Berukuran sangat kecil, yaitu 120 Nanometer, Covid 19 (Coronavirus disease 2019) semenjak awal kemunculannya di China kemudian tersebar hampir ke seluruh negara di dunia sampai hari ini masih membuat kita semua khawatir.
Bagaimana tidak, virus yang berukuran sangat kecil itu telah banyak memakan korban jiwa. Tidak mengenal usia, dari yang muda hingga yang tua. Dan juga tidak memandang profesi, dari yang masyarakat biasa hingga artis dunia sekalipun.
Walaupun Covid 19 ini sangat berbahaya, namun masih banyak juga masyarakat yang menganggap virus ini hanya masalah sepele. Sehingga sebagian besar mereka tidak mau mengikuti imbauan dari pemerintah agar selalu menjaga jarak aman, selalu menjaga kebersihan, dan memberlakukan social distancing.
Tanpa disadari, walaupun dianggap sepele, virus ini bisa saja menular di mana dan kapan saja jika kita tidak selalu menjaga kebersihan dan jarak aman. Sehingga apabila pulang ke rumah, kita juga akan menularkan virus itu kepada keluarga yang kita sayangi. Tidak hanya kita yang menderita, tetapi orang-orang di sekitar kita yang kita sayangi juga akan ikut merasakan akibatnya.
Di samping tidak terlihat oleh kasat mata, Covid 19 juga menular dengan sangat cepat. Parahnya, orang yang tidak merasakan gejala apa pun di tubuhnya juga bisa menyebarkan virus ini. Sehingga kita tidak dibenarkan lagi untuk membuat keramaian atau pergi ke keramaian.
Akibatnya, banyak dari tempat berkumpul yang berpotensi membuat keramaian ditutup. Seperti sekolah, kantor, pasar, dan tempat ibadah.
Saat tempat ibadah juga ditutup, maka timbullah banyak pertanyaan. Seperti: apakah ini azab, tentara Allah, musibah, pertanda kiamat, ini konspirasi Yahudi, dan masih banyak lagi.
Dalam kacamata tasawuf, tentu hal seperti ini dipandang dari sudut pandang lain. Sebab salah satu ciri dari kaum sufi adalah selalu berprasangka baik kepada Tuhan.
Orang sufi selalu mengutamakan rasa dan cinta. Sesuai dengan maknanya Tasawuf (Tasawwuf) atau Sufisme (bahasa Arab: تصوف), yakni ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihkan akhlak, membangun dzahir dan batin serta untuk memperoleh kebahagiaan yang abadi.
Saat dunia sibuk berteriak tentang ekonomi, mereka senyum saat melihat banyak keluarga yang kembali mempunyai waktu untuk bersama. Saat banyak orang marah karena rumah ibadah ditutup, kaum Sufi bahagia karena juga tahu pusat perjudian terbesar di Singapura, Amerika, Taiwan juga ditutup.
Bahwa banyak tempat maksiat ditutup bukan dengan kitab hukum negara, bukan dengan pekik suara takbir di jalanan, tapi hanya dengan makhluk kecil Allah yang bernama Covid 19 itu.
Begitu juga air sungai kembali jernih karena banyak pabrik ditutup. Udara bumi lebih segar karena berkurangnya polusi udara disebabkan kendaraan. Orang-orang yang biasanya datang ke tempat-tempat yang disediakan untuk berbuat maksiat, kini hanya di rumah tanpa melakukan kebiasaan buruknya lagi. Orang yang biasanya tidak pernah salat, kini mulai menunaikan ibadah salat lagi.
Jika dilihat, masih banyak lagi dampak yang disebabkan dari terjadinya wabah Covid 19 ini. Sesungguhnya ini musibah atau anugerah? Dalam perspektif tasawuf, jelas ini adalah anugerah.
Yang lebih menarik adalah saat imbauan untuk tidak keluar rumah, ada yang menyebutnya dengan karantina, PSBB, atau Lockdown. Betapa indahnya ketika melihat seseorang yang biasanya sangat jarang sekali bertemu dengan keluarganya, terlebih dengan anaknya karena tuntutan pekerjaan, pergi kerja dini hari pulang malam hari sehingga tidak mempunyai waktu untuk keluarga, sekarang semenjak pemerintah memberlakukan lockdown bisa menghabiskan waktu sejenak bersama keluarganya.
Namun lockdown itu tidak berlaku untuk semua orang, bagi seseorang yang berprofesi sebagai seorang dokter yang akan menangani pasien yang positif Covid 19 ini akan selalu bekerja keras untuk menyembuhkan para pasiennya. Hingga untuk bertemu keluarga pun harus selalu memastikan jika dia bebas dari Covid 19.
Kebijakan lockdown bagi kaum Sufi ini tidaklah menjadi sesuatu yang asing. Sebabnya kaum Sufi kebanyakan memiliki amalan yang disebut berkhalwat. salah satu rujukan yang sering digunakan untuk amalan ini adalah kitab Ihya Ulumuddin karangan imam Al Ghazali.
Khalwat secara bahasa berasal dari akar kata khala yang berarti sepi. Dan dari akar kata ini, praktik berkhalwat adalah praktik untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Meninggalkan sejenak hiruk pikuk duniawi. Dan mulai mengubah dari kesibukan memikirkan dunia kepada memikirkan akhirat kelak.
Sebelum adanya kebijakan untuk lockdown, ada banyak manusia yang terlebih dahulu lockdown, yaitu lockdownnya kaum Sufi. Ada atau tidaknya virus ini, kaum Sufi tidak akan berubah. Sebagaimana dalam tasawuf, kita selalu diajarkan untuk mencintai Tuhan semata. Saat bumi terkunci, langit masih tetap terbuka.
Pada akhirnya, prasangka buruklah yang mebuat kita mengira semua ini adalah musibah, tapi dalam pandangan tasawuf semua ini adalah anugerah. Tugas kita sebenarnya adalah selalu berprasangka baik dengan kehendak Allah, sehingga segala sesuatu itu bisa menjadi sebuah anugerah.
Sumber : qureta.com
Recent Comments