Bagi Khalifah Umar bin Abdul Aziz, membela orang yang terzalimi bukanlah hanya kata-kata manis di awal tempoh kepemimpinannya, sekadar janji manis kempen untuk meraih simpati. Sebaliknya, beliau betul-betul menyatakan sokongannya kepada orang-orang yang dizalimi.
Suatu ketika, Umar sedang berjalan di Pasar Hams. Tiba-tiba, seorang lelaki dengan keringat bercucuran mendatanginya dan berkata: “Wahai Amirul Mukminin, bukankah engkau telah memerintahkan siapa saja yang merasa terzalimi agar mendatangimu?.”
“Ya,” jawab Umar.
“Aku telah mendatangimu dari tempat tinggalku yang amat jauh dari sini.”
“Dimana keluargamu?.” tanya Umar lagi.
“Mereka jauh di sana,” jawab orang itu.
“Demi Allah, keluargamu adalah keluarga Umar juga meskipun mereka jauh,” Tegas Umar.
Umar kemudian turun dari kuda tunggangannya. la pun bertanya lagi kepada orang yang hendak melapor itu: “Kezaliman apa yang telah menimpa diri dan keluargamu?.”
Orang itu menjawab, “Sawah ladangku diambil alih oleh seseorang, bahkan ia merampasnya dariku. Aku pun menulis surat kepada Urwah bin Muhammad (ketua wilayah) agar ia meminta penjelasan dari orang itu. Jika ia mengatakan bahwa sawahku itu tetap milikku, seharusnya ia membayar kepadaku dan sang ketua wilayah harus mengesahkan surat pengakuannya.”
Umar segera mengambil tindakan susulan terhadap pengakuan orang yang merasa terzalimi itu. Namun, sebelum usahanya berhasil, Umar bertanya pada orang itu, “Engkau datang kepadaku dari daerah yang jauh, berapa perbelanjaan yang telah engkau habiskan untuk menempuh perjalanan ini?.”
“Aku hanya mempunyai pakaian usang ini,” jawab orang itu.
Maka, pakaian itu pun dijual dan hasil penjualannya diberikan kepadanya sehingga orang itu kembali ke kampungnya tanpa mengalami kerugian. Juga apa yang menjadi haknya dikembalikan sebagaimana mestinya.
Dari kisah di atas, pelajaran yang dapat kita ambil adalah:
1. Pemimpin yang baik tidak hanya membuka dan menerima pengaduan, tapi juga segera mengambil tindakan susulan dengan penyelesaian secepat mungkin.
2. Apabila rakyat dizalimi dan mengalami kerugian, maka menjadi tanggungjawab pemimpin untuk menggantikan semula kerugian tersebut.
Oleh: Drs. H. Ahmad Yani
Recent Comments