Jakarta – Tahajud adalah salat malam yang istimewa karena memiliki banyak keutamaan. Namun di balik itu, terdapat sebuah alasan yang membuat seorang ahli tahajud tidak mendapat jaminan surga padahal ia rajin salat selama 20 tahun. Simak kisahnya!
Perintah salat tahajud ini sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an surah Al Isra ayat 79 yang berbunyi:
وَمِنَ ٱلَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِۦ نَافِلَةً لَّكَ عَسَىٰٓ أَن يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَّحْمُودًا
Arab latin: Wa minal-laili fa taḥajjad bihī nāfilatal laka ‘asā ay yab’aṡaka rabbuka maqāmam maḥmụdā
Artinya: “Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.”
Dalam dalil lain Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baik puasa setelah puasa Ramadan adalah puasa pada bulan Allah. Sebaik-baik salat setelah salat wajib adalah salat malam.” (HR Muslim)
Kisah Seorang Ahli Tahajud yang Tidak Mendapat Jaminan Surga
Mengutip buku Keajaiban Tahajud, Subuh, dan Dhuha untuk Hidup Berkah, Bergelimang Harta, Sukses dan Bahagia oleh Fery Taufiq El Jaquene, ada sebuah kisah tentang seorang ahli tahajud yang bernama Abu bin Hasyim. Ia sangat rajin melakukan salat tahajud dan selama 20 tahun tidak pernah meninggalkannya.
Suatu hari saat ia hendak mengambil air wudhu, ada sesuatu yang membuatnya terkejut. Ia melihat ada sosok yang duduk di depan pekarangannya. Abu bin Hasyim bertanya kepadanya, “Wahai hamba Allah, siapakah engkau?”
Orang tersebut tersenyum lalu berkata, “Saya adalah malaikat utusan Allah.” Lalu Abu bin Hasyim bertanya kembali, “Apa yang kamu lakukan di sini” Malaikat tersebut menjawab, “Saya diberitahu untuk menemukanmu pelayan Allah.”
Melihat malaikat memegang buku yang cukup tebal, lalu Abu bin Hisyam bertanya, “Oh malaikat, buku apa yang kamu bawa?” Malaikat menjawab, “Ini adalah koleksi nama-nama kekasih Allah.”
Mendengar ucapan malaikat tersebut, Abu bin Hasyim berharap ada namanya tercatat karena ia telah rajin sholat tahajud selama 20 tahun. Ia pun bertanya, “Oh malaikat, apakah namaku tertera dalam buku yang kamu bawa?”
Ia percaya bahwa namanya akan tercatat. Malaikat mengatakan, “Saya akan buka.” Malaikat pun membuka buku besar tersebut. Setelah mengurutkan dari awal sampai akhir, rupanya nama Abu bin Hasyim tidak ada di dalamnya.
Abu bin Hasyim meminta malaikat untuk mencari namanya kembali. Malaikat meneliti pelan-pelan dengan cermat. Kemudian ia berkata, “Itu benar, namamu tidak ada di dalam buku ini!” Abu bin Hisyam pun bergetar lalu terjatuh di depan malaikat.
Abu bin Hasyim menangis dan mengeluarkan air mata yang sangat banyak. Ia menyesali dan berkata, “Kehilangan diri saya yang selalu berdiri setiap malam di tahajud dan bermunajat tapi nama saya tidak ada di dalam kelompok pecinta Allah,” keluhnya yang masih menangis sesenggukan.
Malaikat berkata lagi, “Wahai Abu Hasyim! Saya tahu Anda bangun setiap malam saat yang lain tidur, wudhu dengan air dingin saat yang lain tertidur di tempat tidur. Tapi tangan saya dilarang bahwa Allah menuliskan nama Anda.”
Kemudian Abu bin Hasyim kembali bertanya, “Apa penyebabnya?” Dan malaikat mulai menjelaskan, “Anda bersedia pergi ke Allah, tapi Anda bangga pada diri sendiri dan bersenang-senang memikirkan diri sendiri. Tetanggamu ada yang sakit atau kelaparan tapi kau bahkan tidak melihat atau memberi makan. Bagaimana mungkin kami bisa menjadi kekasih Tuhan jika Anda sendiri tidak pernah mencintai makhluk yang diciptakan oleh Allah?” kata sang malaikat.
Mendengar apa yang disampaikan malaikat, Abu bin Hasyim serasa disambar petir di siang bolong. Dia menyadari bahwa hubungan pemujaan manusia tidak hanya untuk Allah SWT, tetapi juga untuk sesama manusia.
Sumber: detik.com
Recent Comments