Kafir yang Dibunuh Budaknya Sendiri

Firman Allah s.w.t. yang bermaksud:

Kecelakaan bagi setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitung. Ia mengira bahawa hartanya itu dapat mengekalkannya. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya ia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah. Dan tahukah kamu apa Huthamah itu? (iaitu) Api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan, yang (membakar) sampai ke hati. Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka, (sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang. (al-Humazah:1-9)

(1)

Laki-laki itu menerobos barisan orang-orang yang sedang tawaf. Mereka menyisih dan memberi jalan kepadanya. Bergegas ia memasuki Ka’bah.

Di Ka’bah, laki-laki itu langsung memerhatikan berhala-berhala di dalamnya, mengelus mereka, membersihkannya dari debu-debu yang menempel di kepala dan tubuh mereka. ia menegakkan berhala yang tergeletak jatuh dan membetulkan posisi berhala yang bergeser ke tempatnya semula. Ia memperlakukan semua berhala itu bagaikan memeperlakukan anak-anaknya. Ia tampak begitu menyayangi dan memuliakan mereka. setelah melakukan semua itu ia tampak senang dan bahagia. Senyum menghiasi wajahnya. Selama ini ia merasa bahawa berhala-berhala itu menyayangi dan memberinya rasa aman.

Laki-laki itu berdiri di hadapan Hubal, patung dan tuhan terbesar di Ka’bah. Ia membersihkan patung itu dari debu dan kotoran yang menempel. Ia begitu senang melihat baju emas yang menutupi patung itu. Baju emas itu tampak bersinar dan memancarkan cahaya ke berhala-berhala lainnya.

Setelah melakukan semua itu, ia keluar Ka’bah menuju halaman Masjidil Haram dan memerhatikan berhala-berhala yang ada di sekitarnya. Ia begitu bahagia melihat orang-orang bersujud dan menyembah berhala-berhala itu dengan takzim. Mereka menaati dan tunduk mengikuti seruan yang disampaikan para pemimpin Makkah. Orang-orang itu tampak mencintai dan tunduk kepada berhala-berhala itu.

Siapakah lelaki ini, yang begitu telaten dan penuh penghormatan menjaga penghormatan menjaga berhala-berhala itu?

Ia adalah Umayyah ibn Khalaf.

Umayyah adalah pedagang terkenal. Kecerdikan dan kelihaiannya dalam berdagang dikenal luas oleh para pedagang di kota-kota sekitar Hijaz. Ia mengenal baik rute perdagangan antara Makkah, Yatsrib, Mesir, Syria dan Irak. Ia sering mengunjungi kota-kota itu dan mendapatkan keuntungan yang berlimpah. Ia menumpuk dan mengumpulkan hartanya. Setiap saat ia menghitungnya sehingga tidak ada yang terlepas atau hilang dari genggamannya. Ia simpan semua hartanya dilemari besi yang terlindung. Hartanya itu semakin berlipat ganda dengan cara meminjamkan dan membungakannya.

Semakin tua umurnya, semakin getol ia beribadah dan mengurusi tuhan-tuhannya di dalam dan di sekitar Ka’bah. Dengan telaten ia memelihara, membersihkan dan mengatur posisinya sedemikian rupa. Ia mengelap dan membersihkan patung-patung itu dengan saksama.

Umayyah merasa bahawa patung-patung itu memberinya banyak keuntungan. Mereka membuat harta bendanya berlimpah semakin banyak kerana banyak orang yang mempersembahkan hadiah untuk patung-patung itu.

Umayyah memegang teguh janjinya untuk mengurus dan memelihara tuhan-tuhannya. Ia bangga dengan pekerjaannya itu, senang dengan segala sesuatu yang didapatkannya berupa penghormatan manusia dan ketundukan mereka kepada patung-patung itu, dan kepada dirinya-si pemelihara Tuhan. Kerana itu, ia menyerahkan kepemimpinan urusan dagang kepada anak-anaknya.

Cahaya Islam terbit dan memancar di Makkah. Anak-anaknya mengabarkan kepada Umayyah ibn Khalaf tentang dakwah yang diserukan oleh Muhammad putra Abdullah. Ia menyeru manusia untuk menyembah Tuhan Yang Esa dan meninggalkan penyembahan kepada berhala, yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak mengetahui apa pun yang terjadi di sekitarnya.

