Dalam kurun sejarah Islam banyak berdiri kerajaan. Dari sekian banyak kerajaan tersebut terdapat satu kerajaan yang unik. Sebuah kerajaan yang didirikan dari perkumpulan pengajian (halaqoh ilmu). Yang motivasi awalnya adalah bagaimana supaya syariat Allah dan Rasul-Nya dikenal di benua hitam Afrika. Kerajaan itu adalah Daulah Murabitun (Marovid).

Kerajaan ini didirikan oleh seorang ulama bernama Abdullah bin Yasin rahimahullah beserta pengikutnya yang merupakan pemimpin Suku Matunah, Yahya bin Ibrahim al-Lamtuni. Abdullah bin Yasin merupakan seorang reformis dari Madzhab Maliki. Abdullah bin Yasin adalah seorang yang pintar dan cerdas. Seorang yang bertakwa dan wara’. Seorang ahli fiqih, sastqea, politik, dan beberapa disiplin ilmu lainnya. Imam adz-Dzahabi berkata tentang Abdullah bin Yasin, “Ia adalah seorang ulama yang terkenal berjiwa kuat dan memiliki pemikiran-pemikiran yang cemerlang.” (as-Siyar, 9/80).

Medan dakwah Afrika bukanlah medan dakwah yang mudah. Kerana itu, orang yang berani masuk ke pedalamannya. Apalagi istiqomah berdakwah di sana. Pastilah seorang yang memiliki keperibadian tangguh, ilmu yang mendalam, pengalaman yang luas dalam pelbagai masalah, dan kemampuan menajemen yang mampu diandalkan. Banyak pendakwah sebaya Abdullah bin Yasin yang memilih berdakwah di perkotaan yang ramai. Namun ia lebih memilih masuk ke pedalaman Afrika ini. Sejarah itu pun dimulai.

Perjalanan Dakwah

Abdullah bin Yasin bergerak menuju gurun pasir yang sangat luas. Ia menembus kawasan selatan Aljazair dan kawasan utara Mauritania, hingga tiba di pemukiman Suku Judalah. Tanah di pemukiman ini tandus dan kering. Udaranya panas menyengat. Di tempat ini, orang-orang biasa melakukan kemungkaran terang-terangan. Tanpa ada satu pun yang mengingatkan dan menegur mereka. Mereka terbiasa melakukan zina bahkan terhadap seorang perempuan yang sudah memiliki suami. Anihnya, meskipun suaminya tahu perzinaan tersebut, ia tidak mempermasalahkannya. Nah, di tempat seperti inilah Abdullah bin Yasin memulai dakwahnya.

Al-Qadhi Iyadh berkata, “Agama di tengah mereka sangat minimum. Kerana sebahagian mereka masih berlaku seperti perilaku jahiliyah. Sebahagian dari mereka hanya mengenal dua kalimat syahadat. Hanya itu yang mereka kenal dari ajaran Islam (al-Qadhi Iyadh, Tartib al-Madarik, 2/64).

Dakwah Abdullah bin Yasin ini mendapat tentangan keras. Ia ditentang oleh beberapa tokoh masyarakat dan orang-orang yang punya kepentingan. Menghadapi gelombang protes keras ini sampai Amir Yahya bin Ibrahim al-Judali pun tak sanggup melindungi beliau. Kendati demikian, Abdullah bin Yasin tidak merasa putus asa. Ia tetap berusaha mendakwahi mereka. Hingga penentangan semakin kuat. Ia sampai dihina dan dipukuli. Sampai akhirnya mereka mengusir Abdullah bin Yasin dari kampung mereka.

Awal Mula Kerajaan Murabithun

Setelah diusir, Abdullah bin Yasin sempat bingung apa yang harus ia lakukan setelah ini. Akhirnya ia memutuskan untuk tetap berdakwah di pedalaman padang pasir. Ia pindah menuju tepian Sungai Negra dekat dengan Kota Tobacto. Dari sinilah kisah tentang orang-orang Murabithun dimulai (Muhammad Bin Abdullah Annan, Daulah al-Islam fi al-Andalus, 3/302).

Ibnu Khaldun menjelaskan tempat baru Abdullah bin Yasin ini dengan mengatakan, “Semenanjung ini dikelilingi oleh Sungai Nil (maksudnya anak Sunga Neiger). Pada musim kemarau airnya sangat dangkal (cetek). Sehingga orang-orang boleh melintasinya dengan berjalan kaki. Tetapi ketika musim hujan terjadilah banjir. Sehingga untuk melewatinya diperlukan perahu (Ibnu Khaldun, Tarikh Ibnu Khaldun, 6/183).

Abdullah bin Yasin mendirikan sebuah tenda yang cukup luas di tempat tersebut. Beberapa orang dari Suku Judalah mendengar tentang khabar sang guru. Mereka ini kaum muda yang tergerak hatinya untuk mempelajari Islam. Meskipun tempat ini cukup jauh, mereka tetap semangat mendatangi guru mereka itu. Mereka pun menempuh jalur selatan Mauritania.

Mulanya, mereka hanya terdiri dari tujuh orang Suku Judalah yang dipimpin oleh Yahya bin Ibrahim al-Judali dan adiknya, Abu Bakar. Di dalam tenda yang sangat sederhana itu, Abdullah bin Yasin mengajarkan Islam kepada murid-muridnya. Ajaran Islam yang murni sebagaimana yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW.

