Setiap Muslimah berkewajiban untuk menutup auratnya. Hanya saja, ada beberapa golongan yang mendapat pengecualian terhadap hal tersebut.

Dalam al-Qur’an surah an-Nur ayat 31 dijelaskan, “… Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada suami mereka atau ayah mereka atau ayah suami mereka atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka…”

Dalam Fiqih Kontemporer, Syekh Yusuf Qaradhawi menjelaskan, nash di atas menerangkan bahawa anak suami dianggap sebagai orang yang senantiasa berbaur dan bergaul dengan ibu meski bukan ibu kandung. Karena itu, Qaradhawi berpendapat, syara’ tidak menuntut wanita untuk menjaga diri terhadap anak tiri sebagaimana menjaga diri kepada lelaki lain.

Syekh Qaradhawi mengungkapkan, adanya nash dalam al-Qur’an menjelaskan bahawa tidak layak bagi keluarga untuk menuntut ibu agar menutup seluruh auratnya, seperti rambut, leher, dan lengan, kepada anak tirinya, sedangkan Allah SWT tidak menjadikan kesukaran kepadanya. Andai kata diwajibkan untuk ikut menutup aurat saat berpapasan dan bergaul dengan anak tirinya, Syekh Qaradhawi berpendapat, hal tersebut akan menimbulkan kesulitan besar baginya.

Meski demikian, Syekh Qaradhawi menjelaskan, bukan berarti anak lelaki tiri itu memiliki hak kemahraman yang sama dengan anak lelaki kandung. Dalam hal ini, harus ada penegasan untuk perbezaannya, sebagaimana diperingatkan Imam Qurthubi dan imam-imam lainnya.

Dia memisalkan, jika seorang lelaki tua yang memiliki isteri berusia 20 tahun kemudian lelaki itu mempunyai putera yang sebaya dengan isterinya dari isteri sebelumnya. Kondisi demikian, dikhuatirkan terjadi fitnah.

Para fuqaha pun, kata Syekh Qaradhawi, menjelaskan, “Sesungguhnya segala sesuatu yang diperbolehkan dalam kondisi seperti ini haram hukumnya apabila dikhuatirkan terjadinya fitnah.”

Allah SWT memberi keringanan kepada wanita dalam aurat sedangkan dalam berduaan tidak diperbolehkan kerana dapat menyebabkan terjadinya fitnah.

Ini sebagai saddan lidz-dzari’ah (tindakan preventif) sebagaimana halnya segala sesuatu yang diharamkan itu menjadi mubah hukumnya apabila dalam keadaan darurat atau sangat diperlukan. Misalnya saja, ibu itu hendak berubat ke doktor pria (sehingga doktor menyentuhnya dan sebagainya) sedang dokter wanita tidak ada, begitu juga sebaliknya.

Jika dalam kondisi si suami sedang bepergian apakah anak tiri itu boleh berduaan dengan ibu tirinya? Syekh Qaradhawi mengatakan, tentunya tidak boleh. Menurut Syekh Qaradhawi, Allah SWT memberi keringanan kepada wanita dalam aurat sedangkan dalam berduaan tidak diperbolehkan kerana dapat menyebabkan terjadinya fitnah.

Hukum adanya larangan ini dianalogikan dengan adanya larangan seorang lelaki menyerahkan isteri menjadi sasaran fitnah. Sesuai dengan hadis Rasulullah SAW, “Tidaklah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita melainkan syaitanlah yang menjadi orang ketiga di antara mereka.”

Sumber: https://republika.co.id/kanal/islam-digest

Translate »