Di antara cara Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam memotivasi anak kecil adalah dengan mendoakan mereka dengan doa kebaikan. Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memelukku ke dada beliau, dan beliau berkata,

اللَّهُمَّ عَلِّمْهُ الحِكْمَةَ

“Ya Allah, ajarkanlah hikmah kepadanya.” (HR. Bukhari no. 3756)

Juga diriwayatkan dari sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di rumah Maimunah radhiyallahu ‘anha (bibi Ibnu ‘Abbas). Beliau menyiapkan air wudhu untuk Rasulullah di waktu malam. Maimunah berkata, “Wahai Rasulullah, yang menyiapkan air wudhu untukmu adalah Ibnu ‘Abbas.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,

اللّهُمَّ فَقِّهْهُ فِي الدِّينِ، وَعَلِّمْهُ التَّأْوِيلَ

“Ya Allah, pahamkanlah dia terhadap agama dan ajarkanlah (ilmu) tafsir kepadanya.” (HR. Ahmad dalam al-Musnad 1/328 dengan sanad yang hasan)

Demikianlah, akhirnya Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma tumbuh sebagai anak muda yang cerdas dan unggul, memiliki pemahaman yang mengagumkan terhadap makna ayat Alqur`an. Karena keunggulan inilah, sahabat ‘Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu mengajak Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma untuk mengikuti majelis musyawarah beliau yang diisi oleh para sahabat yang berusia lebih tua (senior).

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma menceritakan, “’Umar memasukkanku bersama para sahabat senior yang mengikuti perang Badar. Seolah-olah mereka tersinggung dengan mengatakan, ‘Mengapa Engkau mengajak anak kecil ini, sedangkan kami juga memiliki anak kecil?’ ‘Umar mengatakan, ‘(Kecerdasan) Ibnu ‘Abbas itu sudah kalian ketahui.’”

Pada suatu hari, ‘Umar mengajakku untuk bermusyawarah bersama mereka. Dan aku tahu bahwa tidaklah ‘Umar mengajakku kecuali karena ingin mempertontonkanku di depan mereka.

‘Umar berkata, ‘Apa pendapat kalian tentang firman Allah Ta’ala,

إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالفَتْحُ

“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan.” (QS. An-Nashr [110] : 1)

Sebagian di antara mereka berkata, ‘Allah Ta’ala memerintahkan kita untuk memuji-Nya dan beristighfar, yaitu ketika kita diberikan pertolongan dan kekuatan untuk menaklukkan suatu negeri.’

Sedangkan sahabat yang lain diam dan tidak mengucapkan sepatah kata pun.

‘Umar berkata kepadaku, ‘Apakah benar begitu, wahai Ibnu ‘Abbas?’

Aku menjawab, ‘Tidak.’

‘Umar bertanya, ‘Lalu apa pendapatmu (tentang ayat tersebut)?’

Aku berkata, ‘Yang dimaksud adalah wafatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Ta’ala telah memberitahukan kepada beliau, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Apabila telah datang pertolongan Allah Ta’ala dan kemenangan”; itu adalah tanda wafatmu; “Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah Ta’ala dengan berbondong-bondong.” (QS. An-Nashr [110] : 3)

‘Umar berkata, ‘Tidak ada yang aku ketahui (tentang maksud ayat tersebut) kecuali sebagaimana yang engkau katakan.’” (HR. Bukhari no. 4970)

Demikianlah, Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma juga tumbuh sebagai sahabat yang cerdas dalam masalah fikih. Sebagaimana diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Ahmad, dari jalur Yazid bin al-Arqam, beliau berkata,

“Mu’awiyyah bin Abi Sufyan keluar dalam rangka berhaji bersama Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhum. Mu’awiyyah berada di rombongan tersendiri, sedangkan Ibnu ‘Abbas berada di rombongan lain bersama orang-orang yang bertanya kepada beliau tentang masalah fikih.” (Az-Zawa`id ‘ala Fadha`il ash-Shahabah no. 1947)

Juga sebagaimana diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Ahmad, dari jalur Mujahid, beliau berkata,

“Ketika Ibnu ‘Abbas radhiyallahu menafsirkan (ayat) tertentu, aku seolah-olah melihat cahaya pada dirinya.” (Az-Zawa`id ‘ala Fadha`il ash-Shahabah no. 1935)

Penulis: Aditya Budiman dan M. Saifudin Hakim

Sumber : muslim.or.id

Translate »