KETIKA berbicara ruang politik, ada perbedaan dengan ruang siyasah. Secara bahasa, politik (Yunani=polis atau negera) bermakna suatu aktivitas yang dibuat, dipelihara, dan digunakan pada komunitas masyarakat untuk menegakkan peraturan yang ada. Namun, dalam tataran implementasi, ruang politik acapkali mengedepankan upaya meraih kemenangan (kelompok terbatas) dengan berbagai cara dan menyisakan kecewa kelompok lainnya. Wajar bila banyak kata disematkan pada kata politik, antara lain : politik belah bambu, politik adu domba, politik balas jasa atau politik etis, dan varian kata lainnya.

Sementara siyasah secara bahasa berarti mengatur, meng-urus, memerintah, memimpin, dan membuat kebijaksanan. Sedangkan secara luas siyasah bermakna suatu aktivitas yang dilakukan seseorang, sekelompok masyarakat, atau negara guna memperbaiki keadaan yang buruk menjadi baik, dan lebih baik. Siyasah lebih pada ruang strategi (cara) untuk mencapai tujuan bersama. Semua sisi dikaji secara cermat atas dampak yang mungkin terjadi. Siyasah berupaya men-capai tujuan secara evolusi untuk kemaslahatan keummatan dengan meminimalkan dampak negatif yang mungkin terjadi. Untuk itu, Ibn Qayyim al-Jauziyah menyata-kan bahwa siyasah adalah “segala perbuatan yang mem-bawa manusia pada kemaslahatan dan menjauhkan dari kerusakan”.

Meski sekilas kedua istilah di atas memiliki kesamaan secara teoritis, namun dalam kenyataan, pemaknaan politik pada tataran praktis sering berurusan dengan hal-hal yang pragmatis. Hal ini dinyatakan Harold Lasswell dalam buku Power and Society, bahwa perjuangan politik berujung pada kekuasaan sebagai arus utamanya. Sementara siyasah lebih pada strategi menyelesaikan masalah keumatan bagi ter-capainya kebahagiaan bersama sebagai tujuan utamanya.

Terlepas dari perbedaan dan persamaan kedua istilah di atas, namun bila kata politik digandeng beberapa kata penyerta, penulis melihat ada kata lain yang bisa disematkan pada kata politik, yaitu kata “politik latto-latto”. Penggunaan kata yang tidak familiar, namun menyimpan pelajaran berarti.

Sebagai salah satu bentuk permainan tradisional, latto-latto pernah bumming meski kemudian hilang bak ditelan bumi. Latto-latto adalah jenis permainan yang menggunakan dua buah bola plastik berbobot padat keras dan permukaan halus yang diikat seutas tali dengan cincin jari di tengah. Permainan ini adalah jenis permainan ketangkasan dengan mengandalkan keterampilan fisik. Mainan ini dimainkan dengan cara diayunkan (secara lambat maupun cepat) agar kedua gundu saling berbenturan. Hasil benturan ini akan menimbulkan bunyi khas dan gerakan yang menjadi daya tarik tersendiri. Kekhasan bunyi yang ditimbulkan membuat pemainnya ketagihan. Permainan ini awalnya populer diakhir tahun 1960-an sampai 1970-an di Amerika Serikat dengan nama clackers balls toys. Lalu, permainan ini kembali booming di Indonesia era pertengahan 2022-an. Meski berupa permainan tradisional yang sederhana, namun memerlukan keahlian khusus dan latihan yang serius. Ada beberapa pelajaran yang dihadirkan melalui permainan latto- latto yang bisa diambil dalam ruang politik manusia sepanjang sejarah, antara lain:

Pertama, saling beradu untuk menghasilkan suara yang membuat pemain dan penonton terfokus dan kagum pada benturan (perseteruan) dua sisi bola. Apatahlagi bila kedua kutub “gundu” latto-latto diberi warna yang membuat mata terlena. Padahal, perseteruan yang terjadi sengaja diciptakan untuk membius perhatian dan membangun ketagihan melakukan benturan. Padahal, bila dicermati secara seksama, meski terlihat nyata keduanya beradu dan saling berbenturan, tapi sebenarnya saling bertemu meski sebentar untuk “saling memberi pesan”. Sementara, secara zahir keduanya terlihat tidakharmonis untuk menghadirkan sandiwara dan gelak tawa yang melihatnya. Namun, ketidakharmonisan yang terjadi justru membuat manusia lupa ketika latto-latto putus dan mencelakai diri pemain dan mereka yang menonton. Hal ini disebabkan hadirnya keasyikan melihat “perseteruan latto-latto” dan tawa bahagia atas perseteruan dan bunyi yang ditimbulkan.

