Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun. Kalimat tersebut disampaikan secara kontinyu (bersambungan) dalam medsos (media sosial), seiring banyaknya ulama yang meninggal akibat COVID-19 pada beberapa pekan (minggu) terakhir. Bagi orang beriman, pandemik COVID-19 merupakan ujian dari Allah SWT. yang patut disikapi secara bijak. Meskipun diliputi kesulitan, kita wajib menjauhkan diri dari pesimisme.

Allah SWT. Berfirman: “Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. al-Insyirah : 5 – 6).

Allah SWT. juga berfirman: “(Dia) yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dia maha perkasa, maha pengampun.” (QS. al-Mulk : 2).

Berdasarkan ayat tersebut, kita dimotivasi oleh Allah SWT. apapun keadaan kita, susah mahupun senang, untuk tetap berbuat kebaikan, bahkan menghasilkan karya terbaik yang bermanfaat bagi umat manusia, dan tentunya karya yang tidak bertentangan dengan petunjuk-Nya.

Sebagai orang beriman, kita dituntut untuk terus optimis, husnuzan terhadap takdir-Nya, berkaitan dengan munculnya pandemik COVDI-19. Kerana dengan optimisme, kita akan dirahmati Allah SWT.

Rasulullah SAW bersabda: “(Pandemik) thaun (taun) adalah azab yang dikirim Allah bagi siapa pun yang Dia kehendaki, dan Allah menetapkan (thaun) sebagai rahmat bagi orang beriman.” (HR. Bukhari No. 3474).

Ada banyak rahmat dari Allah SWT. yang dapat dirasakan oleh kita sebagai orang beriman di masa pandemik COVID-19. Namun dalam tulisan ini hanya disebutkan tujuh saja:

Pertama, mendapatkan pahala mati syahid. Munculnya pandemik COVID merupakan rahmat Allah SWT yang dapat dimanfaatkan agar kita memperoleh pahala syahid. Tentu saja kita tidak harus mati terkena COVID agar boleh diberi pahala syahid oleh Allah SWT. Kita boleh mendapatkan pahala syahid meskipun ditakdirkan selamat dari pandemik tersebut. Asalkan petunjuk dari Allah SWT. dan rasul-Nya dipedomani dalam menghadapi pandemik. (al-Asqalani).

Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang ketika thaun menjangkiti, lantas ia tetap berada di negerinya dengan sabar dan ridha, vjuga tahu (yakin) bahwa tidak ada (apapun) yang (dapat) menimpanya kecuali (apa yang telah) ditetapkan Allah baginya, (maka) baginya seperti pahala syahid.” (HR. Bukhari No. 3474).

Kedua, meningkatkan keharmonisan rumah tangga. Munculnya pandemik COVID di satu sisi merupakan rahmat yang diberikan Allah SWT kepada kita, agar boleh memiliki waktu luang bagi keluarga. Mengapa demikian?

Sejak COVID melanda negara ini, pemerintah sering memberlakukan lockdown (kini namanya PPKM) yang relatif lama, agar pandemik dapat dikendalikan, bahkan diminimalisir. Saat-saat lockdown itulah, kita boleh melakukan WFH (work from home) sambil menemani, mengasuh, dan mendidik anak-anak kita, yang juga bersekolah di rumah secara daring (dalam talian).

Selain itu, lockdown juga dapat dimanfaatkan untuk lebih banyak mengisi waktu bersama isteri kita. Sehingga keharmonisan rumah tangga dapat lebih ditingkatkan. Hak-hak lahir dan batin keluarga sesuai petunjuk Allah SWT dan rasul-Nya boleh diberikan secara lebih maksimal ketika lockdown.

Dalam sebuah Hadits, Rasulullah SAW membenarkan Salman al-Farisi RA yang berkata: “Sesungguhnya bagi Rabb-mu ada hak, bagi dirimu ada hak, dan bagi keluargamu juga ada hak. Maka penuhilah masing-masing hak tersebut.” (HR. Bukhari No, 1968).

Ketiga, memaksimalkan teknologi informasi. Setelah pandemik COVID melanda, kita menjadi sedar tentang kedahsyatan teknologi informasi yang dapat dimanfaatkan untuk mempermudah berbagai aktiviti, tugas, pekerjaan, mahupun urusan kita. Contohnya adalah aplikasi yang kini banyak dipakai orang dari seluruh dunia, Zoom.

Dalam dunia dakwah, Zoom telah memudahkan mereka untuk dapat bersilaturahim secara daring, sambil musyawarah membahas masalah-masalah keumatan mahupun kebangsaan, meskipun tidak didukung anggaran yang besar, sebagaimana yang berlaku pada pertemuan offline. Apalagi Zoom dianggap telah memenuhi dua kriteria umum silaturahim, iaitu saling melihat wajah serta saling mengatakan dan mendengarkan antara pelaku komunikasi.

Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. al-Insyirah : 5 – 6).

