Kesultanan Buton (1342-1960) merupakan sebuah kerajaan maritim yang terdiri dari beberapa pulau yang terletak di Sulawesi Tenggara. Dinasti tersebut mewariskan berbagai macam naskah yang sekarang dijaga dan disimpan secara pribadi oleh keturunan dari keluarga bangsawan Buton.
Salah satu warisan budaya dari sejarah masyarakat di Nusantara adalah hasil tulisan yang umumnya berupa tulisan tangan atau disebut naskah. Naskah merupakan bukti peninggalan masa lampau suatu peradaban dari suatu masyarakat tertentu. Dari sekian banyak masyarakat suku bangsa di Nusantara tidak semua memiliki tradisi tulis. Masyarakat Buton merupakan salah satu dari sekian banyak suku bangsa di Nusantara yang memiliki tradisi tulis.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh tim peneliti dari The British Library tercatat ada sekitar 830 naskah Buton yang berasal dari 8 koleksi pribadi yang ditemukan di Bau-Bau, Maligano dan Kendari (daerah yang termasuk dalam Kesultanan Buton, yang saat ini masuk dalam wilayah provinsi Sulawesi Tenggara, Indonesia).
Ada sekitar 100 naskah Buton dari 6 koleksi yang berhasil disalin dan didigitalisasikan oleh The British Library dan Universitas Haluoleo di Kendari. Naskah salinan yang sudah dikatalogisasikan antara lain: naskah koleksi La Ode Ansari Idris, koleksi Abdul Mulku Zahari, koleksi Hazirun Kudus, koleksi La Gina, koleksi La Mbalangi, dan koleksi La Tamanajo.
Pada saat sekarang ini jumlah terbesar naskah Buton berada pada keluarga Abdul Mulku Zahari. Koleksi ini pun ternyata berasal dari dua tangan yaitu dari Abdul Mulku sendiri dan Syamsiah Faoka, yang tiada lain adalah isterinya. Abdul Mulku adalah putra dari La Hude, seorang bontona (menteri) Siompu pada tahun 1908. Dan kakeknya dari pihak ayah adalah La Wungu, bontona Baluwu, wilayah Sampulawa. Dan buyut Mulku bernama Ma Zahari, seorang pejabat di kerajaan yang dikenal suka menulis.
Nama belakang Mulku diambil dari buyutnya karena diyakini mewarisi bakatnya itu. Karena kesenangannya menulis itulah, Mulku mendapat warisan untuk memelihara berbagai jenis arsip dan naskah kerajaan apalagi jabatan terakhirnya sebagai sekretaris Sultan Falihi sampai tahun 1960 memberi kesempatan luas baginya untuk menghimpun naskah. Sedangkan Syamsiah adalah putri bonto-ogena La Adi Ma Faoka. Dan buyutnya adalah Abdul Halik seorang bonto-ogena (menteri besar) di kesultanan Buton yang menjabat sebagai juru tulis Sultan Muhammad Idrus.
Dari tangan buyutnya itulah, Syamsiah mewarisi naskah kesultanan Buton. Maka dapatlah dimengerti betapa besarnya koleksi naskah Buton pada keluarga Buton. Setelah Abdul Mulku Zahari wafat pada 1987, pemeliharaan teks dipegang oleh Al Mujazi Mulku. Salah satu wasiat yang terus dipegang Al Mujazi, ayahnya pernah berkata, “Jagalah baik-baik naskah-naskah itu, sebab akan banyak orang yang memerlukan manfaatnya”
Naskah kesultanan Buton yang dikoleksi Abdul Mulku Zahari ditulis diatas kertas Eropa ataupun daluang, dengan menggunakan bahasa Arab, Melayu ataupun Wolof. Dalam koleksi tersebut naskah Islam paling banyak ditemukan, yaitu teks-teks yang berkaitan dengan tarikat, tasawuf, dan ajaran-ajaran Islam. Selain itu juga ditemukan naskah-naskah hukum, sejarah, primbon, bahasa serta hikayat. Dan naskah Diya al-Anwar fi Tasfiat al-Akdar merupakan salah satu naskah koleksi Abdul Mulku Zahari yang berisi tentang ajaran tasawuf.
