Hati yang bersih menjadikan ucapan seseorang pemimpin itu atau siapa sahaja akan meyakinkan dan menyejukkan hati lawan bicaranya. Sikapnya akan menunjuk bahawa ia sentiasa sedang diawasi oleh Allah s.w.t. Keseluruhan dirinya menampakkan satu keadaan bahawa hanya redha Allahlah yang diharapkan.Kehidupan yang aman dan damai menjadi cita-cita setiap orang. Oleh itu usaha mewujudkan perdamaian harus dilakukan oleh semua.Pertelingkahan dikalangan tokoh-tokoh politk berterusan tiada penghujung.Masyarakat akan menjadi haru-biru sekiranya pemimpin tidak mempunyai hati yang sejahtera, beremosi dan masih menaruh dendam kesumat terhadap saudara sesame Islam.
Demikianlah dengan bangsa Melayu yang dikatakan lemah dan penuh dengan perpecahan terutamanya peminpin-peminpin politik hari ini.Oleh itu usaha mewujudkan perdamaian harus dilakukan oleh semua pihak yang bertelagah.Pertelingkahan dikalangan tokoh-tokoh politk berterusan tiada penghujung.Masyarakat akan menjadi haru-biru sekiranya pemimpin tidak mempunyai hati yang sejahtera, beremosi dan masih menaruh dendam kesumat terhadap saudara sesama Islam.
Justeru mereka harus bangkit dan perlu diorientasi melalui konsep pengurusan Qalbu (hati). Inti konsep pengurusan Qalbu adalah memahami diri dan kemudian kita mahu dan mampu mengendalikan diri setelah kita memahami benar siapa diri kita sebenarnya. Dan tempat untuk memahami dan mengendalikan diri kita itu ada di hati. Bila hati kita bersih, bening, dan jernih, insyaAllah, keseluruhan diri kita juga akan menampakkan kebersihan, kebeningan, dan kejernihan.Tidak ada lagi rasa cemburu,dengki,khianat,dendam dan prasangka buruk sesame Islam.
Demikian pula bahawa semua hukum kemasyarakatan Islam dan tradisi Nabi SAW seperti memberi salam, menjabat tangan, tersenyum, melaksanakan sholat Jumaat, semuanya bermaksud untuk memelihara persaudaraan, kehangatan, kedekatan dan empati di antara sesama Muslim.
Dengan kata lain, segala perilaku buruk seperti kecurigaan, pengkhianatan, fitnah, bohong dan sebagainya dilarang. Hal ini dilakukan untuk menjaga diri daripada perpecahan dan pertentangan di antara saudara seiman.
Sesungguhnya persatuan, persamaan dan persaudaraan merupakan nilai-nilai fundamental yang menjadi asas dan tonggak kekuatan bagi perkembangan, kemajuan dan kemakmuran suatu negara.
Bagaimana memahami aspek praktik dari semua ini? Pertama, manusia itu memiliki potensi. Potensi itu berupa sarana-sarana yang ada di dalam diri seseorang yang berfungsi untuk mengembangkan dan memperbaiki diri. Hanya dengan memiliki niat untuk terus memperbaiki dirilah potensi yang merupakan anugerah Allah itu akan menuju kepada jalan kebaikan.
Dalam bahasa sederhananya, kita memiliki tiga potensi berupa jasad, akal dan qalbu. Hanya dengan hati atau qalbu yang bersih potensi jasad dan akal itu akan dikendalikan dengan baik. Jasad atau fisik kita menyalurkan hasil proses akal. Fisik manusia tidak dapat membuat keputusan. Akal fikiran kita akan mampu mengefektifkan dan mengefisienkan tindakan kita. Komputer, pensel, alat perakam adalah produk akal. Ia bebas nilai. Pistol adalah juga produk akal. Pistol dapat digunakan untuk melakukan kejahatan atau kebaikan. Dan qalbu kita membuat apa yang diwujudkan oleh fisik dan akal kita menjadi bernilai.