Umayyah ibn Khalaf merasa bahawa dakwah Muhammad mengancam eksistensi tuhan-tuhannya. Akibat lebih jauh, dakwah Muhammad akan mengancam eksistensi dirinya sebagai pemelihara mereka. tentu saja orang-orang tidak akan menyembah dan memuliakan tuhan-tuhan itu jika mereka mengakui dan mengikuti agama Muhammad. Dampak lainnya, ia akan kehilangan berbagai hadiah dan persembahan yang diberikan orang-orang kepada tuhan-tuhannya. Ini akan mengancam kehidupan ekonominya yang selama ini memberinya banyak harta dan kemuliaan.

Kerana itu, Umayyah berusaha menentang dakwah Muhammad yang menyeru manusia untuk menyembah Tuhan Yang Esa. Dengan segala kekuatan dan kekayaan yang dimiliknya ia berusaha menahan laju gerakan dakwah Muhammad. Ia ingin memeranginya dan membangkitkan api permusuhan dalam hati orang Quraisy kepada Muhammad putra Abdullah.

Umayyah ibn Khalaf menghimpun para pemuka Quraisy dan pemimpin Makkah. Ia memprovokasi mereka untuk membenci Muhammad serta menghalangi dakwahnya. Ia menjelaskan bahawa Muhammad telah menghina dan merendahkan tuhan-tuhan mereka; Muhammad telah menghina agama mereka dan agama leluhur mereka.

Ada banyak orang yang mengikuti seruan Umayyah untuk memerangi Muhammad dan kaum muslim, di antaranya Abu Jahal, al-Walid ibn al-Mughirah, Abu Lahab, Uqbah ibn Abi Mu’ith, Abu Sufyan ibn Harb, dan beberapa orang lainnya. Mereka adalah pemuka dan pemimpin Makkah.

Dulu, Raja Abrahah, dengan kekuatan pesukannya yang disertai pasukan bergajah, gagal menyerang dan menghancurkan Ka’bah dan tuhan-tuhan mereka. pasukan bergajah itu  tidak dapat memasuki Ka’bah. Jadi, apalagi Muhammad, yang tidak punya kekukatan, tidak punya pasukan, dan tidak punya harta. Bagaimana bisa Muhammad dengan agama barunya itu dapat menghancurkan tuhan-tuhan mereka. apa kekuatannya dibanding kekuatan Abrahah dan pasukannya?

Urusan Muhammad dan penyebaran agamanya menjadi perkara penting yang menyibukkan pikiran Umayyah dan kawan-kawannya para pemuka Quraisy. Mereka mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk mengamankan masa depan mereka.

(3)

Para pemimpin Quraisy itu merancang berbagai cara untuk menjauhkan manusia dari pengaruh Muhammad. Mereka pergunakan harta dan kekuatan mereka untuk menghalangi dakwah Muhammad. Mereka menyakiti dan meyiksa orang-orang yang mengikuti Muhammad. Dan yang paling membuat mereka murka adalah budak-budak dan pelayan mereka ternyata banyak yang mengikuti Muhammad. Tanpa rasa gentar dan takut mereka menyatakan masuk Islam dan mengikuti ajaran Muhammad ketika beliau menyeru di bukit Shafa.

Bilal ibn Rabah adalah budak hitam milik Umayyah ibn Khalaf. Pemuka Quraisy itu sangat murka ketika mengetahui bahawa budaknya itu telah masuk Islam dan mengikuti ajaran Muhammad. Dengan segala cara dan berbagai bentuk seksaan Umayyah berusaha mengembalikan keyakinan budaknya itu kepada keyakinan leluhurnya.

