Setiap manusia pasti membutuhkan pertolongan dalam mengarungi kehidupannya. Butuh dokter untuk mengobati, butuh guru untuk mengajari dan yang pasti butuh pertolongan Tuhan yang Maha segalanya. Pertolongan itu akan datang jika manusia mau untuk memohon kepadaNya. Inilah yang disebut dengan berdoa. Allah menegaskan dalam kitabNya:

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

“Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina”.

Bisa saja Allah menjawab doa manusia dengan “ya” lantas memberi apa yang diminta untuk dirawat karena dirasa layak mendapatkannya. Namun Allah juga berkuasa untuk menjawab “tidak”, dan lantas Allah menggantikan dengan hal yang sebenarnya lebih baik untuk hambaNya. Bukankah seorang hamba seyogyanya pasrah menyerahkan perkaranya kepada Tuhannya? Tuhan yang Maha Mengetahui buruknya sesuatu yang kita anggap baik. Tersurat dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 216:

وَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”

Ayat tersebut mengingatkan kita untuk tetap bersemangat dalam meminta dan berdoa kepada Allah. Karenanya tidak ada kata putus asa dalam berdoa hanya karena belum diberi atau ditunda oleh Allah. Ibnu Atha’illah As-Sakandari dalam kitabnya Al-Hikam menjelaskan bahwa Allah menjamin pengabulan doa sesuai pilihanNya dan waktu yang diinginkanNya, bukan sesuai pilihan kita dan waktu yang diinginkan kita.

Karena itu manusia tidak boleh lemah dalam berdoa, terus ulang hingga Allah menjawab dengan pilihan dan waktu terbaik menurutNya. Mungkin tertundanya setiap doa yang telah dipanjatkan itu lebih baik daripada pengabulan doa yang disegerakan. Tersirat hikmah jika Allah menunda doa seorang hambaNya, penundaan tersebut ditujukan agar kita semakin bersungguh-sungguh dan semakin dekat kepada Allah.

Dalam berdoa pun, manusia diharuskan untuk terus bersabar sambil menyucikan diri dengan jalan ibadah. Seperti yang dijelaskan oleh Syekh Abdullah Asu-Syarqawi Al-Khalwati bahwa mungkin penyebab tertundanya pengabulan doa kita adalah karena kita mempunyai sifat buruk yang tidak dapat dihilangkan kecuali dengan jalan mujahadah dan riyadah yang panjang.

Allah lebih tahu keadaan kita yang mungkin apabila doa kita segera dikabulkan, kita akan kembali melakukan berbagai dosa yang dapat menjerumuskan kita dan malah dapat menjauhkan kita dari Allah. Oleh karena itu, Allah menunda untuk mengabulkan doa kita supaya kita betul-betul bersih dari dosa maupun sifat-sifat buruk yang dapat muncul ketika Allah menyegerakan pengabulannya.

Perumpamaan alam ini bisa dikiaskan dengan tanah yang penuh tumbuhan berduri. Ada kalanya durinya besar dan terhitung banyak, sehingga sulit dilalui dan kadang melukai. Namun ada juga duri yang kecil, sedikit, dan mudah dihilangkan. Begitu pula dengan sifat-sifat jiwa. Ada yang sangat buruk dan cukup banyak sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk mengubahnya. Terkadang sifat-sifat itu tidak terlalu banyak dan cukup mudah menghilangkannya.

Ketika tujuan utama manusia adalah menghilangkan sifat buruk jiwa, meskipun itu memakan waktu yang lama dan berakhir di ujung usia, semua penderitaan dan perjuangannya selama masa itu tidaklah seberapa dibandingkan dengan tujuan utama itu. Tetaplah bersemangat dalam berdoa kepada Allah. Sesunguhnya tidak ada doa yang sia-sia, karena berdoa itu berpahala.

Sumber : bincangsyariah.com

Translate »