Kedua, potensi kita yang terus diarahkan kepada kebaikan akan menjadi sangat efektif daya gunanya bila dimulai atau berpangkal dari diri sendiri. Ertinya, urusilah diri sendiri dulu sebelum mengurusi orang lain. Perbaikilah diri sendiri dulu sebelum memperbaiki diri orang lain. Bersihkanlah diri lebih dahulu sebelum membersihkan orang lain. Suruhlah diri sendiri untuk mengerjakan suatu kebaikan sebelum menyuruh orang lain melakukan suatu kebaikan. Apabila ini dapat dilakukan oleh setiap manusia yang sedar akan keadaan dirinya, tentulah akan terjadi sesuatu yang luar biasa pada diri orang tersebut.
Seseorang yang menggunakan potensinya dengan prinsip untuk memperbaiki kemampuan dirinya, akhirnya bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya. Gerak hidupnya adalah gerak hidup yang produktif. Dia sentiasa menguntungkan orang lain lantaran dari dirinya terpancar kebaikan, seperti membawa keamanan dan kebahagiaan. Inilah juga ukuran kejayaan dari orang yang bersih hatinya. Kejayaan adalah bila dirinya semakin profesional dan semakin meningkat kemampuannya.
Ketiga, keadaan-keadaan untuk memperbaiki diri sendiri perlu dibiasakan secara berterusan dan konsisten (istiqamah). Manusia itu pelupa. Manusia itu mudah terlena. Manusia lebih suka memilih sesuatu yang menyenangkan dirinya. Ini harus terus dilawan setiap hati, bahkan setiap detik. Biasakanlah diri Anda untuk mengingat Allah, tentulah Allah akan mengingat Anda.
Biasakanlah diri Anda untuk bangun malam, tentulah suatu saat bangun malam tidak memberatkan Anda – bahkan, insya-Allah, akan mengasyikkan Anda. Tidak ada kebiasaan baik yang dimulai dengan kemudahan. Kebiasaan baik menuntut perjuangan besar di awalnya.Apa yang akan terjadi setelah kita mampu memahami dan mengendalikan diri dengan berpusat pada pembersihan hati? Semua akan datang kepada diri kita. Semua akan mendekati diri kita.
Semua akan memberikan sesuatu kepada diri kita. Gelombang dahsyat perhatian ini akan mengarah kepada diri kita. Diri kita akan menjadi pusat perhatian. Dan semua itu akan terjadi dengan sendirinya. Seorang manusia yang mampu memahami dan kemudian mengembangkan dirinya melalui hati yang bersih, akan sentiasa menunjukkan seluruh gerakannya untuk mendapatkan redha Allah s.w.t.
Tidak ada yang ditujunya kecuali Allah s.w.t. Hanya Allahlah yang mengisi hari-harinya. Hanya Allahlah yang sentiasa mengatur gerak-geri dirinya. Hanya Allahlah yang kemudian berhak menentukan akan menjadi apa dirinya. Konsep pengurusan hati ini adalah satu wahana untuk meningkatkan etos kerja dan dalam rangka pengendalian diri dari godaan-godaan perbuatan tidak bermoral seperti korupsi, rasuah dan nepotisme.
Ibnu Athaillah dalam kitabnya yang terkenal Al-Hikam menyebut: Bagaimana engkau menginginkan sesuatu yang luar biasa padahal engkau sendiri tidak mengubah dirimu dari kebiasaanmu? Kita banyak meminta dan banyak berharap kepada Allah, tetapi sibuknya meminta membuat kita tidak sempat menilai diri sendiri. Padahal, kalau kita meminta dan berakibat kita mengubah diri, Allah akan memberikan apa yang kita minta kerana sebenarnya doa itu adalah pengiring agar kita dapat mengubah diri kita menjadi lebih baik.
Nabi s.a.w. sendiri bersabda yang bermaksud: Barang siapa yang hari ini lebih baik daripada hari kelmarin ia telah beruntung. Barang siapa yang hari ini sama dengan hari kelmarin ia telah rugi. Barang siapa yang hari ini lebih buruk dari hari kelmarin, orang itu terkutuk!
Catatan : Ibnu Majid
Recent Comments