Dalam sebuah hadis tentang nikah pada usia muda disebutkan, bahwa Rasulullah Saw bersabda:
أَيُّمَا شَابٌّ تَزَوَّجَ فِي حَدَاثَةِ سِنِّهِ ، عَجَّ شَيْطَانُهُ : يَا وَيْلَهُ يَا وَيْلَهُ ، عَصَمَ مِنِّي دِينَهُ
“Siapapun pemuda yang menikah diusia mudanya, maka setan berteriak: “Aduh, hancur diriku! Aduh, hancurnya aku! Dia telah menjaga agamanya dariku”.
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Ya’la dalam al-Musnad (III/37, nomor hadits: 2041), Khathib al-Baghdadi dalam at-Tarikh (VIII/32), dan Ibnu Asakir dalam –Tarikh Dimasyq (XX/27) dan Thabarani dalam al-Mu’jam al-Ausath (IV/375, nombor hadits: 4475) dari shahabat Jabir.
Dalam sanad hadis di atas terdapat perawi yang bernama Khalid bin Ismail al-Makhzumi dan Shalih maula (bekas budak) Tauamah. Al-Hafizh al-Haitsami dalam Majma’ az-Zawaid (IV/475) ia berkata:
رَوَاهُ أبُوْ يَعْلَى وَالطَّبَرَانِي فِي الأوْسَطِ وَفِيْهِ خَالِدٌ بنُ إسْمَاعِيْلَ المَخْزُومِي وَهُوَ مَتْرُوْكٌ
“Diriwayatkan oleh Abu Ya’la dan ath-Thabarani dalam al-Ausath dan didalam sanadnya terdapat Khalid bin Ismail al-Makhzumi dan dia matruk”.
Sementara al-Hafizh Ibnu Hajar dalam al-Mathalib (II/36) berkata, bahwa Khalid bin Ismail al-Makhzumi adalah dicurigai berdusta. Al-Munawi dalam Faidh al-Qadir (III/183) berkata:
قَالَ ابْنُ حِبَّانٍ : لاَ يَجُوْزُ الاِحْتِجَاجُ بِهِ بِحَالٍ
“Ibnu Hibban berkata: “(Khalid) tidak dapat dibuat hujah dalam keadaan apapun”.
Al-Hafizh al-Bushiri dalam Ittihaf menulis (IV/9):
صَالِحٌ مَوْلَى التَّوْأَمَةِ مَجْرُوحٌ قَالَ ابْنُ عَدِيٍّ : وَخَالِدُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ يَضَعُ الْحَدِيثَ
“Shalih bekas budak Tauamah adalah dicela. Ibnu Adi berkata: “Khalid bin Ismail memalsukan hadits”.
Dengan demikian hadits tentang nikah usia muda adalah sangat lemah disebabkan perawi Khalid bin Ismail. Dan hadits ini tidak dapat dikatakan palsu sebagaimana penilaian al-Albani dengan bukti hadits ini diriwayatkan oleh al-Ali bin Hisamuddin Muttaqi al-Hindi dalam Kanz al-Ummal (nombor hadits: 44441), al-Hafizh al-Bushiri dalam Ittihaf al-Khairah (nombor hadits: 3074), al-Hafizh Ibnu Hajar dalam al-Mathalib al-Aliyyah (nombor hadits: 1684), Imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam al-Ifshah fi Ahadits an-Nikah (hadits nombor: 18), as-Suyuthi dalam al-Jami’ ash-Shaghir (hadits nombor: 2954) yang menjanjikan tidak akan memasukkan hadits palsu dalam mukkadimah al-Jami’ ash-Shaghir, dan lain-lain. Dan juga, meriwayatkan hadits palsu dengan tanpa menjelaskan derajat kepalsuannya adalah haram dan terlarang.
Adapun dari sisi menggunakan hadits ini sebagai dalil, maka sebenarnya hadits dengan lafazh seperti diatas memang tidak shahih, tetapi kandungan maknanya shahih. Dalam al-Fatawa asy-Syabakah fatwa nombor 71789 ketika menjelaskan status kedudukan hadits di atas menyebutkan:
إِذَنْ فَهُوَ حَدِيْثٌ لاَ يَصِحُّ بِذَلِكَ اللَّفْظِ
“Dengan demikian, hadits itu adalah hadits yang tidak shahih dengan lafazh seperti itu”.
Ucapan ini mengisyarahkan hanya sisi matan haditsnya saja yang lemah. Kemudian yang menshahihkan makna hadits nikah usia di atas adalah hadits dan atsar sebagai berikut:
Hadits Pertama:
Ad-Dailami (I/309) meriwayatkan hadits semakna dengan redaksi matan hadits dari shahabat Abu Hurairah sebagai berikut:
إِذَا تَزَوَّجَ أَحَدُكُمْ عَجَّ شَيْطَانُهُ يَقُوْلُ يَا وَيْلَه عَصَمَ ابنُ آدَمَ مِنِّى ثُلُثَيْ دِيْنِهِ
“Jika salah satu dari kalian menikah, maka syaitannya berkata: “Aduh, celakanya diriku! Anak Adam telah menjaga duapertiga agamanya dariku”.
