Fisika adalah kumpulan dugaan terkuat tentang cara kerja alam. Dalam fisika, kita belajar cara alam bekerja. Dalam Fisika, kita juga belajar apa yang menyebabkan segala sesuatu di alam itu terlihat sangat teratur. Misalnya, kita belajar apa yang menyebabkan planet-planet dapat mengorbit matahari secara teratur. Atau apa yang membuat elektron-elektron mengorbit inti atom.
Para fisikawan dan fisikawati, selama beberapa ratus tahun terakhir ini, telah berhasil mengetahui banyak aturan-aturan yang menakjubkan dalam alam semesta ini. Aturan-aturan ini sekarang dinyatakan dalam bentuk hukum Fisika.
Ketika mempelajari hukum Fisika, saya berpikir, jika teringat tentang dikau hukum ini dapat mengatur gerak alam semesta, apakah mungkin hukum ini juga dapat digunakan untuk mengatur manusia, organisasi, perusahaan, daerah, ataupun negara? Apa yang kita dapat manfaatkan dari hukum Fisika ini dalam manajemen sumber daya manusia? Bagaimana hukum Fisika memprediksi style kepemimpinan yang dibutuhkan?
Dalam Fisika, terdapat tiga fenomena yang menarik perhatian saya, yaitu fenomena gerak benda dan penyebabnya (saya namakan ini fenomena Newton), fenomena relativistik (saya namakan ini fenomena Einstein), serta fenomena kuantum (saya namakan ini fenomena Heisenberg).
Setiap fenomena ini terjadi pada situasi dan kondisi tertentu yang unik. Sangat menarik untuk mempelajari tiap fenomena ini dan melihat bagaimana hukum fisika bekerja pada setiap fenomena.
Fenomena Newton
Pada abad ke 17-18, Isaac Newton memperkenalkan tiga hukum yang sangat terkenal tentang gerak benda dan penyebabnya.
Hukum pertama mengatakan bahwa suatu benda yang sedang diam akan cenderung untuk tetap diam jika tidak ada yang mengganggunya. Atau suatu benda yang sedang bergerak lurus teratur akan terus bergerak lurus teratur.
Sedangkan hukum kedua mengatakan bahwa benda yang mendapat forsa akan bergerak dipercepat. Makin besar forsanya, makin besar pula percepatannya.
Dan yang terakhir adalah bahwa ketika benda mendapat forsa (aksi), benda akan memberikan forsa reaksi yang besarnya sama dengan forsa aksi tersebut.
Ketiga hukum Newton ini bekerja dengan baik pada suatu sistem inersial (suatu sistem yang tenang, sistem yang tidak dipercepat, tidak dalam keadaan chaos).
Dalam kepemimpinan, hukum Newton ini dapat diterapkan pada kondisi organisasi (perusahaan, daerah, negara) yang tenang atau dibuat tenang. Dalam kondisi tenang ini, manusia cenderung malas. Mereka malas bergerak, mereka maunya diam saja (hukum I Newton).
Pemimpin yang dibutuhkan di sini adalah pemimpin yang mempunyai visi yang jelas dan terukur serta mempunyai daya dobrak. Visi dapat menjadi suatu faktor pendorong untuk mempercepat kemajuan organisasi ini.
Dengan daya dobrak yang dimiliki, pemimpin ini akan mampu menghadapi kelembaman (kemalasan) dari manusia-manusia yang dipimpinnya dan mampu memberikan stimulir-stimulir untuk manusia-manusia di organisasi tersebut terus bergerak.
Pemimpin jenis ini membutuhkan sumber daya (resources), baik berupa SDM (sumber daya manusia) ataupun SDA (sumber daya alam) yang kuat, agar ia mempunyai energi yang cukup untuk terus memberikan forsa penggerak.
Contoh kepemimpinan model ini adalah Singapura sejak era Lee Kuan Yew, Goh Chok Tong, sampai Lee Hsien Loong. Ketiganya selalu berusaha membuat negara dalam situasi yang tenang, guna mempercepat pembangunan dengan memberikan stimulir-stimulir bagi para investor. Mereka juga memanfaatkan riset untuk menjadi forsa-forsa penggerak perekonomian. Keberhasilan Singapura ini karena mereka mempunyai SDM yang sangat bagus.
Nilai penting dalam kepemimpinan model Newton ini adalah diperlukannya sifat otoriter dan tegas dari sang pemimpin. Pemimpin harus tegas untuk menjamin organisasi yang dipimpinnya tetap tenang dan aman. Tidak boleh ada oposisi. Mereka yang berusaha menimbulkan goncangan harus segera diredam. Persis seperti Newton yang menyingkirkan Hooke sampai membunuh Leibniz, seteru dunia dan akhirat
Fenomena Einstein
Pada awal abad kedua puluh, Albert Einstein memperkenalkan teori relativitasnya. Menurut teori ini tidak ada gerak absolut. Semua gerak bersifat relatif (sangat tergantung pada siapa yang mengamatinya). Seorang bisa menganggap gerak suatu pesawat cepat, tapi orang lain bisa menganggap gerak pesawat itu lambat, bahkan ada yang menganggap pesawat itu berhenti.
