush Shalihin Juz 1 karangan Imam an-Nawawi dan Mida Latifatul Muzammirah, S.S, laki-laki tersebut meminta Rasulullah SAW untuk menyebutkan tanda-tanda datangnya hari kiamat. Berikut keterangan hadits selengkapnya.

قَالَ فَأَخْبِرْنِى عَنِ السَّاعَةِ. قَالَ مَا الْمَسْئُولُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ. قَالَ فَأَخْبِرْنِى عَنْ أَمَارَتِهَا. قَالَ: أَنْ تَلِدَ الأَمَةُ رَبَّتَهَا وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُونَ فِى الْبُنْيَانِ

Artinya: Lelaki itu kemudian mendekatkan dirinya pada Rasulullah SAW dan bertanya, “Kapan hari kiamat?” Rasulullah SAW menjawab, “Orang yang ditanya tidak lebih mengetahui daripada orang yang bertanya.” Ia bertanya lagi, “Kalau begitu, terangkan tanda-tanda kiamat?” Rasulullah SAW menjawab, “Jika hamba sahaya telah melahirkan majikannya dan orang-orang fakir miskin yang tidak bersepatu, tidak berpakaian telah berlomba-lomba membangun gedung besar.” (HR Muslim)

Dalam riwayat lain, menurut Said Hawwa dalam buku Al Islam, lelaki yang menghampiri Rasulullah SAW dan para sahabat tersebut diketahui adalah Malaikat Jibril. Hadits tersebut menyebut, tujuan kedatangan Malaikat Jibril itu untuk mengajarkan agama pada para sahabat (HR Muslim, At Tirmidzi, dan An Nasa’i).

Tafsir Hadits Hamba Sahaya Melahirkan Tuannya


1. Makna Budak yang Sebenarnya

Ada beragam pendapat yang menafsirkan salah satu tanda-tanda hari kiamat pada hadits sebelumnya. Salah satunya pendapat yang datang dari Syaikh Nawawi dalam buku 6 Pilar Keimanan.

Menurutnya, hadits tersebut hendak menggambarkan kekacauan pada akhir zaman. Saat itu, marak penjualan ibu hingga kerap terjadi pembelian ibu sendiri tanpa diketahui oleh sang pembeli yang notabene adalah putra kandungnya.

Pendapat kedua datang dari penjelasan para ulama dalam Syarah An Nawawi ‘ala Muslim. Secara bahasa, al amah dalam hadits tersebut diartikan sebagai budak perempuan yang ditawan di medan perang.

Sebab itu, para ulama tersebut berpendapat, kalimat hamba sahaya melahirkan tuannya sebagai tanda kiamat diartikan sebagai tanda meluasnya praktik perbudakan di masa mendatang hingga lahirlah anak-anak hasil hubungan antara budak dan majikannya.

Anak-anak tersebut kemudian menjadi tuan atas ibunya sendiri. Jadi, status anak-anak dari hamba sahaya tersebut mengikuti dari status ayahnya yang seorang tuan.

“Telah banyak hamba sahaya menjadi orang merdeka dengan kepemilikan sumpah (milkul yamin). Secara syariat diketahui bahwa anak-anak yang lahir dari hamba sahaya menjadi orang merdeka,” demikian keterangan Syarah An Nawawi ‘ala Muslim yang diterjemahkan Dr. Umar Sulaiman al Asygar dalam buku Ensiklopedia Kiamat.

Hamka dalam Tafsir al-Azhar Jilid 3 juga turut menjelaskan bahwa ada kemungkinan hadits tersebut bermakna seorang petualang yang tanpa diketahui asal usulnya diadopsi oleh seorang budak. Namun lama kelamaan, anak tersebut menjadi sombong setelah meraih kekuasaan.

2. Makna Budak sebagai Kiasan

Pendapat sebelumnya ditentang oleh pendapat dari Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani. Sebab, menurutnya, perbudakan sudah banyak terjadi dan budak perempuan yang melahirkan anak untuk majikannya sudah terjadi di zaman Rasulullah SAW.

Pendapat ini juga didukung oleh Syeikh Mustofa Dib al-Bugha dan Syeikh Muhyiddin Mistu dalam Kitab al-Wafi fi Syarh al-Arba’in al-Nawawiyyah. Hadits hamba sahaya melahirkan tuannya merupakan bentuk kiasan dari maraknya perbuatan durhaka pada orang tua.

Lebih lanjut, Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam Kitab Fath al Bari yang dikutip dari laman Mufti Wilayah Persekutuan Malaysia berpendapat, hadits itu juga dapat menunjukkan meluasnya praktik durhaka seorang anak pada ibunya pada akhir zaman. Kata tuan tersebut merupakan pengibaratan anak yang bertindak semena-mena pada ibunya bak tuan memperlakukan budaknya.

“Pandangan ini juga sejalan dengan konteks hadis yang berbicara tentang salah satu tanda kiamat, yaitu golongan rendah menjadi tinggi, dan orang tua yang seharusnya menjadi penguasa didominasi oleh anaknya sendiri,” demikian penjelasan dari situs tersebut.

Perbuatan durhaka sebagai tanda hari kiamat tersebut digambarkan hingga seorang ibu atau ayah menjadi takut pada anaknya sendiri seperti hamba sahaya yang takut pada tuannya. Menurut mereka, hal itu terjadi pada fase peluruhan waktu (fasad al-zaman) dan pembalikan tatanan kehidupan (inqilab al-ahwal).

Sumber : detik.com
Translate »