Sebuah Renungan Ruhani tentang Malas, Lalai, dan Martabat Insani
Menguap tampak seperti hal kecil, lumrah, bahkan dianggap alami oleh manusia. Namun dalam pandangan Rasulullah ﷺ, menguap bukan sekadar gerakan tubuh, tetapi isyarat ruhani — tanda bahwa hati sedang kalah dalam menjaga kesadaran kepada Allah.
Makna Tersembunyi di Balik Menguap:
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya Allah mencintai orang yang bersin dan membenci orang yang menguap. Karena bersin menandakan semangat, sedangkan menguap berasal dari setan.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Mengapa setan tertawa ketika manusia menguap?
Karena di saat itu manusia sedang lalai, sedang lemah, dan terputus dari kesadaran ibadahnya. Menguap adalah tanda futur — kelesuan jiwa yang membuat amal tak lagi sempurna.
Setan tertawa bukan karena lucu, tapi karena berhasil menjadikan manusia mainannya. Ia gembira saat manusia lupa menahan menguap, membuka mulut lebar, melupakan adab, bahkan tidak menutupnya dengan tangan.
Al-Hafizh Ibnu Hajar menjelaskan, “Siapa yang berlebihan dalam menguap, maka ia menyerupai lolongan anjing. Dan pada saat itulah setan menertawakannya, sebab ia telah menjadi permainan di tangan setan.”
Mengapa Rasulullah ﷺ Tidak Pernah Menguap…
Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ tidak pernah menguap seumur hidupnya.
Subhanallah — betapa sempurna kendali beliau atas jiwa dan tubuhnya.
Karena menguap lahir dari malas dan lalai, sedangkan Rasulullah ﷺ selalu hidup dalam dzikir, dalam kesiagaan hati terhadap Allah, dalam kesungguhan amal dan semangat dakwah.
Itulah derajat insan pilihan — yang tidak tunduk pada rasa malas, tidak dikuasai kantuk tanpa makna, dan tidak memberikan kesempatan kepada setan untuk bergembira atas kelemahan dirinya.
Pelajaran Ruhani untuk Kita:
- 1. Menguap adalah tanda futur, bukan sekadar keletihan fisik. Jika sering menguap saat membaca Al-Qur’an, shalat, atau mendengar ceramah — itu tanda bahwa hati sedang diserang lalai. Obatnya: perbanyak istighfar, wudhu, dan berdiri sejenak untuk menyegarkan niat ibadah.
- 2. Menahan menguap adalah bentuk jihad kecil. Rasulullah ﷺ memerintahkan, “Jika kalian menguap, tahanlah semampunya, dan tutuplah mulut dengan tangan.” Karena itu bukan hanya adab — itu benteng spiritual agar setan tidak masuk, baik secara hakiki maupun maknawi (menguasai hati yang lalai).
- 3. Jangan memberi celah bagi setan untuk tertawa.
Betapa malunya seorang mukmin bila tertawaan setan menjadi “muzik” di sekelilingnya, sementara malaikat mencatat kelalaiannya. Bukankah lebih mulia jika yang membuat malaikat tersenyum adalah kesungguhan ibadah dan dzikir kita?
Refleksi Jiwa:
Setiap kali kita menguap, sebetulnya sedang ada “pintu kecil” yang terbuka antara kekuatan iman dan kelemahan nafsu.
Jika kita menahannya, kita menutup pintu setan.
Jika kita membiarkannya, kita mengundang tawa musuh yang paling membenci kita.
Karenanya, orang beriman yang cerdas bukan hanya menjaga shalat dan sedekahnya, tapi juga menjaga adab-adab kecil yang berakar pada kesadaran besar:
Bahwa hidup ini adalah perjuangan menjaga hati dari kelengahan.
Pesan Inspiratif:
Wahai penempuh jalan kebenaran,
setan tidak takut pada sujudmu yang panjang,
tapi ia bergembira saat kamu mulai lalai.
Jangan biarkan ia menertawakanmu di saat engkau lemah.
Bangkitlah, kuatkan niat, jaga dzikirmu — bahkan dalam hal sekecil menahan menguap.
Karena kemuliaan seorang mukmin tidak hanya pada kemenangan besar,
tetapi pada keteguhan menjaga hal-hal kecil dengan kesadaran yang besar.
“Jangan biarkan setan tertawa saat engkau lelah.
Jadikan setiap kantukmu menjadi dzikir,
setiap letihmu menjadi ladang pahala.
Sebab pejuang sejati adalah yang tetap berzikir di antara jeda napasnya.”
JASMAN JAIMAN
Recent Comments