Manusia tempatnya salah dan lupa. Biar naik level jadi suci, maka pasca melewati bulan maghfirah, kita langsung ambil posisi sebagai hamba paling bersalah. Butuh banget dimaafkan orang lain. Tentu saja, tak perlu didebat wajibnya sungkem pada orang tua dan keluarga inti kita.
Di luar itu, lebaran bagi saya adalah adegan duduk manis dengan nastar di tangan kanan, smartphone di tangan kiri. Status mohon maaf, bagaimanapun segera diproklamasikan, agar merdeka dari kesalahan. Digitalisasi mohon maaf, alhamdulilillah membawa kita auto fitri. Teknologi mengantarkan jiwa suci secepat clear chat.
Begitulah kira-kira, idulfitri dipraktikkan. Kapan lagi, mumpung ada hari yang semua orang bisa memenangi tujuan. Mohon maaf lahir batinpun dicopy. Lalu dipaste di spanduk, koran, baliho, plastik belanjaan, bungkus bantuan sembako, TV, youtube, twitter, facebook, instagram, telegram dan tentu japri dan grup-grup whatsapp.
Mohon maaf jadi rutinitas. Toh, ucapan digital bentar juga bakal di delete. Spanduk mohon maafpun berakhir di pantat. Jadi alas saat makan pecel lele lamongan di trotoar. Toh, lebaran depan ketemu lagi.
Titipan Kepentingan
Setiap kepala pasti punya agenda. Setiap mohon maaf sama-sama punya kepentingan. Jenis kepentingannya saja yang tidak sama. Ucapan maaf juga sering menyembunyikan agenda lain.
Mohon maaf banyak variannya. Ada mohon maaf genre romantis dengan misi biar mantan balikan. Ucapan mohon maaf terkadang juga berarti kode tagihan. Dikirim dari teman teruntuk kamu yang terlalu lama belum bayar utang. Jenis mohon maaf yang paradoks, yang utang tidak mohon maaf duluan.
Saya pernah menerima mohon maaf, dari temen lama. Maaf lahir batin, sambil mengingatkan masa depan pendidikan anak anda. Ujungnya, menawarkan asuransi.
Ada mohon maaf berskala besar. Mohon maafnya tuan kapitalis di koran, televisi, media sosial berarti sebuah terimakasih telah membantu memperkaya kami. Mohon maaf ini artinya instruksi untuk setia, membeli lagi, lagi dan lagi. Hidup marketing, sampai miring.
Tradisi lain adalah mohon maaf feodal. Dikirim kepada yang terhormat atasan, mohon berkenan agar nama pengirim tak terlewat saat ada promosi jabatan. Sekalipun saban hari merasa terintimidasi.
Tidak pernah absen pula, jenis mohon maaf yang bermakna mohon dipilih lagi, kami siap mewakili. Jenis ini kadang hadir di seberang lampu merah. Manusia berbaju koko dengan senyum manis di kanvas baliho.
Oh, ya jangan lupakan maaf lahir batin dari selebritis, selebgram apa youtuber. Jangan nafsu dulu, yang ditunggu adalah kiriman like, follow dan subscribe-mu.
Begitulah, the power of mohon maaf lahir batin. Selalu dititipi hidden agendas, agenda terselubung. Ada titipan kepentingan. Bisa jadi, mohon maaf adalah bubble wrap pengaman paketan bernama kepentingan. Maklumlah, ketulusan dan keikhlasan bukan komoditas manusia. Sudah ada yang mengurus, dia kita sebut Tuhan.
Tak Bisa Instan
Sampai di sini, kita sepakat. Ritual mohon maaf lahir batin telah menjadi ajaran tersukses abad ini. Tak heran, mohon maaf jauh lebih populer dibanding memaafkan. Silahkan sowan ke google. Bertepatan 1 Syawal 1442 H, saya sempatkan silaturahim dengan google, frase “mohon maaf” eksis dengan 76.500.000 hasil. Bandingkan dengan “memaafkan” cuma 5.120.000 hasil.
Jadi, wis wayahe, membalikkan posisi, dari ritual mohon maaf menjadi ritual memaafkan. Betapapun, tetap masih ada tersimpan luka, nyinyir, kebencian dan mungkin saja dendam. Lebih banyak dendam dibanding cinta. Ayolah, akui saja.
Memaafkan bisa dimulai, misalnya saat kita kesal, pinjam uang ke teman tapi tidak diapprove. Bukan salah dia kan? Naik level, memaafkan yang nyalip kita di tikungan terakhir. Memaafkan dia yang mantap nikah dengan yang lain.
Memaafkan itu bukan menyeduh mi instan (segera). Taraaa….lima menit tersajikan. Seperti pengakuan Luna Maya, “proses memaafkan itu enggak gampang, it took years, bertahun-tahun. Pertama, lo pasti akan menjadi orang yang bitter dulu. Itu rasanya berat, kayak punya beban, tidur enggak nyenyak”. Tak begitu jelas, apa itu ditujukan untuk Ariel Noah.
Mohon maaf itu bisa diucapin poltikus. Siapapun yang menjadi junjungan kita, tiap lebaran, pasti mengucapkan mohon maaf lahir batin kepada umatnya. Lalu, mesti bagaimana, ketika para pemimpin juga wakil-wakil berparade mohon maaf? Logikanya yang sulit memaafkan justru yang dulu memilih tapi dikecewakan, bukan yang memilih nyinyir sejak awal.
Rumit lagi, kalau urusan antar bangsa. Publik pernah riuh ketika ada permohonan maaf dari Raja Willem Alexander mewakili Belanda kepada bangsa kita. Sebagai simbolnya, keris milik Pangeran Diponegoro dikembalikan. Ah, maaf saja tidak cukup, sorry zeggen is niet genoeg. Westerlingpun tersenyum kalo yang dikembalikan cuma keris.
Memaafkan adalah kerja sunyi. Memaafkan adalah peperangan dalam jiwa. Memaafkan sebetulnya free, hanya mengunduhnya butuh kebesaran jiwa. Untuk yang berjiwa kerdil seperti saya. Ada kisah Inggit Ganarsih, true story yang bikin melting. Pendamping Sukarno ketika diisolasi di Endeh (1934) dan Bengkulu (1938).
Perempuan yang bersedia menerima kunjungan dan memaafkan Fatmawati, yang sebenarnya anak angkatnya, yang menjalin cinta dengan Sukarno, ayah angkatnya. Perempuan yang mengantarkan sang proklamator ke gerbang, tetapi dia tidak masuk istana. Sekali-kali, sambil rebahan bacalah Ku Antar ke Gerbang, ditulis Ramadan KH.
Memaafkan itu perlu untuk diri sendiri. Memelihara benci sama saja menyimpan luka. Benci berubah menjadi menjadi dendam. Dendam tak akan puas bila tak membalas. Memafkan penting untuk kewarasan. Memaafkan itu sehat, kata Komaruddin Hidayat. Memberi maaf, penting untuk tetap waras.
Perbanyak memaafkan, bisa menjadi pembeda lebaran ini dengan sebelumnya. Ketika mohon maaf menjadi kewajiban, memaafkan terasa seperti optional. Memaafkan itu sebuah keputusan.
Memaafkan cukup dilakukan dengan diam-diam. Mirip kentut depan pacar, kamu bisa melepaskan dengan senyap. Meskipun pacarmu mengendus bau, dia tetap diam diam memberi maaf.
Lebaran sudah lewat. Tetapi memaafkan akan selalu relevan. Selamat Memaafkan Lahir dan Batin.
sumber:
Recent Comments