Hadits Kedua:
مَنْ تَزَوَّجَ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ نِصْفَ الإِيمَانِ فَلْيَتَّقِ الله في النِّصْفِ الْبَاقِي
“Barang siapa yang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh dari imannya, maka bertaqwalah kepada Allah dalam separuh yang kedua” (HR. Thabarani
Hadits Ketiga:
Ibnu Hajar al-Haitami dalam al-Ifshah fi Ahadits an-Nikah (hal. 14) meriwayatkan hadits:
اِنَّ ابنَ عَبَّاسٍ جَمَعَ مَوَالِيَهُ فَقَالَ اِنَّكُمْ قَدْ بَلَغْتُمْ مَبْلَغَ الرِّجَالِ مِنْ شَأْنِ النِّسَاءِ فَمَنْ اَحَبَّ مِنْكُمْ اَنْ اُزَوِّجَهُ زَوَّجْتُهُ لَمْ يَزْنِ رَجَلٌ قَطُّ اِلاَّ نَزَعَ اللهُ مِنْهُ نُوْرَ الاِسْلاَمِ
“Ibnu Abbas mengumpulkan budak-budaknya dan berkata: “Sesungguhnya kalian telah sampai pada umur laki-laki yang menginginkan wanita, maka barang siapa dari kalian yang ingin menikah, akan aku menikahkannya. Tidak berzina seorang laki-laki kecuali Allah akan mencabut darinya cahaya Islam”.
Hadits Keempat:
دَخَلَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ عَكَّافُ بْنُ بِشْرٍ التَّمِيمِيُّ فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا عَكَّافُ هَلْ لَكَ مِنْ زَوْجَةٍ قَالَ لَا قَالَ وَلَا جَارِيَةٍ قَالَ وَلَا جَارِيَةَ قَالَ وَأَنْتَ مُوسِرٌ بِخَيْرٍ قَالَ وَأَنَا مُوسِرٌ بِخَيْرٍ قَالَ أَنْتَ إِذًا مِنْ إِخْوَانِ الشَّيَاطِينِ وَلَوْ كُنْتَ فِي النَّصَارَى كُنْتَ مِنْ رُهْبَانِهِمْ إِنَّ سُنَّتَنَا النِّكَاحُ شِرَارُكُمْ عُزَّابُكُمْ وَأَرَاذِلُ مَوْتَاكُمْ عُزَّابُكُمْ
“Masuk kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam seorang laki-laki yang bernama Akkaf bin Bisyr at-Tamimi, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadanya: “Wahai Akkaf, apakah dirimu beristeri?” “Tidak” jawab Akkaf”. Rasulullah bertanya: “Apakah dirimu tidak punya budak wanita?”. “(Saya) tidak punya budak perempuan” jawab Akkaf. Rasulullah kembali bertanya: “Apakah dirimu mampu (menikah)?”. Akkaf menjawab: “Saya kaya harta”. Rasulullah bersabda: “Dirimu adalah saudaranya syaitan. Andai dirimu orang nashrani maka kamu adalah pendetanya. Termasuk dari sunnahku adalah menikah. Orang buruk dari kalian adalah orang yang tak beristeri, dan lebih rendahnya orang yang mati dari kalian adalah yang tak beristeri”.
Hadits Kelima:
وَمَنْ كانَ ذَا طَوْلٍ فَلْيَنْكِحْ
“Barang siapa yang mempunyai kekayaan maka hendaklah ia menikah. (HR. Ibnu Majah)
Hadits Keenam:
مَنْ كَانَ مُوسِرًا لأَنْ يَنْكِحَ فَلَمْ يَنْكِحْ ، فَلَيْسَ مِنَّا
“Barang siapa yang kaya serta mampu menikah tetapi ia tidak menikah maka ia bukan dari golonganku” (HR. Baihaqi)
Hadits Ketujuh:
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ
“Wahai para pemuda, barang siapa dari kalian yang mampu ongkos nikah, maka hendaklah ia menikah, karena itu lebih bisa memejamkan mata dan menjaga farji” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Pemuda” dalam hadits, menurut an-Nawawi dalam Syarah Muslim (IX/172) adalah orang baligh sampai umur 30 tahun.
Hadits Kelapan:
ثَلَاثٌ لَا تُؤَخِّرْهَا الصَّلَاةُ إِذَا أَتَتْ وَالْجَنَازَةُ إِذَا حَضَرَتْ وَالْأَيِّمُ إِذَا وَجَدْتَ لَهَا كُفْئًا
“Janganlah kamu mengakhirkan tiga hal, yaitu shalat ketika sudah datang waktunya, jenazah ketika telah hadir, dan wanita yang belum punya bersuami ketika ia telah menemukan laki-laki yang sepadan”. (HR. Tirmidzi)
Atsar Kesembilan:
Ucapan Hatim al-Asham:
العَجَلَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ إِلاَّ فِيْ خَمْسَةٍ فَإِنَّهَا مِنْ سُنَّةِ رَسُولِ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِطْعَامِ الضَّيْفِ وَتَجْهِيْزِ المَيِّتِ وَتَزْوِيْجِ البِكْرِ وَقَضَاءِ الدَّيْنِ وَالتَّوْبَةِ مِنَ الذَّنْبِ
“Tergesa-gesa itu dari syaitan kecuali dalam lima perkara, maka itu dari sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu memberi makan tamu, mengurus jenazah, menikahkan perawan (yang tak beristeri/bersuami), membayar hutang, dan bertaubat dari dosa”.
Hadits dan atsar di atas menunjukkan satu pengertian, bahwa menikah pada usia muda atau segera menikah tatkala menemukan biaya menikah adalah anjuran agama. Karena dengan menikah ia lebih bisa menjaga mata dan kemaluannya dari melakukan hal-hal yang terlarang.
Sumber : http://www.muslimedianews.com
Recent Comments