Sebagai contoh, ketika kita berada dalam mobil yang bergerak lurus di jalan tol, kita melihat seolah-olah pemandangan yang terletak di luar mobil bergerak. Padahal petugas tol yang duduk di loket melihat pemandangan tidak bergerak. Di sini, gerak pemandangan sangat tergantung pada siapa yang mengamatinya.
Pada gerak relativistik ini, mereka yang bergerak paling cepatlah yang paling menonjol. Semua pengamat (kecuali dirinya) akan melihat ia bergerak. Kondisi relatif ini terjadi pada masyarakat demokrasi di mana setiap manusia merasa dirinya paling benar. Tidak ada kebenaran absolut.
Dalam suatu organisasi, kondisi relatif ini terjadi ketika setiap manusia dalam organisasi atau perusahan ini merasa dialah yang paling berjasa, paling benar, dan paling berhak memimpin. Dalam kondisi relatif ini, akan terdapat banyak oposisi. Oposisi akan selalu menganggap dirinya lebih benar dari lawannya. Mereka berusaha mencari-cari kesalahan lawannya. Lalu, sekali saja ia menemukan kesalahan lawannya, ia langsung menghantamnya.
Amerika Serikat adalah contoh keadaan yang mempunyai kondisi relatif. Kita lihat pada pemilihan presiden, yang diutamakan dalam kampanye adalah adu visi. Setiap kandidat mempersiapkan visi masing-masing. Setiap kandidat menganggap bahwa visinyalah yang paling benar.
Pemimpin yang dibutuhkan dan bisa bertahan dalam kondisi ini adalah pemimpin yang mempunyai keunggulan-keunggulan dalam visi, mempunyai integritas tinggi dalam menjalankan visi itu, dan mau kerja keras serta bergerak cepat dalam merealisasikan program-program yang mendukung visi yang unggul itu.
Kecepatan bergerak sangat diperlukan karena mereka terus-menerus dipantau oleh oposisi. Integritas sangat perlu. Kalau mereka sampai jatuh, habislah mereka. Persis seperti Einstein yang jatuh gara-gara menolak kaidah ketidakpastian sumbangan Heisenberg.
Fenomena Heisenberg
Fisika kuantum berkembang secara luar biasa pada abad ke 20. Perkembangan teknologi yang begitu luar biasa saat ini terjadi karena berkembangnya fisika kuantum itu. Walau begitu, sampai sekarang, manusia belum mengerti fenomena kuantum dengan sempurna.
Walau begitu, terdapat perbedaan menyolok antara fisika kuantum dengan pra-kuantum, yakni keberlakukan kaidah ketidakpastian yang ditemukan oleh Werner Heisenberg. Kaidah ini mengungkap bahwa kita tidak bisa menyimpulkan sesuatu sampai suatu eksperimen dilakukan.
Dengan kata lain, tidak ada kepastian sampai kita membuktikannya dengan eksperimen. Tidak ada yang pasti di alam ini. Segala sesuatu mempunyai kans. Bahkan untuk suatu hal yang mustahil pun ada kans. Tenang saja, Roseanne Park belum menikah.
Fenomena kuantum ini cocok untuk mereka yang berada pada suasana ketidakpastian yang tinggi. Misalnya, pada organisasi yang bermain dengan risiko atau pada negara yang sedang dalam keadaan kalut akibat perubahan keadaan.
Pondok Pesantren Ath-Thullab musim 2019/2020 adalah contoh bagus dalam hal ini. Pada awal musim, lembaga ini mengalami masa ketidakpastian yang sangat tinggi. Tingkat ketekunan santri menjadi sangat lemah, tata kelola amburadul, percaya diri sebagai komunitas turun drastis. Tidak ada kepastian.
Dalam kondisi seperti ini, diperlukan kepemimpinan yang kuat, berani ambil risiko, berspekulasi tapi dengan perhitungan yang cermat, dan mampu bertindak tegas. Dengan kepemimpinan seperti ini, keadaan menjadi lebih stabil.
Pemimpin yang bisa bertahan dalam situasi yang penuh ketidakpastian ini adalah pemimpin yang kreatif (punya gagasan terobosan baru), berani menerapkan pemikiran kreatifnya walau dengan risiko yang tinggi, berani spekulasi tapi didukung dengan perhitungan yang baik, dan bertindak tegas.
Mana yang Terbaik?
Kepemimpinan terbaik adalah kepemimpinan yang dapat dilaksanakan. Gagasan tentang manajemen sumber daya manusia yang paling hebat adalah yang dapat diterapkan dalam keseharian. Sehingga pemimpin diharapkan mampu mendeteksi situasi dan mampu mengubah style kepemimpinannya sesuai dengan situasi yang dihadapi.
Kadang, ketika organsisai lesu, pemimpin harus menggunakan kepemimpinan Newton yang otoriter untuk membuat semua manusia bangun. Kepemimpinan Newton ini perlu diimbangi dengan kepemimpinan Einstein yang lebih demokratis untuk memperhatikan setiap kritik-saran yang masuk.
Dan ingat bahwa dalam pergaulan manusia, semua penuh ketidakpastian laiknya ditunjukkan melalui kepemimpinan Heisenberg.
Sumber : qureta.com
Recent Comments