Keempat, mendekatkan diri kepada Allah SW. Selama 1.5 tahun terakhir ini, sudah banyak orang yang diserang COVID dan tidak sedikit di antara mereka meninggal. Orang beriman menjadi sedar, dan segera mendekatkan diri kepada Allah SWT agar diselamatkan dari akhir su’ul khatimah. Mereka ber-muhasabah untuk segera kembali mendekat kepada Allah SWT dengan cara menghentikan maksiat, memperbanyakkan ibadah, serta beramal mulia lainnya yang diridhai-Nya. Dengan demikian, pandemik COVID dapat menjadi wasilah turunnya rahmat yang patut disyukuri. Kerana kebahagiaan hakiki bagi orang beriman adalah boleh bertaubat dan mensucikan diri, untuk mendekat kepada-Nya.

Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. al-Baqarah : 222).

Kelima, mendapatkan ampunan Allah SWT. Tidak boleh dipungkiri (tidak dinafikan), munculnya pandemik telah melahirkan pelbagai kesusahan dan kesedihan di tengah masyarakat. Seperti pekerja sektor informal yang kesulitan mencari nafkah di luar rumah kerana lockdown, karyawan yang di-PHK (Pemutusan Hubungan Kerja – diberhentikan kerja) kerana perusahaan bangkrut (muflis) di masa pandemik, hingga warga yang keluarganya diserang COVID hingga sakit kritis (tenat), bahkan meninggal dunia.

Bagi orang beriman, semua kesusahan dan kesedihan itu hendaknya dihadapi dengan ikhlas. Sebab Allah SWT menjanjikan ampunan-Nya bagi mereka yang dilanda musibah.

Rasulullah SAW bersabda: “Tidaklah menimpa seorang mukmin (beriman) rasa sakit yang terus-menerus, kepayahan, penyakit, dan juga kesedihan, bahkan sampai kesusahan yang menyusahkannya, melainkan akan dihapuskan dosa-dosanya.” (HR. Bukhari No. 5641)

Keenam, memperkuat persaudaraan dan persatuan. Harus diakui, selama beberapa lama ini banyak terjadi clash antar kelompok di masyarakat kerana perbezaan latar belakang. Namun setelah dilanda pandemik COVID, kita merasakan hubungan mereka menjadi fluid (cair), untuk bahu-membahu menghadapi dan menanggulangi pandemik tersebut.

Mereka saling bekerjasama menolong orang-orang yang diserang COVID, ataupun saling membantu secara materi bagi orang-orang yang terkena dampak sampingan dari adanya pandemik, seperti  karyawan yang di-PHK, serta pengusaha yang pailit (gulung tikar). Fenomena ini akhirnya dapat memperkuat persaudaraan dan persatuan, yang patut disyukuri. Kerana jika sebelumnya antara kelompok masyarakat sempat ‘dihantui’ ketidakharmonisan, maka rahmat Allah SWT  melalui COVID membuat masyarakat memiliki kasih sayang dan terjalin persaudaraan.

Rasulullah SAW bersabda: “Para pengasih dan penyayang dikasihi dan disayang oleh al-Rahman, rahmatilah yang ada di bumi niscaya kalian akan dirahmati oleh Dzat yang ada di langit (Allah).” (HR. Abu Dawud No. 4941).

Ketujuh, meningkatkan kesabaran. Rahmat Allah SWT akan diberikan kepada orang beriman yang sabar, baik di dunia mahupun di akhirat kelak.

Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. al-Zumar : 10).

Kesabaran direalisasikan orang beriman dalam wujud ikhlas, ikhtiar, dan tawakkal. Ikhlas ertinya rela, tidak berkeluh-kesah, serta tidak emosional ketika diberi ujian oleh Allah SWT. Ikhtiar ertinya tidak menyerah dan berusaha bersungguh-sungguh melakukan tindakan-tindakan yang menjadi penyebab diberikannya jalan keluar oleh Allah SWT. Dan tawakkal ertinya menyerahkan sepenuhnya hasil dari ikhlas dan ikhtiar yang telah dilakukan kepada Allah SWT.

Dalam melakukan ikhtiar, hendaknya kita mengikuti petunjuk dari pihak-pihak yang kredibilitas, kapasitas, serta kapabilitasnya diakui secara mutawatir. Dalam menghadapi ujian pandemik COVID ini, pihak yang memiliki ketiga hal tersebut secara mutawatir adalah pemerintah.

Ketika pemerintah meminta kita melakukan prokes, menjaga asupan gizi, serta tindakan-tindakan lainnya yang secara mutawatir fakta mahupun bahasan ilmiahnya telah dibuktikan mampu dalam pengendalian COVID, maka permintaan tersebut wajib ditaati. Sebab dengan ikhtiar yang sesuai petunjuk tersebut, mudah-mudahan menjadi wasilah datangnya takdir yang baik dari Allah SWT sehingga pandemik COVID-19 dapat segera ditanggulangi dengan baik. Wallahua’lam.*

Sumber: Muh. Zaitun Rasmin, Wakil Sekretaris Dewan Pertimbangan Majlis Ulama Indonesia (MUI) Pusat. Tulisan ini diadaptasi dari bahan taushiyah di Majlis Doa Umat Untuk Bangsa 16 Julai 2021. https://www.hidayatullah.com/

Translate »