Di sisi lain, meski terlihat kedua kutub saling beradu, tapi perlu diwaspadai pantulan yang dihasilkan justeru membahayakan sisi di luar gundu. Akibatnya, hilang kewaspadaan dan sirna kehati-hatian atas ancaman yang ada. Hal ini diingatkan Rasulullah melalui sabdanya : “Dan janganlah terlalu banyak tertawa. Sesungguhnya terlalu banyak tertawa dapat mematikan hati” (HR. Tirmizi).

Kedua, permainan latto-latto terbangun oleh ketangkasan tangan yang memainkan. Semakin terlatih tangan memain-kan, maka semakin merdu suara yang dihasilkan. Bila yang memainkan tanpa skil, maka latto-latto akan mencelakai diri pemain dan orang lain. Bukan suara latto-latto yang akan terdengar, tapi suara jeritan sakit yang akan menggema. Bahkan, tak sedikit tangan yang lecet akibat tali latto-latto.

Sungguh, dua sisi bola (gundu) yang berbenturan merupakan pelaku politik yang menarik manfaat untuk mengangkat nilai jual dan popularitasnya. Sebab, pemilik suara adalah kedua kutub tersebut, bukan tali atau jari yang membuat latto-latto berbunyi. Sementara jari tangan hanya sebatas “pengembira” yang tak memahami makna benturan. Ia hanya mengikuti arah kedua kutub, tanpa sadar ternyata dirinya (jari-jari) yang terluka oleh permainan tersebut. Semua terkesima oleh janji irama latto-latto di tengah iringan tepuk tangan yang mem-bahana. Janji palsu (wa’dun) ala latto-latto diingatkan Allah melalui firman-Nya: “Dan setan berkata ketika perkara (hisab) telah diselesaikan, Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan aku pun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. Tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku, tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku tidak dapat menolongmu, dan kamu pun tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu. Sungguh, orang yang zalim akan mendapat siksaan yang pedih”.(QS. Ibrahim : 22).

Kesemua tipu daya politik latto-latto yang mengalpakan manusia atas waktu dan keselamatan dirinya. Semua dilakukan hanya untuk mementaskan sandiwara untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Padahal, sikap ini telah diingatkan Allah melalui firman-Nya: “Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan Taghut. Maka, perangilah kawan-kawan setan itu, (karena) sesungguhnya tipu daya setan itu lemah” (QS. an-Nisa’ : 76).

Meski demikian jelas pilihan diberikan oleh Allah bagi pemilik akal, namun acapkali pilihan yang diambil justeru sebaliknya. Melakukan komunikasi dan saling membantu menegakkan kesalahan dan berupaya merobohkan kebenaran. Jangan menyatakan diri (komunitas) paling mulia dan benar dengan melihat sisi terangnya saja. Jangan pula menyatakan lawan (komunitas) hina dan salah dengan melihat sisi gelapnya belaka. Lihatlah matahari dan rembulan yang saling menerangi sisi bumi. Andai hanya memanfaatkan matahari atau rembulan menyinari bumi, maka akan ada sisi yang terang dan gelap. Tapi, gunakan keduanya, maka akan terlihat seluruh isi bumi benderang oleh cahaya-Nya.

Ketiga, Berbenturan tapi saling bertemu dan menyatu. Ketika saat benturan, pertemuan begitu singkat. Tapi, ketika benturan tak lagi terjadi, maka kedua kutub latto-latto akan bertemu erat dan harmonis. Semua terjadi tatkala tujuan menghasilkan atraksi yang memukau telah tercapai atau tak ada lagi aktor yang akan memainkannya. Semua sepi seakan tak pernah terjadi perseteruan antara kedua gundu latto-latto. Padahal, ketika latto-latto dimainkan, banyak yang “tergores dan terluka”. Setelah permainan selesai, dua kutub gundu diam dan hidup damai saling berangkulan. Hanya tersisa bekas luka dan derita yang terimbas ketika gundu latto-latto lepas melukai penonton.

Keempat, Permainan latto-latto memerlukan keahlian khusus dan latihan yang serius. Bila permainan latto-latto dimainkan oleh sosok yang bukan ahlinya, maka permainan latto-latto justeru akan membahayakan diri dan orang lain. Hal seirama diingatkan Rasulullah SAW melalui sabdanya : “Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah terjadinya kiamat” (HR. Bukhari).

Untuk itu, permainan latto-latto perlu dilakukan oleh ahlinya, beradab, dan cerdas. Dengan demikian, akan terlihat penam-pilan bermain latto-latto yang indah dan menyenangkan. Demikian halnya dalam menetapkan pilihan berpolitik atau profesi lainnya perlu dilakukan mereka yang berilmu, ber-proses evolusi dan terlatih, santun dan beradab. Bila pilihan politik dan profesi dilakukan tanpa ilmu, pendekatan yang tanpa seni, dan dilakukan secara revolusi (karbitan), maka tampilan dan kematangan berpolitik kehilangan rasa, pen-dekatan politik tanpa seni, dan wujud politik tanpa karakter yang berperadaban. Kematangan, pendekatan, dan wujud politik yang demikian tergantung pada kualitas setiap diri, tanpa melihat batas usia, waktu, gelar keilmuan, strata, dan varian lainnya. Semua manusia memiliki tingkatan kematang-an yang berbeda, tergantung kualitas dirinya masing-masing.

