Salah satu kebahagiaan yang akan diperoleh rakyat adalah adalah apabila pemimpinnya dapat menunjukkan kasih sayang kepada mereka. Usman bin Affan merupakan diantara khalifah yang dapat menunjukkan kasih sayang itu.
Sejarah mencatat bahwa Usman dikurniakan usia yang panjang, yakni 80 tahun. Pada masa tua dan keadaan fiziknya yang sudah lemah, seringkali ia memerlukan bantuan pelayannya, termasuk mengambil air untuk berwudhu, khususnya pada malam hari yang gelap dan dingin.
Ketika tengah malam Usman terbangun untuk melaksanakan solat tahajud, biasanya pembantunya mengambilkan air untuk berwudhu. Namun, saat itu, ia tidak sanggup untuk membangunkan pembantu yang sedang tidur nyenyak. Maka, dengan susah payah ia berusaha mengambil sendiri air untuk berwudhu itu. Ini merupakan contoh nyata dan jelas bagaimana Usman amat sayang kepada rakyatnya.
Pada masa Khalifah Usman ini, peristiwa berat yang dialaminya adalah pemberontakan yang dilakukan oleh masyarakat. Bukan karena ia pemimpin yang tidak baik, melainkan memang rakyatnya yang ingin mengacaukan situasi yang tenang.
Ketika pemberontak itu hendak membunuh Usman, ternyata ia tidak menuntut adanya perlindungan dari sahabat. la tidak mau kebebasannya harus ditebus dengan cucuran darah seorang Muslim yang tidak bersalah.
Zaid bin Tsabit berhasil masuk ke rumah Usman meskipun rumahnya telah dikepung para pemberontak. Kepada Khalifah Usman, Zaid berkata, “Mereka (orang-orang Anshar) sedang menunggu di muka pintu, jika engkau menghendaki kami bersedia menjadi anshar (pembela) untuk kedua kalinya.”
Sifat penyayangnya kepada rakyat membuat ia berkata, “Kalau untuk berperang aku tidak mau.”
Maka, kepada sahabat yang berkumpul untuk menghadapi pemberontakan, ia berseru: “Sesungguhnya, orang yang amat aku perlukan di antara kalian sekarang ini adalah orang yang dapat menahan tangan dan senjatanya.”
Tidak lama kemudian, ketika melihat Abu Hurairah dengan menghunuskan pedang dan wajah yang marah, ia memanggilnya dan berkata, “Apakah engkau akan membunuh semua umat, padahal aku berada di tengah-tengah mereka? Demi Allah, seandainya engkau membunuh salah seorang di antara mereka, berarti engkau membunuh seluruhnya.”
Di samping itu, Usman juga melihat sahabat-sahabat yang lebih muda seperti Hasan, Husein, Ibnu Umar, dan Ibnu Zubeir telah menghunuskan pedang mereka. Hatinya pun semakin sedih dan pilu. la panggil mereka dan berkata, “Atas nama Allah, aku mohon kepada kalian agar tidak ada darah yang tertumpah disebabkan olehku.”
Begitu luar biasa Khalifah Usman dengan rakyatnya dalam menyayangi sehingga ia tidak ingin terjadinya pertumpahan darah, apalagi bila hanya untuk mempertahankan kekuasaannya.
Dari kisah di atas, pelajaran yang bisa kita ambil adalah:
1. Pemimpin yang menyayangi rakyat tidak mungkin menzalimi rakyatnya.
2. Kecintaan kepada rakyat membuat seorang pemimpin tidak ingin terjadinya pertumpahan darah, meskipun posisinya sebagai pemimpin sedang terancam.
Oleh: Drs. H. Ahmad Yani
 
					 
												
Recent Comments