Harta dan takhta adalah perhiasan hidup bagi manusia. Seseorang pasti cenderung kuat untuk menguasai, memiliki, bahkan menikmati keduanya.

Namun dengan demikian kita harus sedar bahawa harta, takhta hanyalah sebuah perhiasan dunia yang akan menyebabkan kita terlena akan keindahan yang hanya bersifat fatamorgana.

Sebagai perhiasan dunia keduanya seringkali menyebabkan kesombongan, keangkuhan serta kebanggaan diri.

Setiap orang mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing, maka dari itu tidak perlu dengki atau iri hati sampai menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kemewahan dunia yang bersifat sementara.

Dalam QS.Al-Qashash ayat 76-77, Allah mengabadikan kisah Qarun yang mempunyai sifat suka menganiaya umatnya, bangga dan sombong akan harta yang dimilikinya.

Diceritakan juga kerana banyaknya harta  benda yang ia miliki sehingga kunci-kuncinya tidak dapat dipikul oleh sejumlah laki-laki yang bertubuh kekar dan kuat.

Potret Qarun secara lengkap dapat dilihat dalam surah Al-Qashash [28] ayat 76-82. Kehadiran surah Al-Qashash ayat ke-77  sebagai “pengantar” berupa ulasan “biodata” Qarun secara ringkas:

Sesungguhnya Qarun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya, ‘Janganlah kamu terlalu bangga sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri.”

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qashash:76):

Al-A’masy telah meriwayatkan dari Al-Minhal ibnu Amr, dari Said ibnu Jabir, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya :

(Sesungguhnya Qarun adalah termasuk kaum Musa) (QS. Al-Qashash:76) “Qarun adalah anak dari paman Nabi Musa, yakni saudara sepupunya.” Ayah Nabi Musa, bernama Imran merupakan saudara dari ayah Qarun yang bernama Yash-hub, yang mana Imran dan Yash-hub merupakan anak dari Qahits.

Demikian Ibnu Juraij menjelaskan silsilahnya. Ibnu Juraij dan mayoritas “ahlul ‘ilmi”, Qarun adalah saudara sepupu Nabi Musa a.s: (maka ia berlaku aniaya terhadap mereka) yakni terhadap umatnya(QS. Al-Qashash:76). Iaitu dengan dengan bersifat takbur, sombong dan merasa paling banyak hartanya.

Menurut Syahr ibnu Hausyab, karena kesombongan dan keangkuhan Qarun, ia menjulurkan kainnya sepanjang satu jengkal terhadap kaumnya sendiri, sehingga ia memandang enteng dan hina semua kaumnya:  (dan kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat) (QS. Al-Qashash:76)

Maksudnya, kunci-kunci tersebut terasa berat bagi mereka yang memikulnya kerana banyaknya kunci (yang menunjukkan banyaknya harta). Al-A’masy berkata dari Khaitsamah: “Kunci-kunci perbendaharaan (harta benda) Qarun terbuat dari kulit. Setiap satu kunci seperti satu buah jari dan setiap satu kunci berada di sebuah kotak penyimpanannya.”

Apabila Qarun berpergian, maka semua kunci perbendaharaannya dibawa dan diangkut dengan enam puluh begal yang kuat, menurut tafsir Al-Misbah huruf  Ba’ yang ada pada lafal Bil ‘ushbah berfungsi untuk ta’diyah. Menurut suatu pendapat dikatakan, bahawa jumlah mereka ada tujuh puluh orang; dan menurut pendapat yang lain dikatakan bahawa jumlah mereka ada empat puluh orang, sedangkan menurut yang lainnya lagi berjumlah sepuluh orang, dan menurut yang lainnya lagi selain dari itu. waAllahu a’lam.

((Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya, ‘Janganlah kamu terlalu bangga, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri) (QS. Al-Qashash:76) Iaitu ketika orang-orang sholeh dari kaumnya memberikan nasihat dengan hal-hal yang lebih bermanfaat, mereka mengatakan kepadanya dengan ungkapan memberi nasihat dan petunjuk, “Janganlah engkau terlalu membanggakan apa yang engkau miliki.” Dengan kata lain janganlah engkau sombong dengan harta yang engkau miliki: (sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri.) (QS. Al-Qashash:76)

Ibnu Abbas mengatakan, makna yang dimaksud ialah orang-orang yang takabur. Sedangkan mujahid berkata bahawa makna yang dimaksud ialah bersifat sombong dan sewenang-wenang sebagaimana sikap orang-orang yang tidak bersyukur kepada Allah atas kurniaan yang diberikan kepada mereka.

(Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi) (QS. Al-Qashash:77)

Maksudnya perintah untuk menggunakan harta yang berlimpah yang telah dianugerahkan kepadanya sebagai bekal ketaatan kepada Allah SWT dan mendekatkan diri kepada-Nya dengan berbagai amalan-amalan yang dapat menghasilkan pahala dunia dan akhirat: (dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi) (QS. Al-Qashash:77)  yakni sesuatu yang dihalalkan oleh Allah SWT baik itu berupa sandang, pangan, papan dan pernikahan.

Kerana sesungguhnya Tuhanmu memiliki hak, engkau juga mempunyai hak terhadap dirimu sendiri, dan keluargamu juga memiliki hak serta orang-orang yang berkunjung kerumahmu-pun mempunyai hak, maka tunaikanlah hak terhadap masing-masing dari mereka.

(dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu) (QS. Al-Qashash:77) dan berbuatlah kebajikan kepada orang-orang  dengan bersedekah kepada mereka (sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu.

(dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.) (QS. Al-Qashash:77)  iaitu larangan membuat kerusakan di bumi dengan melampaui batas- batas Allah SWT.

Allah SWT melarang manusia untuk membuat kerusakan di muka bumi ini. Kerusakan itu bermakna luas, bukan hanya kerusakan bumi secara fisik, namun juga kerusakan alam semesta beserta isinya (termasuk satwa di dalamnya).

Allah SWT telah dengan jelas dan tegas melarang perusakan terhadap bumi dan alam semesta ini dengan berkali-kali menegaskannya di dalam Al-Qur’an agar kita (manusia) tidak membuat kerusakan di muka bumi, kerana dari semua makhluk Allah yang dapat membuat kerusakan adalah manusia.

(Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan) (QS. Al-Qashash:77). Sesungguhnya Allah tidak meridhai orang-orang yang merusak dengan perbuatan buruk mereka itu.

Dari kisah Qarun di atas dapat diambil kesimpulan bahawa harta benda dan kekayaan yang dimiliki oleh orang di dunia ini bukanlah segala-galanya.

Harta benda tersebut Allah SWT titipkan untuk dapat dimanfaatkan sebagai sarana melangsungkan kehidupan dan berbuat kebaikan untuk orang-orang di sekitar bukan sebagai alat yang digunakan untuk berbangga diri, menyombongkan diri bahkan membuat kerusakan atau memberikan mudarat bagi orang lain.

Sumber: Afidatul Husniya, https://www.qureta.com/

Translate »