TENTANG INVENTARISASI NASKAH
Berdasarkan penelusuran teks melalui database naskah online, seperti Thesaurus of Indonesian Islamic Manuscripts(yang disusun oleh Puslitbang Lektur Khazanah Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama, bekerjasama dengan Islamic Manuscripts Unit (ILMU) PPIM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Manassa), katalog online manuskrip perpustakaan Universitas Harvard, katalog online Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, katalog online Universitas Malaya, katalog online perpustakaan Leipzig University di Jerman, dan perpustakaan digital Princeton University tidak ditemukan naskah Diya al-Anwar fi Tasfiat al-Akdar yang terinvetarisasi dalam katalog online tersebut.
Namun naskah tersebut ditemukan pada salah satu katalog online dari The British Library melalui Endangered Archive Programme (EAP) yang dimilikinya dengan kode referensi EAP212/2/7
Dan berdasarkan studi katalog terbitan melalui Katalog Naskah Buton : Koleksi Abdul Mulku Zahari, naskah Diya al-Anwar fi Tasfiat al-Akdar ditemukan terdaftar dalam katalog tersebut dengan kode naskah IS/25/SYAM. Dalam Katalog Naskah Buton sendiri disebutkan bahwa dalam daftar Arsip Nasional judul naskah ini adalah Liyatul Anwari dengan nomor koleksi 146/Arab/19/54. Dan juga disebutkan bahwa mayoritas naskah Buton berada pada keluarga Abdul Mulku Zahari yang berdomisili di Baadia, Kraton Wolio, Bau-Bau, Buton.
DESKRIPSI NASKAH
Diya al-Anwar fi Tasfiat al-Akdar merupakan salah satu manuskrip dari sekian manuskrip koleksi Abdul Mulku Zahari, yang ditemukan di desa Baadi Betoambari Bau-Bau. Pada koleksi naskah yang terdapat pada The British Library, naskah ini berada diurutan ke-7 dari koleksi naskah Abdul Mulku Zahari dengan kode EAP212/2/7.
Baca Juga: Hukum Bersetubuh dengan Istri saat Azan Berkumandang
Naskah yang dikarang oleh Muhammad Idrus Qaimuddin Ibn Al-Faqir Badaruddin ini ditulis dengan menggunakan kertas Eropa yang tebal, yang juga menggunakan cap kertas bertuliskan AG dan tanpa kolofon. Adapun kondisi naskah sendiri masih baik, dan dapat dibaca.
Naskah ini berukuran 16,5 x 11 cm, terdiri dari 30 halaman yang tidak memiliki nomor halaman. Jumlah baris dalam setiap halamannya rata-rata 15 baris. Di bagian pias kiri bawah setiap verso terdapat alihan, yakni kata yang merupakan penunjuk kata dalam rekto berikutnya yang juga berfungsi sebagai penanda urutan halaman.
Teks dalam naskah Diya al-Anwar fi Tasfiat al-Akdar ditulis dengan menggunakan bahasa Arab tanpa harakat kecuali di bagian tertentu seperti di bagian mukaddimah yaitu puji syukur kepada Allah dan salawat untuk Nabi saw, serta beberapa kata yang tulisannya bisa dibaca dengan beberapa bacaan. Secara keseluruhan naskah ditulis dengan menggunakan tinta hitam, kecuali dibeberapa bagian tertentu – seperti kata-kata yang menjadi kata kunci (paragraf baru), selain itu pada kata-kata yang fungsinya ekuivalen dengan tanda baca titik dan koma diberi garis diatasnya – menggunakan tinta merah (untuk rubrikasi).
