Pecinta dunia akan menjadikan dunia sebagai tujuan hidupnya dan mengesampingkan urusan akhirat. Cinta kepada dunia yang melebihi akhirat seperti itu berpotensi menjadi sumber segala keburukan dalam hidupnya. Dunia hanyalah tempat singgah untuk mencari bekal tuk kehidupan yang abadi, bukan ajang penggilaan harta, tahta dan jabatan.

Secara kasat mata, pecinta dunia terlihat sedang mengumpulkan banyak pundi-pundi kebahagiaan. Padahal yang dikumpulkan adalah segala kegelisahan, keletihan dam kerugian yang akan terus melekat.

Secara tidak langusng, pecinta dunia itu sengaja mengumpulkan beberapa derita yang akan terus melekat pada dirinya. Dalam kitab Mawâridul Amân al-Muntaqa min Ighâtsatil Lahafân , Ibnul Qayyim berkata:

مُـحِبُّ الدُّنْيَا لَا يَنْفَكُّ مِنْ ثَلَاثٍ : هَمٌّ لَازِمٌ ، وَتَعَبٌ دَائِمٌ ، وَحَسْرَةٌ لَا تَنْـقَضِـى

“Pecinta dunia tidak akan terlepas dari tiga hal: (1) Kesedihan (kegelisahan) yang terus-menerus, (2) Kecapekan (keletihan) yang berkelanjutan, dan (3) Kerugian yang tidak pernah berhenti.”

Tiga derita yang disebutkan di atas akan terus menemani kehidupan seseorang yang mencintai dunia di atas segalanya. Yang demikian disebabkan oleh rusaknya iman dan rusaknya akal. Kunci-kunci perbendaharaan dunia memang menarik.

Dari situ manusia bisa memilih gaya hidup yang dikehendaki, atau bisa menentukan makanan mana yang akan menjadi menu hari ini. Namun hal tersebut bukanlah sumber kebahagiaan, melainkan sebuah kegelisahan, keletihan dan kerugian yang tak berujung.

Dunia adalah bukan tempat kebahagiaan. Dunia tak ubahnya seperti awan pada musim kemarau yang membumbung di langit namun hanya sebentar lalu menghilang. Dunia seperti khayalan sesaat yang belum juga kita puas menikmatinya, tiba-tiba diumumkan untuk berangkat menuju kehidupan yang sebenarnya. Oleh karena itu, sangatlah merugi jika yang dinomersatukan adalah perbendaharaan dunia (pecinta dunia).

Dalam kitab Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah , Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla berfirman :

يَا ابْنَ آدَمَ ! تَـفَـرَّغْ لِـعِـبَـادَتِـيْ أَمْـلَأْ صَدْرَكَ غِـنًـى وَأَسُدَّ فَقْرَكَ ، وَإِنْ لَـمْ تَفْعَلْ مَلَأْتُ يَدَيْكَ شُغْلًا وَلَـمْ أَسُدَّ فَقْرَكَ

“Wahai anak Adam! Luangkanlah waktumu untuk beribadah kepada-Ku, niscaya Aku penuhi dadamu dengan kekayaan (kecukupan) dan Aku tutup kefakiranmu. Jika engkau tidak melakukannya, maka Aku penuhi kedua tanganmu dengan kesibukan dan Aku tidak akan tutup kefakiranmu “ (HR. Ahmad)

Keterangan di atas merupakan angin segar yang bisa memberikan energi positif bagi seorang hamba yang sempat khawatir akan kecukupan hidupnya. Bagaimana tidak? Allah menjanjikan kekayaan (kecukupan) bagi siapa saja yang menghendaki dirinya untuk meluangkan waktunya untuk beribadah kepada-Nya. Ini bonus indah seorang hamba yang mau melaksanakan tugasnya. Tanpa dengan kesibukan yang bisa melupakan hak-Nya, ia sudah dicukupi oleh-Nya.

Sumber : bincangsyariah.com

Translate »