Padang pasir Makkah menyaksikan bagaimana Bilal disiksa oleh majikannya itu dengan bengis. Umayyah sering mencambuki Bilal ibn Rabah, menelanjanginya, mengikatnya dengan rantai besi, dan kemudian menjemurnya di bawah terik matahari. Tak puas dengan itu, Umayyah mengikat jalanan tubuh Bilal kemudian menyeretnya dengan untanya melewati jalanan Makkah. Ia juga menyiksa Bilal dengan cara menindih tubuhnya dengan batu dan menjemurnya di bawah terik matahari. Senua itu dilakukan untuk mengembalikan Bilal kepada keyakinan leluhurnya. Meski demikian, Bilal tidak pernah goyah sedikit pun. Ia tetap bersikukuh memegang keyakinan dan keimanannya kepada Allah dan Rasululullah s.a.w. Ia tidak terpengaruh oleh siksaan majikannya. Di tengah seksaan berat yang menderanya, bibirnya tetap menggumamkan kalimat: “Ahad….Ahad…”

Melihat upayanya itu tidak berhasil, Umayyah semakin gusar. Ia semakin marah dan semakin keras menyeksa budaknya. Ia cambuki tubuh Bilal yang telanjang di bawah terik matahari hingga kulit hitamnya itu menggelupas dan mengeluarkan darah. Kemarahannya memuncak ketika budaknya itu, meski bibir dan kerongkongnya telah mongering, tetap melantunkan kalimat: Ahad…Ahad…

Kerana itu, Umayyah membenamkan kepala Bilal ke dalam air sehingga hamper saja Bilal kehabisan nafas. Umayyah tidak pernah berhenti menyiksa Bilal meskipun tubuh budaknya itu tampak longlai, lemah danrapuh tanpa daya.

Hingga pada suatu hari…

Abu Bakar al-Shiddiq lewat dan melihat seksaan yang dialami Bilal. Ia diletakkan dengan tubuh telangkup di atas pasir yang panas, dan Umayyah mencambuki punggungnya. Abu Bakar sedar, ia wajib menolong Bilal, budak hitam yang lemah dan tanpa daya, yang dengan tulus dan istikamah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Ia harus melepaskan budak itu dari seksaan majikannya. Tidak tahan melihat perlakuan Umayyah, Abu Bakar berkata tegas, “Wahai Umayyah, wahai pemimpin Bani Jamah, tidakkah kau takut kepada Allah dan mengasihi budak ini?”

Ketika itu Umayyah sudah merasa kelelahan. Ia menyerahkan cambuknya kepada adiknya, Ubay ibn Khalaf. Ia mengalihkan pandangan kepada Abu Bakar dan berkata, “Aku melakukan ini kerana kamu dan sahabatmu Muhammad. Kalianlah yang telah memaksaku menyiksa Bilal. Ia telah meninggalkan agama leluhurku dan beralih kepada agama Muhammad. Ia telah menghina tuhan-tuhanku. Inilah balasan yang pantas untuknya. Aku akan terus menyiksanya sehingga ia kembali ke agama leluhur dan meninggalkan Muhammad.”

Abu Bakar berkata dengan suara yang lembut dan tenang, “Aku akan membelinya dengan lima keeping emas.”

Umayyah ibn Khalaf dikenal sangat mencintai harta dan kemilau emas. Ia merasa dapat kesempatan yang baik untuk mendapatkan harta. Ia setuju untuk melepas Bilal dan berkata, “Baik. Aku setuju.”

Abu Bakar mengeluarkan kantung wangnya kemudian memberikan lima keeping emas kepada Umayyah ibn Khalaf.

Umayyah merasa mendapat harta karun, harta yang diperoleh tanpa susah payah. Segera ia masukkan keping-keping emas itu ke dalam saku bajunya, lalu berkata kepada Abu Bakar seraya menunjuk kepada Bilal, “Demi Latta dan Uzza, budak itu sama sekali tidak berharga. Ia juga tidak akan menguntungkanmu. Ia tidak bisa bekerja dengan baik. Tubuhnya tidak berguna kerana telah sangat lemah. Bahkan jika kau membelinya dengan harga satu dirham, aku pasti menjualnya.”

Abu Bakar menjawab lugas, disertai kebahagiaan yang memancar dari wajahnya, “Wahai Umayyah, seandainya kau meminta harga lebih banyak disbanding harga yang kuberikan kepadamu, pasti aku akan membelinya, kerana aku hanya menharapkan keridaan dan balasan keuntungan dari Allah.”

