Kita tentunya sudah tidak asing dengan istilah baper dalam percakapan keseharian. Baper adalah singkatan bahasa gaul dari kepanjangan “bawa perasaan”. Baper merupakan bentuk dari pemikiran atau sikap seseorang, sebagai akibat terlalu memasukkan ke hati segala ucapan dan tindakan orang lain. Baper juga terjadi ketika seseorang terlalu menanggapi perlakuan orang lain secara peribadi. Baper bukan hanya terbatas pada hubungan romantik percintaaan, tetapi juga boleh terjadi pada hubungan pertemanan. Bahkan dalam lingkungan kerja yang formal, dalam hubungan dengan atasan atau dengan bawahan.

Baper kepada atasan atau bawahan di lingkungan kerja ini boleh jadi dipengaruhi oleh rasa sedih atau kecewa kerana harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan. Rasa cemas dan khuatir dalam kondisi tertentu juga boleh menyebabkan baper, misalnya kekhuatiran kehilangan jabatan, posisi atau kesempatan promosi. Ketika ekspektasi tidak sesuai dengan ukuran diri sendiri, muncullah sikap baper.

Baper akan memunculkan pelbagai reaksi yang pada umumnya negatif, seperti tersinggung, marah, menangis atau curhat (curahan hati) mencari pembelaan ke sana ke mari, yang bila dibiarkan dapat  menyebabkan benturan dengan orang lain. Atau malah memunculkan reaksi insecure (rasa tidak selamat) iaitu merasa tidak mampu, merasa tidak cukup baik, merasa cemas, merasa tidak aman dan bersikap menarik diri, yang bila dibiarkan akan merugikan diri sendiri.

Lalu bagaimana bila seorang pemimpin mempunyai pemikiran atau sikap baper?  Kerana baper pada umumnya memunculkan reaksi negatif, maka seorang pemimpin sangat disarankan untuk tidak baperan. Pemimpin bukan hanya telah teruji secara kompetensi (keterampilan), tetapi seharusnya juga telah teruji secara mental. Pemimpin harus mempunyai sistem pengendalian diri dan emosi yang jauh lebih baik dari orang-orang yang dipimpinnya. Kerana dialah yang berperanan mengendalikan dan mengarahkan team atau organisasi menuju tujuan. Pemimpin harus tetap tenang dalam menghadapi berbagai tantangan (cabaran), termasuk menerima pelbagai macam ucapan dan tindakan dari orang lain.

Alasan Pemimpin Tidak Boleh Baperan

Pelbagai alasan mengapa seorang pemimpin tidak boleh baper, dijelaskan sebagai berikut:

  1.  Menyebabkan tidak boleh menjadi panutan (teladan)

Reaksi negatif yang muncul dari pemikiran atau sikap baper, menyebabkan seorang pemimpin sulit menjadi role model yang baik. Pada dasarnya tindakan apapun yang dilakukan oleh seorang pemimpin akan menjadi contoh nyata bagi orang-orang yang dipimpinnya. Ketika pemimpin mudah tersulut emosi, mudah tersinggung dan marah-marah, akan menimbulkan keresahan pada orang-orang yang dipimpinnya. Bawahan akan bekerja dengan rasa cemas dan khuatir. Akibatnya semangat kerja dan produktiviti juga akan menurun. Cubalah mengawal pemikiran dan sikap baper yang disertai emosi, dengan penuh kesedaran dalam berbagai situasi. Jangan mengukur segala sesuatu dengan standar diri sendiri, berfikirlah sebelum bertindak. Kerana pemimpin adalah panutan (teladan) yang harus lebih boleh mempertimbangkan kepentingan team atau organisasi, daripada kepentingan diri sendiri.

  1. Menimbulkan bias (kecondongan) penilaian

Seorang pemimpin harus mampu memberikan penilaian yang objektif. Harus boleh melihat fakta, menggunakan logic  dan dasar aturan ketika menilai sesuatu hal atau seseorang. Baper juga akan memunculkan rasa suka dan tidak suka yang menyebabkan bias penilaian. Terlebih bila menyangkut kinerja orang-orang yang dipimpinnya. Manusia diciptakan dengan berbagai keunikannya, yang menciptakan perbezaan dan dinamika dalam team atau organisasi. Pemimpin harus mampu mengelola dinamika itu menjadi satu kekuatan untuk mewujudkan tujuan organisasi. Jangan menilai semua hal atau semua orang dengan standar penilaian peribadi. Cubalah memahami perbezaan dan dinamika itu, mulai belajar menilai segala sesuatu secara objektif.

