Teori modenisasi lahir di tahun 1950-an di Amerika Syarikat, dan merupakan respon kaum intelektual terhadap perang dunia yang bagi penganut evolusi dianggap sebagai jalan optimis menuju perubahan (Rossana, 2011: 35).
Modenisasi menjadi penemuan teori yang terpenting dari perjalanan kapitalisme yang panjang di bawah kepemimpinan Amerika Syarikat. Teori ini lahir dalam suasana ketika dunia memasuki “Perang Dingin” antara negara-negara komunis di bawah pimpinan negara Kesatuan Sosialis Republik Soviet (USSR) alias Rusia.
Sementara itu gerakan sosialisme Rusia mulai mengembangkan pengaruhnya tidak sahaja di Eropah Timur, melainkan juga di negara-negara yang baharu merdeka. Dengan demikian, dalam konteks perang dingin tersebut, teori modenisasi terlibat dalam peperangan ideologi.
Dampak Modenisasi
Pemodenan menciptakan seluruh fenomena baru dalam masyarakat moden. Di bidang ekonomi misalnya terlihat fenomena sebagai berikut:
- Pertumbuhan ekonomi sangat cepat.
- Terjadinya pergeseran dari produksi agraris (pertanian) ke industri sebagai inti sektor ekonomi.
- Tumpuan penduduk ekonomi di kota dan kawasan bandar.
- Penggunaan sumber daya tak bernyawa (mesin) sebagai pengganti tenaga kerja manusia dan haiwan.
- Penyebaran penemuan teknologi ke seluruh aspek kehidupan sosial.
- Terbukanya pasar tenaga kerja berkompetensi bebas dan sedikitnya pengangguran.
- Tertumpunya tenaga kerja di kilang dan perusahaan swasta.
- Pentingnya peranan pengusaha, pengurus, atau “kapten industri” dalam pengendalian industri.
Dari beberapa dampak kemodenan di atas penulis hanya ingin memfokuskan pada poin ke-5, iaitu penyebaran penemuan teknologi ke seluruh aspek kehidupan sosial.
Sebagaimana disampaikan Aswanati Matondang dalam Dampak Modernisasi Terhadap Kehidupan Sosial Masyarakat bahawa timbulnya modenisasi dapat diakibatkan oleh kemajuan ilmu dan teknologi. Secara sedar atau tidak pasti kita mengalami pelbagai fenomena sosial budaya yang terjadi dalam lingkungan masyarakat kita.
Fenomena ini dapat berupa perubahan gaya hidup, tata cara pergaulan, perubahan sistem kemasyarakatan, mahupun hal-hal yang dapat memicu terjadinya masalah-masalah sosial yang cukup pelik.
Adapun fenomena yang terjadi di atas itu, tidak lain disebabkan kerana percepatan informasi. Bagaimana tidak, di era sekarang kita hanya perlu memiliki handphone ataupun teknologi lainnya dan akan mendapatkan berbagai informasi yang diperlukan.
Hal inilah yang membuat kita dapat mengetahui apa sahaja dalam waktu singkat, baik yang terjadi dalam peringkat lokal, nasional, mahupun antarabangsa. Dan tanpa sedar berdampak pada kehidupan sosial kita.
Demokrasi
ketika mendengar kata Demokrasi maka yang tergambar dalam fikiran kita adalah “kedaulatan berada di tangan rakyat“. Jika kedaulatan berada di tangan rakyat, maka segala sesuatu yang diputuskan atau diambil harusnya melibatkan rakyat.
Keterlibatan rakyat dalam penentuan dasar negara bukanlah hal yang baharu. Demokrasi pada permulaannya sebagaimana kita tahu bermula di Yunani Kuno yang dicetuskan oleh Perikeles telah menerapkan hal demikian.
Demokrasi dalam perspektif Perikeles yang ditulis oleh Roy C. Macridis, memiliki beberapa kriteria, iaitu:
- Pemerintahan oleh rakyat dengan pembabitan rakyat secara penuh dan langsung.
- Kesamaan di depan hukum.
- Pluralisme, penghargaan atas semua bakat, minat, keinginan, dan pandangan.
- Penghargaan terhadap suatu pemisahan dan wilayah peribadi untuk memenuhi dan mengekspresikan keperibadian individual.
Adapun faktor yang mempengaruhi demokrasi muncul di Yunani Kuno adalah adanya kebebasan berfikir dan mengeluarkan pendapat secara kritis (Soehino, 1998: 12) dan adanya kebebasan berekspresi (Suhelmi, 2001: 28).
Namun walaupun begitu, demokrasi dalam perkembangannya selalu berbeza-beza, dimulai dari Yunani Kuno, Abad Pertengahan, dan Moden.
Demokrasi pada Yunani Kuno adalah demokrasi langsung (direct democracy), iaitu suatu bentuk pemerintahan di mana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara yang bertindak berdasarkan prosedur masyarakat (Huda, 2005: 261).
Namun perlu diketahui bahawa yang dimaksud warga negara adalah warga negara minded (yang berfikr) dan selalu memikirkan tentang penguasa negara, cara memerintah dan sebagainya (Soehino, 1998: 15). Jadi selain daripada kelasifikasi di atas tidak termasuk warga negara.
