PUASA merupakan ibadah yang memiliki keistimewaan khusus di sisi Allah SWT. Hal tersebut dijelaskan dalam hadits qudsi:

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِ مِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِيْ وَأَنَا أَجْزِى بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِيْ لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ. وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ

“Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi”.(HR. Imam Muslim)

Menariknya ibadah puasa memiliki kaitan erat dengan kesabaran. Allah SWT berfirman di dalam surat al-Zumar ayat 10:

يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas”.

Ibnu ‘Uyainah mengatakan bahwa puasa itu adalah sebuah kesabaran, karena orang yang melaksanakan puasa itu sedang bersabar menghadapi keinginan hawa nafsunya. Jadi maksud ibadah puasa merupakan milik Allah SWT bahwa pahala puasa tersebut langsung Allah yang akan balas dengan ujroh yang banyak lagi berlipat ganda tanpa ada yang mengetahui tentang kadar pahala dan pelipatan kebaikan tersebut, sebagaimana pahala untuk orang-orang yang bersabar. Lihat: Fath al-Bari, ditulis oleh Ahmad bin Ali bin Hajar Abu al-Fadhal al-Asqalani, juz 4, hlm.108.

Pada saat ini umat Islam sedang melaksanakan perintah Allah SWT, yaitu ibadah puasa ramadhan. Dalam menunaikan kewajiban tersebut umat Muslim sangat mewaspadai hal-hal yang bisa membuat ibadah puasa tersebut batal. Namun terkadang tidak menghindari hal-hal yang bisa mengurangi pahala bahkan bisa menghapus ujroh puasa tersebut. Adapun perkara yang bisa mengurangi atau menghapus pahala puasa, yaitu ghibah, mengadu domba, berdusta, melihat sesuatu yang haram atau yang halal dengan bersyahwat, sumpah palsu. Lihat: al-Taqrirat al-Sadidat fi al-Masa’il al-Mufidat ditulis oleh al-Habib Hasan bin Muhammad al-Kaf, hlm.448-149. Hal tersebut senada dengan hadits Nabi Muhammad ﷺ:

خَمْسٌ يُفْـطِرْنَ الصَّائِمَ وَيُنْقِـضْنَ الْوُضُوْءَ: الْكَـذِبُ، وَالْغِيْبَةُ، وَالنَّمِيْمَةُ، وَالنَّظْرُ بِشَهْوَةٍ، وَالْيَمِيْنُ الْكَاذِبَةُ

“Lima perkara yang menghapus pahala orang yang berpuasa, yaitu dusta, ghibah, adu domba, melihat dengan syahwat, dan sumpah palsu”. (HR. Al-Dailami dalam kitab al-Firdaus, juz 2, hlm.197), (HR. Ahmad 2,441) (HR, Ibn Majah 1689)

Ulama menjelaskan hadits ini, bahwa maksud membatalkan puasa (yuftirna) dalam hadits di atas adalah menghapus pahala puasa (muhbithat). Jadi ghibah, mengadu domba, berdusta, melihat sesuatu yang haram atau yang halal dengan bersyahwat, dan sumpah palsu. Merupakan perkara yang harus dihindari baik ketika tidak puasa apalagi di saat menjalani ibadah puasa. Karena ibadah puasa adalah untuk Allah, artinya ketika ibadah itu adalah untuk Allah, maka seseorang harus merawat dan memperbagus hadiah tersebut.

Asatidz Tafaqquh Study Club, Twitter: @M_Karim26

Sumber : hidayatullah.com

Translate »