Penulisan naskah dimulai dengan kalimat basmalah, dilanjut puji syukur ke hadirat Allah swt dan salawat atas Nabi saw. Setelah itu teks membicarakan sifat-sifat tercela yang bisa membahayakan hati manusia seperti marah, dengki, bakhil, cinta harta, cinta pangkat, dan sebagainya. Serta ciri-ciri atau deskripsi orang yang terjangkit penyakit hati tersebut dan himbauan untuk menjauhi serta perintah untuk membersihkan hati dari sifat tercela tersebut.
Dan di bagian akhir dijelaskan tanggal selesainya ditulis naskah ini yaitu pada hari Selasa, 7 Rabi’ul Awal 1252 H dan penamaan naskah ini dengan Diya al-Anwar fi Tasfiat al-Akdar (bisa dilihat di halaman ke-29 pada baris ke-13). Naskah ditutup dengan doa dan salawat atas Nabi Muhammad saw.
Teks yang terdapat dalam naskah Diya al-Anwar fi Tasfiat al-Akdar berisi ajaran tasawuf yang menerangkan akan pentingnya menyucikan diri dari penyakit-penyakit hati yang biasanya menghantui, seperti bakhil, dengki, sombong dan sebagainya. Sama seperti Al-Ghazali yang dalam kitabnya Mukasyafah al-Qulub : al-Muqarrab ila Hadrati ‘Allami al-Ghuyub juga membicarakan tentang penyucian dan pembersihan hati. Al-Qur’an sendiri juga sudah menghimbau kepada kita untuk menjauhi penyakit-penyakit hati ini. Seperti himbauan untuk menjauhi sifat bakhil, Allah swt berfirman:
وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَهُمْ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلِلَّهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Ada yang perlu diperhatikan pada halaman awal naskah ini, terdapat catatan pada pojok kiri atas mengenai shalat hajat:
أصلى صلاة الحاجة اثنا عشر ركعة لله تعالى. يقرأ في كل ركعة الفاتحة وأية الكرسي وسورة الإخلاص مرة مرة, فإذا فرغ خرّ ساجدا لله تعالى.
Catatan tersebut berisi tentang tata-cara salat hajat, dimulai dari niatnya dan dilanjut dengan bacaan yang dibaca pada setiap raka’at yaitu surat Alfatihah, ayat kursi dan surat Alikhlas dibaca sekali di setiap rakaatnya. Kemudian setelah selesai salat dilanjut dengan bersujud.
Jika diperhatikan, tidak banyak kekeliruan yang ditemukan pada teks Diya al-Anwar fi Tasfiat al-Akdar ini, baik dari segi morfologis (sarfiyyah) maupun segi sintaksisnya (nahwiyyah). Hanya di beberapa kata-kata tertentu kekeliruan ditemukan, itu pun sangat sedikit. Namun ada sedikit catatan dalam penulisan nibrah (tempat hamzah) yang selalu diberi dua titik di bawahnya sehingga tampak seperti huruf ya, seperti dalam kata
دائيم , سائير
Dalam teks suntingan kata tersebut ditulis
دائم , سائر
Terlepas dari semua catatan yang ada, naskah ini sangat patut untuk dibaca dan penting ditempatkan sebagai salah satu khazanah warisan budaya tulis nusantara yang memuat nilai-nilai keislamaan yang dalam hal ini tentu memuat nilai tasawuf yang penting untuk dijadikan pedoman hidup yang lebih damai, tenang dan tentram, terhindar dari berbagai penyakit hati yang bisa merusak diri manusia dan kehidupannya.
*Artikel ini pernah dimuat di BincangSyariah.Com dengan Judul “Diya al-Anwar fi Tasfiat al-Akdar”: Menelusuri Naskah Tasawuf dari Kesultanan Buton.
Sumber : bincangmuslimah.com
Recent Comments