Tentu saja Umayyah menyesal kerana tidak menaikkan tawarannya. Padahal bisa saja ia melipatgandakan harga budak hitam itu.

Ketika Abu Bakar menerima Bilal dengan penuh kebahagiaan dan keceriaan, Umayyah menyerahkannya dengan penuh penyesalan dan kerugian.

Pada hari itu juga Abu Bakar memerdekakan Bilal yang berjalan tegak di sisi Abu Bakar menyambut kemuliaan hari esok, sebagai manusia merdeka….

(4)

Umayyah ibn Khalaf merasa iri dan dengki terhadap kemuliaan yang didapatkan oleh Muhammad putra Abdullah. Ia sering terlihat duduk bersama anak-anaknya iaitu Shafwan dan Rabiah, berkumpul dengan orang-orang Quraisy lainnya yang sama-sama kafir dan buta. Syaitan telah menutupi dan bertakhta dalam hati dan fikiran mereka. Kegelapan menyelimuti kehidupan mereka sehingga selamanya mereka berjalan dalam kesesatan.

Sering kali orang-orang itu duduk dan berbincang-bincang di tempat pertemuan kaum Quraisy atau di pinggir-pinggir jalan. Sering juga mereka terlihat berbual sambil menyandarkan punggung di dinding Ka’bah. Ketikan melihat Rasulullah s.a.w, baik sendirian mahupun bersama sahabat-sahabatnya, orang-orang kafir berbisik-bisik satu sama lain menjelek-jelekkan Muhammad. Tidak hanya itu, mereja juga melontarkan ucapan-ucapan yang menghina Rasulullah dan para sahabatnya. Mereka sama sekali tidak menyedari bahawa Allah mengawasi perbuatan mereka. orang-orang kafir itu antaranya mengatakan, “Sesungguhnya Muhammad adalah pendusta, yang mengaku sebagai nabi. Tidakkah ia menyedari bahawa tuhan-tuhan kita lebih baik daripada Tuhannya!”

“Mengapa Al-Quran hanya diturunkan kepadanya seorang? Sedangkan kami adalah para pemimpin Makkah, yang lebih layak disbanding Muhammad untuk menerima wahyu Tuhan?”

“Sesungguhnya Muhammad ingin mengumpulkan harta dan kemuliaan dengan menyebarkan agamanya ini.”

“Orang-orang yang mengikutinya hanyalah orang-orang yang bodoh, kelas rendahan, dan para budak. Mereka mengikuti jalan Muhammad kerana bodoh dan hina.”

“Mungkin ia penyihir yang mahir, menyihir banyak orang dengan ucapan-ucapannya yang menarik hati. Ia menggubah syair dan menyebutnya sebagai ayat-ayat Al-Quran yang diwahyukan oleh Allah.”

“Bagaimana mungkin kita mempercayai ucapannya, sedangkan ia tidak memiliki bukti sama sekali untuk membenarkan pengakuannya itu?”

“Ia menyeru bahawa pada hari kiamat manusia akan dibangkitkan setelah mati dan bahawa mereka akan dihisab. Bagaimana mungkin tulang belulang yang telah menjadi debu dibangkitkan kembali?”

“Syurga yang sering ia katakana dipenuhi segala kenikmatan dan disediakan bagi orang yang beriman dan mengikuti ajarannya hanyalah isapan jempol untuk menarik hati orang-orang yang bodoh.”

“Begitu pula neraka yang menurutnya dipenuhi seksa dan penderitaan akhirat, yang disediakan oleh Tuhannya bagi orang-orang yang berbuat masksiat, semua itu hanyalah khayalan tanpa bukti.”

Kalimat-kalimat itu mereka katakana untuk menghina Muhammad s.a.w., mencela kaum muslim dengan segala keyakinannya. Mereka berharap penghinaan itu akan membuat kaum muslim berpaling dari Muhammad dan kembali mengikuti keyakinan leluhur kaum Quraisy, keyakinan Jahiliah.

Rasulullah s.a.w. tetap bersabar mendengar segala ucapan dan penghinaan yang mereka lontarkan. Namun, Rasulullah berduka kerana ternyata kaumnya itu tetap Bengal dan tidak mahu menyedari kebenaran yang disampaikannya.

