Menjadi pemimpin ternyata tidak hanya harus mengerjakan hal-hal yang strategis, melainkan juga harus mengerjakan hal-hal yang sangat teknis dan sepele sekalipun. Rasulullah saw memberikan contoh kepada kita tentang hal ini dalam kapasitasnya sebagai seorang pemimpin.
Suatu ketika, Rasulullah saw hanya memiliki uang sebanyak delapan dirham, jumlah yang tidak cukup banyak. Begitupun bahan makanan di rumah sudah tidak banyak yang dimilikinya, sementara baju yang dipakainya hanya baju lusuh yang sudah saatnya diganti dengan yang lebih baik. Apalagi, baju itu sudah banyak tambalannya. Karenanya, dengan delapan dirham itu, Rasulullah saw menuju ke pasar untuk membeli apa yang bisa dibeli guna memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya.
Namun, ditengah perjalanan menuju pasar, Rasulullah mendapati ada seorang wanita yang kehilangan uang. Maka dua dirham diberikan kepada wanita yang sedang menangis itu kerana harus mempertanggungjawabkan wang yang hilang tersebut. Beliau pun menenangkan wanita itu. Sesampai di pasar yang ramai Rasulullah saw membeli baju seharga empat dirham. Dalam perjalanan pulang beliau mendapati wanita tua yang tidak memakai baju. Dengan penuh iba, ia memohon bantuan baju. Maka, beliau pun memberikan baju yang baru dibelinya itu Karenanya, beliau kembali lagi ke pasar untuk membeli baju yang harganya dua dirham. Sesudah itu, beliau kembali lagi ke rumahnya.
Dalam perjalanan pulang yang panas, beliau mendapati lagi wanita yang tadi kehilangan uang. la nampak bingung dan gelisah. Ternyata, wanita itu takut dimarahi majikannya karena pulang sudah terlambat. Beliau pun siap mengantarkan wanita itu pulang. Wanita itu lalu berjalan terlebih dahulu dan Rasulullah mengikutinya dari belakang. Ini membuat wanita itu menjadi tenang. Pasalnya, tidak mungkin ada yang mengganggunya di jalan dan majikannya pun tidak akan marah kepadanya.
Sesampai di kampung kaum Anshari, di mana tempat wanita itu tinggal, Rasulullah mengucapkan salam suara yang keras. Akan tetapi, Rasulullah tidak mendengar jawaban mereka. Mereka sebenarnya menjawab salam Nabi, hanya saja dengan suara yang amat pelan. Mereka sebenarnya juga amat gembira dengan kedatangan Rasul itu, dan menganggap salam Rasul sebagai berkah. Karenanya, mereka ingin mendengar lagi salam Rasulullah saw. Maka, dengan suara yang lebih keras, Rasulullah mengucapkan lagi salamnya hingga tiga kali dan mereka pun menjawab dengan suara yang juga sama kerasnya.
Rasulullah tentu menjadi amat heran dengan hal itu. Sebaliknya, mereka pun menjelaskan rasa senang mereka akan kedatangan Rasul, yang membawa keberkahan dengan salamnya itu. Rasulullah kemudian menjelaskan kedatangannya. “Pembantumu terlambat pulang dan tidak berani pulang sendirian. Bila ia harus menerima hukuman, akulah yang akan menerima hukuman itu.”
Ucapan Rasul itu amat mengejutkan mereka. Bagaimana tidak, beliau telah berjalan cukup jauh dalam suasana panas terik hanya untuk mengantarkan seorang budak, dan kini malahan beliau siap menerima hukuman sebagai ganti dari hukuman yang bakal diterima budak itu.
Sang majikan kemudian mengatakan, “Kami memaafkannya, bahkan kami bebaskan ia dari perbudakan.”
Budak itupun menjadi amat gembira. Rasulullah saw sendiri kemudian kembali ke rumahnya dengan hati yang gembira, setelah sebelumnya mendoakan keberkahan bagi mereka. Sepanjang jalan beliau merenung tentang keberkahan delapan dirham yang menyebabkan ia dapat menolong dan menenangkan seorang rakyatnya dari ketakutan, menolong dua orang yang membutuhkan dan sekaligus memerdekakan seorang budak. Begitulah, keberkahan harta seorang pemimpin yang amat besar dirasakan manfaatnya oleh rakyat.
Dari kisah di atas, pelajaran yang dapat kita ambil adalah:
1. Kehadiran seorang pemimpin di tengah- tengah masyarakatnya memberikan ketenangan apalagi bila dapat mengatasi persoalan mereka.
2. Pengorbanan waktu dan harta seorang pemimpin untuk mengatasi persoalan masyarakat merupakan keberkahan tersendiri dari kepemimpinannya yang bisa dirasakan.
Oleh: Drs. H. Ahmad Yani
Recent Comments