Kemudian sifat langsung dari demokrasi Yunani dapat diselenggarakan secara efektif (berkesan) kerana berlangsung dalam keadaan yang sederhana, wilayahnya terbatas, serta jumlah penduduk yang sedikit.
Selanjutnya demokrasi pada Abad Pertengahan. Masyarakat Abad Pertengahan dicirikan oleh struktur sosial yang feudal, dan kehidupan politiknya ditandai oleh perbuatan kekuasaan antara para bangsawan satu sama lain. Dilihat dari perkembangannya, demokrasi Abad Pertengahan menghasilkan suatu dokumen yang penting, iaitu Magna Charta (Piagam Besar) 1215.
Terakhir demokrasi moden. Gagasan demokrasi ini berkembang pada abad XIX dan XX sejalan dengan perkembangan gagasan negara hukum (rechtstaat) dibeberapa negara barat.
Gagasan negara hukum dirintis oleh para pemikir Eropah Continental seperti Immanuel Kant dan Frederich Julius Stahl serta Dicey (Suhelmi, 2001: 303). Dalam pandangan mereka negara demokrasi identik dengan negara hukum di mana prinsip rule of law dijadikan sebagai dasar kehidupan kenegaraan..
Negara hukum berdasarkan rule of law ini memiliki prinsip-prinsip berikut: pengakuan terhadap hak-hak manusia, menerapkan asas pemisahan atau pembahagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu, pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan, supremasi aturan-aturan hukum, dan kedudukan yang sama di depan hukum.
Menurut Miriam Budiardjo untuk terselenggaranya pemerintahan demokratis di bawah rule of law itu perlu memiliki syarat-syarat berikut: perlindungan konstitusionil (perlembagaan), badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak, pemilu (pilihan raya) yang bebas, kebebasan untuk menyatakan pendapat, kebebasan untuk berserikat (berpersatuan) dan berkumpul dan pendidikan warga negara.
Dari penjelasan di atas maka kita boleh melihat bahawa dalam sistem pemerintahan demokrasi, kebebasan berekspresi dan mengeluarkan pendapat merupakan hal yang fundamental.
Hubungannya dengan Para Ahli
Para ahli adalah seseorang yang memiliki kemampuan dan pengetahuan yang spesifik mengenai sesuatu, sederhananya ahli ialah seorang pakar dalam suatu bidang tertentu.
Pesatnya perkembangan teknologi, disertai adanya kebebasan berekspresi dan mengeluarkan pendapat dalam demokrasi membuat pendapat para pakar seakan sudah tidak lagi dianggap. Bagaimana tidak demikian, pada era ini seseorang akan berlaku menguasai suatu bidang hanya dengan mensearching di internet.
Hal inilah yang disampaikan oleh Tom Nichols dalam The Death of Expertise (Matinya Kepakaran) bahawa pakar semakin lama, semakin tidak lagi menjadi rujukan masyarakat. Hal ini terjadi disebabkan pesatnya teknologi sehingga akses pengetahuan lebih mudah untuk didapatkan.
Fenomena ini pernah terjadi di Amerika Syarikat, lebih tepatnya pada era presiden Trump. Di mana terdapat perselisihan antara Trump dan Dr. Anthony “Antonio” Fauci (ahli bidang penyakit menular) bahawa terdapat ketidakpercayaan terhadap sains, ertinya estimasi-estimasi (jangkaan-jangkaan) yang dilakukan oleh Dr. Fauci tidak diterima. Dan itu merambat pada hampir semua pengikut Trump, semuanya seakan-akan menolak rujukan sains dan mengajukan yang namanya “fakta alternatif”.
Bahawa mereka boleh sahaja mencari informasi di internet dan menemukan bahawa pandemik ini adalah hoax (berita bohong atau rekaan), atau COVID ini sebenarnya semacam flu (selesema) bukan virus berbahaya. Informasi-informasi semacam ini dimunculkan oleh para pendukung Trump pada masa itu, yang mahu menyepelekan (memperlekehkan) situasi pandemik saat ini.
Dari fenomena di atas, kita boleh melihat bahawa para pakar seakan sudah tidak lagi menjadi rujukan, kerana dengan pesatnya teknologi orang dapat mengetahui segala sesuatu hanya dengan membuka internet, seakan kita akan menjadi pakar hanya dengan membaca satu artikel, jurnal atau sebagainya.
Rujukan:
- Huda, Ni’Matul (2016). Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.
- Soehino, H (2013). Ilmu Negara. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.
- Suhelmi, Ahmad (2001). Pemikiran Politik Barat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
- Matondang, Asnawati (2019). Dampak Modernisasi Terhadap Kehidupan Sosial Masyarakat, Wahana Inovasi, 8 (2), 170-194.
- Rossana, Ellya (2011). Modernisasi dan Perubahan Sosial, Jurnal TAPIs, 7 (12), 31-47.
- Martin Suryajaya. “Matinya Kepakaran = Hidupnya Demokrasi?” Youtube Video, 26.07. Februari 23, 2021. https://youtu.be/SnNXrG3V6V8
Sumber: Alwi Reniwuryaan, https://www.qureta.com/
Recent Comments