Kelima, Latto-latto merupakan permainan yang booming secara temporer. Ia booming pada waktu tertentu dan hilang pada waktu yang lain. Demikian gegap gempita politik latto-latto hadir dengan berbagai “bunga-bunga”, namun seketika angin panas menerpa dan diguyur hujan, maka semua layu, kuncup, dan acapkali gugur tanpa buah.

Meski permainan latto-latto bersifat musiman, namun tak sedikit yang menyisakan bekas luka. Meski tawa bahagia membahana, torehan bekas luka tak bisa dihilangkan. Walau penderita melupakan semua lukanya, namun bekas luka akan menjadi catatan sejarah sepanjang hidupnya. Anehnya, meski kemudian ditinggalkan, namun manusia pada waktu-nya akan kembali bermain latto-latto tanpa peduli bahaya yang diderita yang telah menzalimi diri dan sesamanya. Padahal, Allah secara jelas telah mengingatkan melalui firman-Nya : “Dan demikianlah Kami jadikan sebagian orang-orang yang zhalim itu menjadi teman bagi sebagian yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan” (QS. al-An’âm :129).

Abu as-Syeikh dari Manshûr bin Abi al-Aswad pernah ber-tanya kepada al-A’masy tentang makna ayat di atas. Katanya, bahwa Aku mendengar mereka berkata, “Jika manusia sudah rusak, maka mereka akan dipimpin oleh orang-orang yang rusak. Jika mereka baik, niscaya Allah akan memberikan kekuasaan kepada orang baik. Jika mereka jahat, niscaya Allah akan memberikan kekuasan kepada orang jahat dari kalangan mereka”. Hal ini sebagai-mana ungkapan, perbuatan kalian adalah pemimpin kalian. Sebagaimana keadaan kalian, begitulah keadaan pemimpin kalian. Sungguh untaian kata penuh makna dan pesan yang mendalam sebagai jawaban atas apa yang terjadi sepanjang sejarah manusia di muka bumi.

Demikian terkadang praktik politik manusia bagai permainan latto-latto. Begitu lepas dan nyaring suaranya membahana memecah keheningan, namun terikat tali kekang. Terlihat saling beradu, namun tersisip tujuan tertentu. Meski saling berbenturan dan memukul, tapi pada waktunya saling membantu dan merangkul. Meski terjadi benturan atas dan bawah, tapi kembali rukun oleh ikatan tali (tujuan) yang sama. Meski seakan bebas bagai anak panah lepas dari busur, namun ternyata terkekang sebatas ukuran (panjang) tali yang mengikatnya (kepentingan). Suaranya nyaring berirama dan gerakan indah tergantung kemampuan yang memainkannya. Bila pemain tak memiliki keahlian, maka permainan berantakan. Ketika tali tak kuat dan putus, bentur-an kedua kutub akan bergerak liar menghadirkan ancaman bahaya bagi siapa yang mendekati atau mengganggunya. Tatkala tujuan menghadirkan suara nyaring telah tercapai, perseteruan yang terlihat pada awalnya akan berubah damai dan saling bersama diakhir pementasan. Sebaliknya, meski terlihat damai dan bersama, namun takala tiba waktunya, kedua kutub gundu kembali saling berseteru dan beradu. Untuk itu, seluruh elemen penonton perlu bijak untuk menjaga persatuan dan jangan terbawa emosi yang berakibat perpecahan. Sebab, “politik latto-latto membawa pesan, begitu mudah karakter manusia berubah. Mudah berseteru dan mudah pula menyatu atau sebaliknya”. Demikian pelajaran atas pementasan politik latto-latto. Meski kelihatan aneh, namun begitulah fenomena yang terjadi. Hanya saja, terlepas dari semua perdebatan yang ada, kedamaian negeri menjadi pilar utama. Lakukan dengan cara yang beradab dan mencerdaskan sebagai wujud bangsa berperadaban tinggi. Sungguh, setiap yang ada memiliki maksud dan tujuan sebagai i’tibar.

Begitu jelas ayat-ayat Allah terlihat nyata untuk difikirkan bagi pemilik akal (ulul albab), diresapi kebenaran dan makna-nya bagi pemilik hati yang suci (qalbun salim), serta dijadi-kan suluh dan pedoman bagi pemilik iman (addin hanif). Demikian semua yang ada (alam semesta) merupakan wujud cinta-Nya pada hamba, namun manusia acapkali melupakan dan mengingkarinya. Wa Allahua’lam bi al-Shawwab.***

Oleh: Prof Samsul Nizar (Guru Besar & Ketua STAIN Bengkalis)

Sumber: www.riaupos.jawapos.com

Translate »