  1. Menyebabkan tidak fokus pada tujuan

Pemikiran atau sikap baper akan mengganggu seseorang dalam pencapaian tujuan. Pemimpin yang baperan akan sibuk dengan perasaannya sendiri, yang membuatnya tidak fokus ke mana akan berjalan. Pemimpin yang baperan akan dibebani dengan hal-hal yang sebenarnya tidak perlu difikirkan atau dikhuatirkan. Terkadang beban fikiran ini juga akan membuatnya takut menghadapi risiko dan mengambil keputusan. Pemimpin sibuk memikirkan dan mencari tahu mengapa si A bersikap begini, mengapa si B bertindak begitu. Cubalah untuk berfikir positif terhadap segala sesuatu yang belum diketahui dengan pasti. Biasakan untuk mencari bukti langsung pada sumber masalah, dan bukan dari informasi-informasi yang belum jelas kebenarannya.

  1. Mengakibatkan sulit menerima kritik dan saran orang lain

Baper akan membuat seorang pemimpin sensitif dengan perlakuan orang lain, termasuk terhadap kritik dan saranan. Fikiran-fikiran negatif akan membuatnya sulit untuk menerima masukan dari orang lain. Kritik dan saranan lebih dianggap sebagai upaya menjatuhkan, daripada membangun. Rasa curiga dan prasangka buruk membuatnya tidak percaya dengan semua orang. Cubalah membangun kepercayaan terhadap orang lain, dengan membiasakan diri bekerja sama dalam team. Lakukan brain storming sebagai metod yang sihat untuk mengevaluasi kinerja team atau organisasi, sehingga dapat melakukan perbaikan yang tepat di masa yang akan datang.

Cara Mengendalikan Baper

Seperti halnya “roker”, pemimpin juga manusia, yang punya rasa dan punya hati. Jangan samakan dengan pisau belati, kerana manusia punya perasaan yang adakalanya menguasai pemikiran dan sikapnya.  Jadi baper dalam ukuran wajar sebenarnya manusiawi, pemimpin hanya perlu belajar  untuk mengendalikannya, agar tidak mengganggu tugas dan tanggung jawabnya sebagai pemimpin. Cara untuk mengendalikan baper antara lain dijelaskan sebagai berikut:

  1. Biasakan berpikir positif tentang segala sesuatu, hindari berprasangka buruk tanpa bukti nyata.
  2. Memupuk rasa percaya pada orang lain, terutama pada team atau bawahan untuk dapat berkolaborasi dengan baik.
  3. Jangan terlalu percaya dengan gosip atau isu, dan jangan menjadikannya sebagai bahan pengambilan keputusan, lakukan observasi (pemerhatian) untuk mendapatkan fakta dan data yang jelas.
  4. Tingkatkan rasa percaya diri agar tidak mudah cemas menghadapi tantangan, dengan peningkatan kompetensi baik knowledge, skill maupun attitude.
  5. Bersikaplah profesional, jangan mencampurkan urusan peribadi dengan pekerjaan, dan jangan terlalu banyak melibatkan perasaan dalam hubungan formal.
  6. Pantaulah bawahan dari kinerjanya, bukan dari media sosialnya yang menimbulkan bias penilaian (kecuali ada pelanggaran terkait etika di media sosial yang merugikan team atau organisasi).
  7. Menyedari manusia tidak ada yang sempurna, berikan kesempatan pada diri sendiri dan orang lain untuk memperbaiki diri, lakukan self healing dan banyak introspeksi diri.
  8. Lakukan kegiatan-kegiatan positif yang bermanfaat, untuk sejenak melepaskan diri dari rutiniti dan fikiran-fikiran negatif.
  9. Perbanyaklah teman untuk memperluas wawasan, kerana roda kehidupan terus berputar, tidak selamanya kita berjaya, teman dapat menjadi penyemangat hidup dalam suka duka.
  10. Jalani hidup dengan bahagia, jangan terlalu banyak drama yang akan membuat kita merasa berat menjalaninya.

Sumber: Ika Susanti ASN, https://www.qureta.com/

Translate »