Sewaktu masih aktif berkuliah, selain persoalan kelembagaan kampus dihadapi setiap hari sehingga membikin pola tidur dibalik, adalah tentang deretan teori dan faktor-fator kejadian penyakit. Mengkaji tentang ini hampir setiap hari menjadi bahan diskusi di ruang-ruang kuliah yang berakhir menjadi tumpukan tugas. Bagaimana tidak, kampus tempat saya berkuliah menjadikan persoalan kesehatan sebagai sentrum kajiannya. Jadi apapun yang bisa mempengaruhi status kesehatan seseorang akan dikaji dan dibahas tuntas.
Menyoal faktor-faktor kejadian penyakit. Rokok diyakini menjadi salah satu kontributor yang cukup konsisten dalam mempengaruhi kondisi kesehatan seseorang. Setidaknya hal ini sudah cukup lama menjadi diskursus kesehatan. Untuk menguatkan saja, melalui penelitian Salvi Sundeep (2014) tentang Tobacco Smoking and Environmental Risk Factors for Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Dan Poned Cornelia et all (2014) tentang Personality, tobacco consumption, physical inactivity, obesity markers, and metabolic components as risk factors for cardiovascular disease in the general population.
Dari beberapa penelitian diatas, sedikit banyak dibahas rokok dan merokok (perilaku) berkontribusi baik atas kejadian penyakit. Mungkin akan lebih mudah jika kita melihat zat apa yang terkandung pada sebatang rokok. Dalam sebatang rokok terdapat zat yang sering ditemui dan dianggap berperan memengaruhi kondisi kesehatan salah satunya adalah Nikotin.
Zat ini bekerja mempengaruhi system dan mekanisme kerja tubuh. Nikotin menjadi kontributor untuk kondisi kecanduan, dengan menstimulus produksi dopamine sehingga menambah efek sensasi nayaman dan nikmat untuk beberapa saat. Karena produksi dopamine melebihi kebutuhan tubuh dan berhasil menciptakan kondisi terbiasa akan efek sensasi yang didapat berlebihan. Maka, sadar tidak sadar seseorang sudah ketergantungan Nikotin.
Menyinggung soal kondisi kesehatan seseorang. Cukup adil jika bukan hanya rokok saja yang dibahas sebagai contribution factor.
Faktor lainnya adalah makanan. Sebagai contoh kebiasaan makan makanan khas etnik Minahasa yang kaya ALJ (asam lemak jenuh) terhadap kejadian PJK (penyakit jantung koroner). Melalui penelitian Kandaou tentang Makanan Etnik Minahasa dan Kejadian Penyakit Jantung Koroner.
Kandou menjelaskan bahwa orang yang mempunyai kebiasaan makan makanan yang kaya asam lemak jenuh dengan frekuensi sering mempunyai risiko 5,4 kali terserang PJK. Dibandingkan dengan orang dengan intensitas relative jarang mengkonsumsi terhadap potensi kejadian PJK[1]. Penlitian lain yang dilakukan Sumangkut et all juga menegaskan tentang pola makan dengan kejadian penyakit diabetes melitus tipe-2.
Dan untuk kejadian PJK sendiri, jika dikelompokkan berdasarkan umur. Maka, kasus PJK paling banyak terjadi pada kelompok umur 65-74 tahun (3,6%) diikuti kelompok umur 75 tahun ke atas (3,2%), kelompok umur 55-64 tahun (2,1%) dan kelompok umur 35-44 tahun (1,3%)[2].
Sementara itu, pada tahun 2012 17,5 juta orang di dunia meninggal akibat penyakit kardiovaskuler atau 31% dari 56,5 juta kematian di seluruh dunia. Dan dari seluruh kematian akibat penyakit kardiovaskuler 7,4 juta (42,3%) di antaranya disebabkan oleh Penyakit Jantung Koroner (PJK) dan 6,7 juta (38,3%) disebabkan oleh stroke[2].
Dari sini, cukup adil untuk melihat baik rokok dan makanan masing-masing memiliki peran atas kejadian penyakit.
Namun, apakah cukup adil jika hanya rokok yang mendapat perlakuan berlebihan atas berbagai intervensi. Melalui program Kementerian Kesehatan mencoba menekan kontribusi rokok dengan cara mengubah perilaku merokok masyarakat.
Sebagai contoh terdapat 12 indikator utama untuk penanda status kesehatan sebuah keluarga. Disini DEPKES berupaya meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Salah satu dari indikatornya yaitu anggota keluarga tidak ada yang merokok. Dapat dilihat jika merokok mendapat tempat penting ketimbang makanan. Mengingat dari 12 indikator akan ditemui persoalan makanan atau makanan bebas ALJ.
Contoh lain, promosi kesehatan melalui bungkus rokok dengan tag line Rokok membunuhmu. Dan peraturan pemerintah no 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Melalui peraturan ini, pemerintah berupaya melakukan pengendalian terhadap aktivitas merokok dengan membatasi ruang bagi perokok.
Dari beberapa program diatas, jelas adalah ikhtiar untuk mencapai sebuah perubahan perilaku bagi para perokok demi terciptanya kualitas hidup masyarakatnya. Namun, sudah sejauh mana upaya massive yang sama untuk merubah perilaku makan dan pola makan masyarakatnya?
Sumber : qureta.com
Recent Comments