Waktu saya mengunduh beberapa kitab kuning versi pdf, saya menemukan sebuah judul kitab. Sepertinya saya tak pernah mengunduh file itu. Saya baca, isinya membuat saya senyum-senyum lucu. Setebal 206 halaman. Nah, saya ingin membagi kelucuan itu untuk mencairkan suasana. Judul kitab itu adalah Ceritera Orang-Orang Bodoh Dan Lalai (Akhbar al-Hamqa wa al-Mughaffalin).

Judul lengkapnya lebih fantastis lagi, Orang Bodoh Dari Kalangan Ahli Hukum Islam, Ahli Tafsir, Ahli Hadis, Seniman, Penulis, Pengajar, Pedagang, Dan Lain-Lain Yang Bodohnya Tingkat Akut (min al-Fuqaha’ wa al-Mufassirin wa al-Ruwat, wa al-Muhaddisin wa al-Syu’ara’ wa al-Mutaaddibin wa al-Kuttab wa al-Muallimin wa al-Tujjar wa al-Mutasabbibin wa Thawaif Tattashil li al-Ghaflah bi Sababin Matin).

Penulisnya adalah Ibn al-Jauzi (508-597 H/1114-1201 M). Menurutnya, ada tiga alasan menulis kitab tersebut. Pertama, agar orang yang cerdas mampu bersyukur, saat menyadari kualitas yang telah dikaruniakan kepadanya, dibandingkan dengan orang-orang yang belum dikaruniai kualitas tersebut. Kedua, agar menjadi motivasi supaya menghindari sebab-sebab kelalaian. Jika sebab-sebab itu bisa diusahakan untuk dihindari, agar dia menghindari sebab-sebab itu. Ketiga, sebagai hiburan mengisi waktu senggang.

Siapa Saja yang Membodoh-Bodohkan Jenggot Panjang?

Pada bab kelima, Ciri-Ciri Orang Bodoh, Ibn al-Jauzi menulis, ciri-ciri orang bodoh (ahmaq) ada dua. Pertama, secara jasmani. Kedua, secara perbuatan. Kemudian dia menulis ciri yang pertama, tentu saja bukan hanya tentang jenggot, tapi di sini saya hanya akan menerjemahkan dan sedikit mengomentari tulisannya yang tentang jenggot.

Di antara ciri-ciri yang tidak mungkin salah, tulis Ibn al-Jauzi, tentang orang bodoh adalah panjang jenggot (thul al-lihyah). Sesungguhnya, orang yang memiliki jenggot panjang tidak bisa lepas dari kebodohan. Orang-orang bijak berkata, “Kebodohan adalah penyubur jenggot. Barang siapa yang panjang jenggotnya, bodohnya semakin banyak.”

Pernah ada manusia yang melihat orang berjenggot panjang. Manusia itu berkata, “Demi Allah, seandainya jenggot itu keluar dari sungai, sungai itu akan mengering.” Sebenarnya saya kurang mengerti anekdot macam apa ini, tapi jujur saya tersenyum lucu membacanya.

Ahnaf Ibn Qays berkata, “Jika engkau melihat pemimpin besar yang jenggotnya panjang, camkan bahwa dia adalah orang bodoh yang tak tahu malu, meskipun dia adalah Umayah Ibn Abd Syams.”

Ahnaf Ibn Qays adalah pembesar kaum Tamim, fasih bicaranya dan pemberani. Bahkan namanya diabadikan menjadi pepatah sebagai simbol kesabaran. Sayyiduna Umar Ibn al-Khattab menulis surat kepada Abu Musa al-Asy’ari, “Dekatilah Ahnaf, bermusyawarahlah dengannya, dan dengarkan nasehatnya.” Sedangkan Umayah Ibn Abd Syams adalah datuk para khalifah Daulah Umayah. Dia adalah panglima perang di suku Quraisy setelah ayahnya meninggal.

Muawiyah, khalifah pertama Daulah Umayah, menegur seorang laki-laki atas perbuatan tercelanya, “Cukup menjadi saksi bahwa engkau bodoh dan akalmu jongkok, yaitu apa yang kami lihat, bahwa jenggotmu panjang.”

Abd al-Malik Ibn Marwan, pada saat menjadi khalifah Daulah Umayah, kemajuan ilmu pengetahuan dan budaya sangat pesat, berkata, “Barang siapa yang jenggotnya panjang, dia ada cidera di akalnya.” Ahli firasat berkata, “Orang jangkung dan jenggotnya panjang, camkan bahwa dia bodoh.” Sebagian para bijak berkata, “Tempat akal adalah otak. Jalannya nafas adalah hidung. Tempat kebodohan yang dungu adalah panjang jenggot.”

Sa’ad Ibn Manshur berkata kepada Ibn Idris, “Apakah engkau melihat Salam Ibn Abi Hafshah?”. Dia menjawab, “Iya, saya melihatnya berjenggot panjang. Dia bodoh.” Ibn Sirin berkata, “Jika engkau melihat orang berjenggot panjang ada semacam kegilaan, ketahuilah bahwa itu ada di akalnya.”

Ziyad berkata, “Jenggot yang melebihi segenggam tangannya, jenggot yang lebih itu adalah kekurangan di akalnya.”

Ada puisi (bait-bait syair) tentang jenggot panjang ini:

Jika seorang pemuda tumbuh jenggot

Lalu memanjang hingga ke pusarnya

Akal pemuda itu berkurang, menurut kami

Sesuai jenggot yang berlebihan itu.

Setelah menukil puisi itu, Ibn al-Jauzi tidak lagi menulis tentang jenggot, kecuali cerita-cerita tentang kebodohan orang yang berjenggot panjang, misalnya di halaman 147, 154, 180, dan 182. Kemudian dia menulis tentang ciri-ciri fisik lainnya dan ciri perbuatan. Baru setelah itu menjelaskan hal-hal yang lucu, di mana beberapa kelucuan itu hanya bisa ditangkap oleh orang yang mengerti sejarah penulisan huruf Arab dan tata bahasanya.

Kelucuan-kelucuan yang diceritakan oleh Ibn al-Jauzi, jika diceritakan kembali pada saat ini, bisa-bisa disebut pelecehan agama. Bisa jadi, kalau mau, beberapa kelucuan di dalam kitab tersebut menjadi materi komika buat stand up komedi.

Jenggot Rasulullah Saw

Sebenarnya, bagaimana jenggot Nabi Muhammad? Di dalam al-Rahiq al-Makhtum, buku sejarah yang mendapat predikat buku sejarah terbaik, di antara 171 kajian, dalam lomba penulisan sejarah yang diselenggarakan oleh Rabithah al-‘Alam al-Islami, Shafiyy al-Rahman al-Mubarakfuri menulis di bagian paling akhir bukunya tentang keindahan fisik Rasulullah, jenggot beliau lebat.

Dengan demikian menjadi jelas, bahwa jenggot Rasulullah lebat, bukan panjang. Karena itu pula, al-Habib Saggaf Ibn Mahdi Ibn al-syaikh Abu Bakar Ibn Salim pernah berkata, “Jenggot jangan panjang-panjang!” Saya lihat sendiri, jenggotnya lebat dan tidak panjang.

Masih di dalam al-Rahiq al-Makhtum, Shafiyy menyebutkan sebuah kisah kematian Abu Jahal, bahwa Ibn Mas’ud menginjakkan kakinya di leher Abu Jahal dan memegang jenggot Abu Jahal untuk mendongakkan kepalanya.

Sumber : qureta.com

Translate »