Tidak sangsikan lagi, Umayyah ibn Khalaf dan kawan-kawannya itu telah mengetahui apa yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad s.a.w. Mereka mungkin menyedari kebenaran pada ayat-ayat itu, namun kekafiran dan ketakutan akan hilangnya kemuliaan dan kekayaan membuat mereka menutup mata dan hati mereka dari petunjuk Allah. Syaitan telah berkuasa dan bertakhta dalam hati dan fikiran mereka.

Untuk menenangkan dan menghibur Rasulullah s.a.w., Allah menurunkan ayat-ayat Al-Quran, di antaranya:

Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitung. Ia mengira bahawa hartanya itu dapat mengekalkannya. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya ia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah. Dan tahukah kamu apa Huthamah itu? (Iaitu) Api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan, yang (membakar) sampai ke hati. Sesungguhnya api itu ditutup atas mereka, (sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang. (al-Humazah:1-9)

Allah hendak menegaskan kepada kaum kafir bahawa Dia mengetahui kejahatan dan kedengkian yang disembunyikan dalam hati mereka mahupun yang diucapkan lisan mereka. Tidak lama setelah ayat-ayat itu turun, Allah mewahyukan kepada Rasulullah s.a.w. ayat-ayat berikut:

Firman Allah S.W.T:

Sesungguhnya Kami melindungimu dari (kejahatan) orang-orang yang mengolok-olok (mu), (iaitu) orang yang menganggap ada Tuhan yang lain disamping Allah. Mereka kelak akan mengetahui (akibat-akibatnya). (Al-Hijr: 95-96)

Kemudian Allah mengkhabarkan kepada nabi-Nya bahawa apa yang dilakukan oleh kaum kafir kepada dirinya dan kaum beriman, juga dilakukan oleh kaum kafir terdahulu kepada nabi mereka. Kejahatan dan penindasan yang dilakukan kaum kafir Makkah juga dilakukan oleh kaum kafir terdahulu kepada nabi mereka, termasuk Nabi Nuh a.s., Nabi Hud a.s., Nabi Shalih a.s., dan nabi-nabi lainnya. Allah berfirman:

Dan sungguh beberapa orang rasul sebelummu telah dicemuh maka turunlah kepada orang yang mencemuh para rasul itu azab yang selalu mereka jadikan bahan olok-olok (al-Anbiya’: 41)

(5)

Kaum kafir telah berputus asa kerana tidak dapat mengubah pendirian Muhammad dan para pengikutnya. Mereka mengutus Umayyah ibn Khalaf, al-Walid ibn al-Mughirah, al-Ash ibn Wail, dan al-Aswad ibn al-Muththalib untuk menemui Muhammad. Setelah berhadapan, mereka berkata, “Wahai Muhammad, kami siap menyembah Tuhanmu asalkan kamu juga mahu menyembah Tuhan kami. begini saja, setahun kami menyembah tuhanmu, dan tahun berikutnya kau menyembah tuhan kami.”

Sebagai jawapannya, pada saat itu juga Allah mewahyukan surah al-Kafirun:

Katakanlah, “Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kausembah. Dan kau bukan penyembah Tuhan yang kusembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kau sembah, dan kau tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang kusembah. Untukmu agamamu dan untukku agamaku.” (al-Kafirun: 1-6)

Tidak ada lagi yang dapat dilakukan kaum kafir selain pergi meninggalkan rumah Muhammad s.a.w dengan hati diliputi rasa takut dan murka. Mereka benar-benar merasa putus asa.

(6)

Hari-hari berlalu sebagaimana biasanya di Makkah.

Umayyah ibn Khalaf tetap dalam kekafiran dan pembangkangannya. Begitu pun para penolongnya yang berkubang dalam kebodohan dan kesesatan. Mereka bersikukuh memerangi Muhammad dan para pengikutnya. Mereka tidak mengurangi seksaan dan penindasan yang ditimpakan kepada kaum muslim. Mereka mengucilkan dan mengisolasi keluarga Hasyim serta Abu Thalib selama tiga tahun. Ketika Abu Thalib dan Sayidah Khadijah wafat, semakin berat dan semakin keras seksaan yang ditmpakan kaum kafir kepada kaum muslim.

