Lisan berasal dari bahasa Arab yang berarti lidah. Lisan adalah anggota tubuh manusia yang paling tajam. Bahkan ada yang mengibaratkan bahwa lisan itu lebih tajam dari pedang. Lisan mengetuai seluruh anggota tubuh manusia. Jika kita tidak bisa menjaganya dengan baik dan benar, maka akan berdampak pada anggota tubuh lainnya.
Lisan dapat menyebabkan kedudukan seseorang menjadi tinggi di sisi Allah subhanahu wa ta’ala dan dapat pula mendatangkan kerugian. Orang yang bisa menjaga lisannya akan menjadi orang yang mulia, baik di sisi manusia dan di sisi Allah subhanahu wa ta’ala. Di dalam lisan banyak sekali terdapat kesalahan dan ia selalu dikendalikan oleh tabi’at yang buruk dan setan. Banyak manusia yang terseret ke dalam api neraka karena kesalahan dari lisannya dan setan juga selalu mengajak orang lain kepada keburukan. Akan tetapi jika kita bisa menjaga tutur kata yang baik dan selalu berdzikir kepada Allah subhanahu wa ta’ala, maka kita akan selamat dunia dan akhirat.
Mulutmu adalah harimaumu. Karena mulut badan bisa menjadi binasa. Itulah peribahasa yang sering kita dengar. Menjaga lisan memang tidak mudah. Tidak bisa disamakan dengan menjaga baik-baik barang berharga yang kita miliki agar terhindar dari kerusakan. Yunus bin ‘Ubaid berkata: “Tidak seorangpun yang menjaga lisannya baik-baik melainkan ia menjadi orang baik di dalam segala perbuatannya. Tidaklah ia berkata sesuatu di siang harinya melainkan ia memperhitungkan tutur katanya di waktu sore hari.” Kita diperintahkan untuk bertutur kata yang baik terhadap sesama. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman yang artinya: “Ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia.” (Q.S. Al-Baqarah: 83)
Bahaya lisan itu dimulai dari dua perkara, yang pertama sangat ringan dan yang kedua akan lebih besar bahayanya. Kita harus menghindari berbagai keburukan lisan. Mulai dari bertutur kata yang sia-sia, berkata dusta, mengejek dan menertawakan orang lain, menggunjing orang lain, serta keburukan lisan lainnya.
Jika seseorang bertutur kata yang sia-sia maka ia akan kehilangan saat-saatnya yang mahal, yakni mengganti yang buruk dengan yang baik. Jika seseorang tidak menyibukkan diri dalam kebaikan, maka ia akan disibukkan dengan hal-hal yang buruk. Jika seseorang tidak bisa mengendalikan tutur katanya, maka ia akan menjadi orang yang merugi, karena orang yang sempurna imannya akan diam kecuali untuk berpikir dan ia akan memandang kecuali untuk mengambil pelajaran yang baik dan tutur katanya itu selalu mengandung kebaikan.
Allah subhanahu wa ta’ala melarang seorang mukmin untuk berkata dusta. Hukumnya adalah haram. Tetapi jika seseorang ingin menyelamatkan saudaranya dari siksaan penguasa yang dzalim atau menghindari terjadinya peperangan antar dua kelompok, maka ia dibolehkan untuk berdusta, tetapi sebelum memilih untuk berdusta hendaknya ia berkata benar jika ia dapat melakukannya.
Allah subhanahu wa ta’ala juga mengharamkan seorang mukmin mengejek dan menertawakan orang lain. Sebagaimana dalam firman-Nya yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik.” (Q.S. Al-Hujurat: 11). Dari firman Allah tersebut, seorang mukmin dilarang untuk menyebutkan kejelekan dan kekurangan, semisal pada wajah seseorang untuk ditertawakan, apalagi dengan mengolokinya, bahkan mengisyaratkan dengan suatu isyarat saja tidak dibolehkan.
Seseorang yang menggunjing saurdaranya, maka ia sama saja seperti memakan bangkai saudaranya tersebut. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman yang artinya: “Dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kalian yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah emgkau merasa jijik kepadanya.” (Q.S. Al-Hujurat: 12).
Adapun cara mengobati kebiasaan menggunjing orang lain adalah dengan ilmu dan perbuatan, yakni mencegah lisannya agar tidak menggunjing orang lain. Hendaknya seseorang mengerti bahwa ia akan dimurkai oleh Allah subhanahu wa ta’ala, segala amal kebajikannya akan musnah, kelak ia akan disamakan dengan orang yang suka memakan bangkai saudaranya, dan dosa orang yang digunjing akan dipikulkan kepada orang yang menggunjing.
Sebagai manusia, seseorang pasti banyak melakukan kesalahan, baik itu kesalahan kecil maupun besar. Hal ini karena manusia adalah tempat dari kesalahan. Maka dari itu, janganlah kita lalai dari kesalahan-kesalahan yang kecil. Terutama sekali jika seorang yang lalai kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan kepada sifat-sifat-Nya yang berhubungan dengan agama.
Seorang yang tidak mengerti tata cara berbicara, maka pembicaraannya akan banyak terdapat kekeliruan. Seperti tata cara seorang budak kepada majikannya. Jangan sesekali seorang budak itu menggunakan kata “Tuhanku” untuk memanggi majikannya. Namun, panggillah dengan sebutan “tuanku”, karena kita semua adalah hamba Allah subhanahu wa ta’ala dan Tuhan kita adalah Allah subhanahu wa ta’ala.
Recent Comments