Menjelang tahun pelajaran baru 2021/2022, dunia pendidikan sibuk berdeliberasi soal modus pembelajaran, luring (memikat) ataukah daring (dalam jaringan atau dalam talian). Ada orang tua yang berunjuk rasa di California menuntut sekolah dibuka kembali. “School is essential“, demikian tertulis dalam salah satu poster yang dibawanya. Pengunjuk rasa (penunjuk perasaan) lain di kota New York justeru memprotes kebijakan (arahan dasar) pembukaan sekolah kembali. “No inside school until it’s safe“.

Melihat situasi tersebut, tak menghairankan jika pemerintah memproyeksikan (meramalkan) sekitar 68 juta siswa di Indonesia mengalami lost of learning, kehilangan kualitas (kualiti) pembelajaran. Badan Pusat Statistik (BPS) juga mencatat, angka putus sekolah semakin tinggi seiring peningkatan jenjang pendidikan.

Survei terbaru, yang dilakukan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dalam Desember 2020, menunjukkan bahwa 78% siswa menginginkan pembelajaran tatap muka. Alasan mereka beragam. Sebanyak 57% menyatakan kesulitan terkait materi (bahan) pelajaran dan praktikum ketika tidak tatap muka dan 25% merasa jenuh (bosan), ingin berkonsultasi dengan guru bimbingan kaunseling (BK), mengalami kekerasan di rumah, dan rindu teman-teman.

Sementara itu, jumlah siswa yang tidak setuju mencapai 10% dan ragu-ragu 11,83%. Para siswa yang tidak setuju itu menyatakan khuatir dengan penularan COVID-19. Alasan mereka yang baik setuju mahupun tidak setuju pada dasarnya faktual dan dilematis. Dikatakan faktual karena memang demikianlah adanya.

Setelah hampir satu setengah tahun pandemik, tak boleh dikatakan bahwa proses transisi ke dalam kebiasaan baru dalam dunia pendidikan berhasil secara kualitatif. Belum ada data-data komprehensif yang menunjukkan itu. Demikian pula, dikatakan dilematis karena tak ada bukti-bukti sahih terkait dengan persiapan dan kesiapan sekolah-sekolah menyelenggarakan pembelajaran luring sesuai dengan berbagai persyaratan new normal.

Tatap Muka Terbatas

Presiden Joko Widodo mengarahkan pendidikan tatap muka yang nanti akan tahun pelajaran baru 2021/2022 harus dijalankan dengan ekstra hati-hati. Tatap muka dilakukan secara terbatas. Pertama, pembelajaran tatap muka hanya boleh maksimal 25 persen dari total siswa. Kedua, pembelajaran tatap muka tidak boleh dilakukan lebih dari dua hari dalam sepekan. Ketiga, setiap hari maksimal (maksimum) hanya dua jam (pembelajaran). Keempat, opsi (pilihan) menghadirkan anak ke sekolah tetap ditentukan oleh orangtua. Kelima, semua guru sudah harus selesai divaksinasi sebelum dimulai (pembelajaran tatap muka).

Para stakeholder (pemegang taruh) pendidikan harus mampu menerjemahkan arahan ini agar tujuan mulia Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (PTMT) boleh disesuaikan dengan harapan publik khususnya siswa, orang tua dan sekolah. Ini adalah ‘kurikulum pandemik’ yang akan menjadi acuan satuan pendidikan dalam melaksanakan PTMT bulan Juli 2021.

PTMT harus menunjukkan lima siap: siap daerahnya, siap sekolahnya, siap gurunya, siap orangtuanya, dan siap anaknya. Jika salah satu dari lima tersebut belum siap, sebaiknya tunda buka sekolah tatap muka di masa pandemik COVID-19, begitu saran KPAI. PTMT di masa pandemik bukan perintah yang menggugurkan kewajiban (ketetapan), tapi membuat siswa belajar mandiri (berdikari), demi masa depan bangsa.

Prioritas Kebijakan Pertimbangan yang matang dan kehati-hatian diperlukan dalam mengambil keputusan terkait pembelajaran di sekolah tahun depan kerana risiko terpapar COVID-19 masih tinggi. Mengembalikan siswa ke sekolah seaman mungkin harus menjadi prioritas utama. Meskipun segala persyaratan dari disampaikan melalui SKB 4 Menteri telah terpenuhi secara tertulis, dan adanya komitmen dengan orangtua siswa tidak dapat menjamin keselamatan kesihatan siapapun civitas (warga) sekolah.

Rencana pembelajaran tatap muka akan menjadi blunder (kesilapan) besar bagi pemerintah daerah yang tetap memberanikan diri tanpa melihat kondisi kasus harian di wilayahnya. Akan menjadi boomerang (lawan balik, merugikan diri sendiri atau senjata makan tuan) jika setiap prosedur persyaratan yang ditetapkan SKB 4 Menteri dijadikan persyaratan formalitas (rasmi) tanpa memverifikasi (pengesahan) betul kesiapan seluruh sekolah yang akan membuka pembelajaran tatap muka Juli 2021.

Jangan sampai rencana pembukaan sekolah justeru membahayakan keselamatan hidup seluruh sivitas (warga) pendidikan. Sama seperti yang diutarakan oleh Ki Hajar Dewantara “pendidikan dan pengajaran di dalam Republik Indonesia harus berdasarkan kebudayaan dan kemasyarakatan bangsa Indonesia, menuju ke arah kebahagiaan batin serta keselamatan hidup lahir“. ***

 

Sumber: Dr Rukiah MPd (Kepala Sekolah SMP Negeri 4 Pekanbaru), https://riaupos.jawapos.com/6070/opini/25/06/2021/school-is-essential.html

Translate »