Syaitan membisikkan pujukan kepada kaum kafir untuk membunuh Muhammad s.a.w. Namun, Allah sentiasa menjaga dan melindungi Rasul-Nya. Kerana itu Allah mewahyukan kepada Muhammad s.a.w untuk segera hijrah ke Yatsrib, berkumpul bersama kaum muslim lainnya yang telah lebih dahulu hijrah ke sana.

Tidak puas dengan terusirnya Muhammad dan kaum muslim ke Yatsrib, kaum kafir Quraisy menghimpun pasukan untuk menyerang mereka. Maka, ketika mendengar kafilah dagang mereka dicegat dan harta dagangan mereka dia rampas oleh kaum muslim Madinah, mereka bergegas menghimpun barisan dan segenap kekuatan untuk menyerang Madinah.

Dengan alasan telah tua, Umayyah ibn Khalaf tidak mahu bergabung dalam pasukan kafir yang bersiap-siap menyerang Madinah. Mungkin saja ia sebenarnya pengecut yang takut mati di medan perang.

Kaum kafir Quraisy menyayangkan dan mencela Umayyah kerana tidak mahu bergabung dalam pasukan. Uqbah ibn Abi Mu’ith mendatangi Umayyah sambil membawa ulekan dan penggilingan. Ia datang bersama Abu Jahal yang  membawa sisir. Keduanya berkata, “Wahai Abu Ali, pakailah ulekan dan sisir ini kerana kau seorang wanita!”

Ucapan kedua pemuka Quraisy itu benar-benar menyakitkan hati. Sebab, selama ini ia dikenal sebagai orang yang sangat memusuhi Muhammad dan kaum muslim. Kerana itu, ia bangkit dari tempat duduknya, kemudian menunggang untanya dan pergi ke medan perang bersama kaum kafir lainnya.

Di medan Badar, perang dahsyat berkecamuk antara kaum muslim dan kaum kafir Makkah. Rasulullah s.a.w. langsung memimpin pasukannya, sedangkan kaum kafir dipimpin oleh Abu Jahal. Pedang beradu, haiwan-haiwan tunggangan meringkik dan beradu cepat. Tubuh-tubuh berjatuhan. Darah tertumpah membasahi Badar. Kedua belah pihak berperang dengan semangat, masing-masing menghendaki kemenangan.

Di tengah kecamuk perang, Bilal melihat Umayyah ibn Khalaf, orang yang sekian lama menyiksa dan menyakitinya. Bekas tuannya itu berdiri di antara pasukan musuh. Beberapa pasukan muslim berusaha menangkap dan menawannya.

Fikiran Bilal dipenuhi kenangan buruk tentang bekas majikannya itu. Siksaan dan penderitaan yang ditimpakan kepadanya tidak pernah lepas dari ingatannya. Kerana itu, Bilal loncat dan bederap mendekati Umayyah lalu berseru keras, “Wahai Umayyah, pemimpin kaum kafir, kau tidak akan ku biarkan selamat dalam peperangan ini.”

Bilal loncat ke hadapannya. Beberapa orang muslim berusaha menahannya, kerana mereka fikir, ia cukup ditangkap dan ditawan. Namun, Bilal memberikan sebilah pedang kepada Umayyah, lalu tanpa fikir panjang lagi ia hayunkan pedangnya untuk menebas tubuh Umayyah ibn Khalaf. Umayyah terjatuh dari tunggangannya. Tubuhnya terluka parah. Namun, ia segera bangkit dan berusaha naik kembali ke atas untanya. Setelah itu ia pacu untanya berlari dengan cepat menjauhi medan perang. Memang ia tidak mati di medan Badar, namun Allah menghendaki kematianya pada saat itu. Ia mati dalam perjalanan pulang ke Makkah.

Itulah akhir kehidupan Umayyah ibn Khalaf, akhir kehidupan musuh Allah dan Rasul-Nya. Ia mati di tangan Bilal ibn Rabah, budaknya sendiri.

Catatan : Ibnu Majid

Translate »