HADIS TENTANG PEMIMPIN
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْمُخَرَّمِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ حَدَّثَنَا عِمْرَانُ الْقَطَّانُ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَخْلَفَ ابْنَ أُمِّ مَكْتُومٍ عَلَى الْمَدِينَةِ مَرَّتَيْنِ
Rasul s.a.w menunjuk ibnu maktum sebagai penggantinya di kota madinah sebanyak dua kali. (hr abu dawud)
Islam memang benar-benar telah menebarakan benih-benih demokrasi. Betapa tidak, jauh sebelum istilah demokrasi itu sendiri muncul, yaitu pada masa Rasul s.a.w, Islam sudah membatasi masa kepemimpinan seseorang. Dan persis dalam konsep demokrasi modern, masa kepemimpinan dalam Islam juga dibatasi selama dua periode. Namun terlepas konsep itu bersumber dari Islam atau demokrasi modern, namun yang perlu kita gali adalah pesan moral dari hadis di atas.
Pesan moral dari hadis ini adalah bahwa bila kekuasaan itu terlalu lama dipegang oleh seseorang maka akan berpotensi untuk menimbulkan penyalahgunaan. Sebagaimana slogan dalam politik modern yang berbunyi; “power absoluty tends to corrup absoluty”, kekuasaan mutlak berpotensi melahirkan penyalahgunaan mutlak. Karena bila seorang pemimpin terlalu lama memimpin, seperti soeharto selama 32 tahun, maka akibatnya bisa kita lihat sendiri; kongkalikong, nepotisme, semua kerabat dekatnya dijadikan menteri, korupsi, dan bahkan bisa menjadi “tuhan” yang mampu memaksa rakyatnya untuk menuruti perintahnya. Padahal tuhan sendiri tidak pernah memaksa. Oleh sebab itu, dalam setiap jenjang kepemimpinan, sebaiknya, bahkan mungkin seharusnya, perlu dibatasi masa kepemimpinannya. Tidak adanya batasan waktu dalam sebuah sistem kepemimpinan hanya akan menimbulkan kekuasaan yang menyerupai tuhan selaku maha tak terbatas.
Catatan: Ibnu Majid
Recent Comments