Semakin hari, jumlah pengikutnya pun semakin banyak. Dari tujuh orang menjadi lima puluh. Kemudian seratus. Dan terus berlipat-lipat jumlahnya. Dalam rentang waktu empat tahun, jumlah muridnya menjadi 1,000 orang.

Abdullah bin Yasin setiap hari mengadakan dars (pelajaran) bersama 1,000 orang muridnya. Di antara 1,000 orang tersebut terdapat para bangsawan Shanaja. Lalu, ia menamai mereka dengan al-Murabithun yang bererti orang-orang yang setia. Setia menunggu surau mereka di perbatasan. Dari sinilah cikal bakal kerajaan besar al-Murabithun itu dibangun.

Abdullah bin Yasin memulai dakwahnya dengan perkara-perkara fundamental. Ia mengajari murid-muridnya tentang al-Qur’an, hadis, wudhu, shalat, zakat, dan ibadah-ibadah lainnya yang diwajibkan Allah SWT kepada manusia. Mungkin sebahagian orang meremehkan materi-materi (bahan-bahan) kajian seperti ini. Kerana kajiannya terbatas. Tidak mengurusi kepentingan umat secara umum. Orang-orang lebih senang mengedepankan kajian-kajian politik, pemikiran, dan jihad. Kerana itu dianggap keperluan mendesak.

Setelah pondasi-pondasi agama itu kuat dan jumlah mereka banyak, barulah Abdullah bin Yasin menjelaskan kepada mereka tentang perkara jihad. Materi ini tidak diajarkan di awal-awal dakwah, padahal saat itu Shanaja memiliki banyak musuh yang siap menyerang. Kerana pondasi yang kuat dan metod pendidikan yang benar, seruan jihad dari sang guru pun disambut oleh murid-muridnya dengan penuh keyakinan akan balasan di sisi Allah SWT.

Kemudian dalam kalangan bangsawan Shanaja ini menemui keluarga mereka. Mereka mengajak dan memperkenalkan Islam kepada anggota keluarga mereka. Namun terjadi penolakan hingga terjadi pertempuran.

Makna Al-Murabithun

Murabithun berasal dari kata ribath. Yang ertinya sesuatu yang digunakan untuk menambatkan ternak. Kemudian kalimat ini digunakan untuk mengertikan setiap orang yang berjaga-jaga di wilayah perbatasan musuh demi melindungi pasukan yang berada di belakang mereka.

Rasulullah SAW bersabda:“Berjaga sehari di jalan Allah lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (Muttafaq ‘alaih)

Biasanya perajurit penjaga perbatasan itu berjaga di garis batas (sempadan). Dan mereka tidur di dalam tenda. Apa yang dilakukan oleh Abdullah bin Yasin dan murid-muridnya di tepi Sungai Senegal sama seperti yang dilakukan para murabithun ini. Ada juga yang menyebut mereka dengan al-Mulatsimun (orang yang menutup wajahnya dengan kain). Dan daulah mereka disebut Daulah al-Mulatsimun. Kerqna mereka menutupi wajah mereka dengan kain.

Daulah Al-Murabithun tahun 1073 – 1147 M

Pergantian Kepemimpinan

Kian hari kian bertambah saja pengikut Abdullah bin Yasin. Dengan jumlah yang banyak ini, para penentangnya tak boleh lagi berbuat semena-mena menindasnya. Pengikutnya yang banyak, yang dikenal dengan al-Murabithun, siap membelanya. Dan siap mempertahankan wilayah sunyi yang kini mereka huni dan ramaikan. Namun perjuangan mereka pun tidaklah mudah. Di antara mereka pun harus gugur di medan perang. Di antara mereka yang gugur adalah pemimpin orang-orang Murabithun, Yahya bin Ibrahim al-Judali. Ia adalah orang pertama yang menggagas berdirinya al-Murabithun.

Dengan wafatnya Yahya bin Ibrahim, Abdullah bin Yasin menawarkan kepemimpinan kepada Jauhal al-Judali. Namun ia menolak. Kemudian Abdullah menunjuk Yahya bin Umar al-Lamtuni untuk memimpin orang-orang Murabithun. Ia berasal dari suku terbesar kedua di wilayah tersebut. Suku terbesar adalah suku Judalah. Yahya adalah seorang yang pertama-tama mengikuti Abdullah bin Yasin.

Pada tahun 447H/1055, Yahya bin Umar gugur dalam peperangan. Kemudian kekuasaan Murabithun dipegang oleh adiknya Abu Bakar bin Umar al-Lamtuni. Bersama Abdullah bin Yasin, Abu Bakar berhasil memperluas wilayah kekuasaan Murabtihun. Dari Senegal, mereka mulai memasuki bahagian selatan Mauritania. Keduanya juga berhasil menghimpun suku Judalah secara keseluruhan dalam al-Murabithun.

Pada tahun 451 H/1059 M, Abdullah bin Yasin gugur dalam perang melawan Barguta. Kepergian ulama pejuang ini mewariskan peninggalan besar. Al-Murabithun yang ia bersamai selama 11 tahun. Selama itu pula ia berhasil mendidik sejumlah tokoh dalam ilmu dan jihad.

Rujukan:  Qishatu-l Andalus mina-l Fathi ila-s Suquth oleh Raghib as-Sirjani

Sumber: Nurfitri Hadi, https://www.eramuslim.com/

Translate »