“Tuhan kita itu Mahakaya. Bukan hal yang sulit bagi Dia untuk mengabulkan seluruh permintaan kita. Tapi faktanya Dia tidak menuruti semua kemauan kita. Terkadang doa kita terkabul sesuai harapan, terkadang ditunda, terkadang dikabul dengan cara yang di luar sangkaan, dan lain sebagainya.

Begitulah seharusnya kita mendidik anak-anak kita. Jangan pernah memanjakan anak-anak Anda dengan menuruti semua keinginan mereka. Tahu apa yang akan terjadi kalau Anda melakukan hal demikian? Anak Anda akan tumbuh dengan mentalitas yang rusak.”

Itulah beberapa petikan cerimah yang pernah saya terima dari Syekh Yusri, dalam salah satu pengajian di bulan puasa silam. Dari nasihat tersebut, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa cara terbaik dalam mendidik anak ialah dengan meneladani cara Tuhan dalam memperlakukan hamba-hamba-Nya.

Bagaimana Tuhan memperlakukan kita? Dia memperlakukan kita dengan cinta kasih. Tapi, dalam saat yang sama, Dia juga tidak selalu mengabulkan doa hamba-hamba-Nya persis seperti yang mereka minta. Mengapa? Karena tentu Dia lebih tahu pilihan yang terbaik untuk mereka.

Kekasih yang baik bukanlah sosok yang selalu menuruti keinginan orang yang dikasihnya, apalagi jika yang diinginkannya itu adalah hal yang buruk. Kekasih yang baik selalu memberikan yang terbaik, meskipun yang terbaik itu kadang disalahpahami oleh orang yang dikasihinya.

Tuhan mencintai kita. Tapi kecintaan Tuhan kepada kita tidak berarti bahwa Dia mengabulkan semua doa-doa kita persis seperti bunyi harfiahnya. Doa itu bisa terkabul dengan cara yang beragam. Yang jelas, semua ketentuan yang Tuhan pilih itu sudah pasti baik, selama kita mampu berprasangka baik, dan senantiasa melakukan yang terbaik.

Memanjakan anak bukanlah cara yang terbaik dalam mendidik. Anak yang dimanja akan kesulitan dalam mengarungi pahit-manisnya kehidupan ketika dia sudah beranjak dewasa. Mereka akan tumbuh sebagai orang-orang yang tidak mudah bersyukur. Dan mereka juga akan mengalami kesulitan dalam menaklukkan hawa nafsunya. Karena sejak kecil mereka sudah terbiasa dengan yang enak-enak.

Padahal, seperti kata Imam al-Ghazali, kebahagiaan sesungguhnya itu ialah ketika seseorang mampu mengendalikan hawa nafsunya, sebagaimana kesengsaraan sejati itu ialah ketika orang dikuasai oleh hawa nafsunya. Artinya, ketika kita memanjakan sang anak, sejujurnya, tanpa kita sadari, kita sedang menuntunnya menuju jalan kesengsaraan.

Lalu bagaimana seharusnya kita mendidik anak? Tirulah cara Tuhan, dan biarkan mereka tumbuh seperti yang Tuhan inginkan, bukan seperti yang kita inginkan.

Menurut Syekh Yusri, anak harus diberikan kebebasan dalam mengaktualisasikan minat, bakat, dan kecenderungannya, selama itu baik bagi mereka, dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai Agama. Tidak boleh mereka dipaksa sesuai dengan keinginan orang tuanya. Karena itu tidak sesuai dengan kelenturan ajaran Islam.

“Jangan pernah sekali-kali menjadikan anak-anak Anda seperti yang Anda inginkan. Tapi biarkanlah mereka tumbuh dan berkembang seperti yang Tuhan inginkan.” Tuturnya dalam suatu majlis.

Sayangnya kita kerap kali menjumpai orang-orang tua yang justru bersikap sebaliknya. Anak-anak “dipaksa” untuk mewujudkan harapan dan keinginan orang tuanya, sekalipun mereka tidak suka. Padahal, selain bertentangan ajaran Agama, cara seperti itu juga akan berkonsekuensi negatif atas perkembangan mentalitas sang anak.

Tugas orang tua adalah memberikan pendidikan yang terbaik. Dan anak juga harus berbakti kepada orang tua dengan cara yang baik. Tapi soal cita-cita, bakat, minat, dan kecenderungan, biarkanlah itu menjadi pilihan sang anak.

Syekh Yusri sendiri adalah seorang dokter, sekaligus ulama. Meski begitu, beliau tidak pernah memaksa anak-anaknya untuk menjadi dokter, juga tidak pernah memaksa mereka untuk menjadi seorang ulama, yang kelak akan menggantikan posisinya.

“Saya hanya ingin memberi nasihat kepada para orang tua untuk tidak memaksakan kehendaknya kepada anak-anak mereka. Sebab, apabila kelak sang anak gagal dalam menjalani profesinya, ia akan menumpahkan semua beban yang dipikulnya itu kepada orang tuanya.” Terangnya lebih jauh.

Anak pada dasarnya adalah titipan dari Tuhan. Karena ia adalah titipan dari Tuhan, maka sudah sepatutnya ia tumbuh seperti yang Tuhan inginkan, bukan seperti yang kita inginkan.

Ia harus dididik dengan cinta dan kasih sayang. Tapi dalam saat yang sama juga tidak harus dimanja. Karena kemanjaan tersebut bisa jadi akan menyulitkan dia dalam mendayung perahu kehidupan di masa mendatang. Demikian, wallahu ‘alam bisshawab.

Sumber : qureta.com

Translate »